Virus Marburg Telan 9 Korban Jiwa, Kemenkes Ingatkan Masyarakat Jangan Lengah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyakit virus Marburg memiliki tingkat fatalitas yang tinggi hingga 88 persen. Fakta itu membuat penyakit Marburg menjadi perhatian internasional.
Dalam laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diketahui bahwa tercatat 9 kematian dan 16 kasus suspek yang dilaporkan di Provinsi Kie Ntem, Guinea.
Virus Marburg memang kembali meresahkan dunia, namun Kementerian Kesehatan memastikan bahwa virus Marburg belum ditemukan di Indonesia.
Kendati demikian, Juru Bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril mengingatkan agar semua pihak, termasuk masyarakat jangan sampai lengah terhadap virus tersebut.
"Kita perlu tetap melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg," ungkap dr. Syahril, seperti dikutip dari laman Kemenkes, Rabu (29/3/2023).
Gejala yang dialami dari kasus virus Marburg umumnya berupa demam, kelelahan (fatigue), muntah berdarah, dan diare. Penyakit ini juga dapat menyebabkan perdarahan pada hidung, gusi, vagina atau melalui muntah dan feses, yang muncul pada hari ke-5 hingga ke-7.
Gejala tersebut mirip dengan penyakit lain, seperti malaria, tifus, dan demam berdarah yang banyak ditemukan di Indonesia. Dokter Syahril pun menyebutkan jika hal tersebut menyebabkan penyakit virus Marburg susah diidentifikasi.
"Belum ada obat khusus, pengobatan bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit," papar dr. Syahril.
Dokter Syahril juga menyebutkan bahwa belum ada vaksin yang tersedia untuk virus Marburg. Sejauh ini, vaksin masih dalam pengembangan, dan sudah ada 2 vaksin memasuki uji klinis fase 1 yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen.
Untuk diketahui, penyakit Marburg berasal dari virus filovirus merupakan salah satu virus paling mematikan karena satu family dengan virus ebola. Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang, ataupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi virus Marburg.
Dalam laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diketahui bahwa tercatat 9 kematian dan 16 kasus suspek yang dilaporkan di Provinsi Kie Ntem, Guinea.
Virus Marburg memang kembali meresahkan dunia, namun Kementerian Kesehatan memastikan bahwa virus Marburg belum ditemukan di Indonesia.
Kendati demikian, Juru Bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril mengingatkan agar semua pihak, termasuk masyarakat jangan sampai lengah terhadap virus tersebut.
"Kita perlu tetap melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg," ungkap dr. Syahril, seperti dikutip dari laman Kemenkes, Rabu (29/3/2023).
Gejala yang dialami dari kasus virus Marburg umumnya berupa demam, kelelahan (fatigue), muntah berdarah, dan diare. Penyakit ini juga dapat menyebabkan perdarahan pada hidung, gusi, vagina atau melalui muntah dan feses, yang muncul pada hari ke-5 hingga ke-7.
Gejala tersebut mirip dengan penyakit lain, seperti malaria, tifus, dan demam berdarah yang banyak ditemukan di Indonesia. Dokter Syahril pun menyebutkan jika hal tersebut menyebabkan penyakit virus Marburg susah diidentifikasi.
"Belum ada obat khusus, pengobatan bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit," papar dr. Syahril.
Dokter Syahril juga menyebutkan bahwa belum ada vaksin yang tersedia untuk virus Marburg. Sejauh ini, vaksin masih dalam pengembangan, dan sudah ada 2 vaksin memasuki uji klinis fase 1 yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen.
Untuk diketahui, penyakit Marburg berasal dari virus filovirus merupakan salah satu virus paling mematikan karena satu family dengan virus ebola. Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang, ataupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi virus Marburg.
(nug)