Dampak Perang Israel-Palestina pada Anak-Anak, Alami Trauma Jangka Panjang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gaza telah menjadi “kuburan” bagi anak-anak dengan ribuan orang terbunuh akibat pemboman Israel, sementara lebih dari satu juta orang kekurangan kebutuhan pokok dan mengalami trauma dan bisa terjadi dalam jangka panjang di masa depan. Hal itu diungkap badan kemanusiaan PBB.
Dikutip un.org pada Rabu (1/11/2023), Kepala Bantuan PBB Martin Griffiths yang telah mengunjungi Israel dan Wilayah Pendudukan Palestina, mengatakan bahwa apa yang mereka alami sejak dimulainya pembalasan Israel atas serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober adalah “sangat menghancurkan”.
“Ketika seorang anak berusia delapan tahun memberi tahu Anda bahwa dia tidak ingin mati, sulit untuk tidak merasa tidak berdaya,” tulisnya di platform media sosial X.
Pada kunjungannya, Griffiths di Yerusalem, dia bertemu dengan anggota keluarga dari lebih dari 230 sandera yang ditahan di Gaza sejak 7 Oktober. Kabarnya, sekira 30 orang di antara mereka yang diculik teroris Hamas adalah anak-anak.
Sementara, dilaporkan lebih dari 3.450 anak-anak telah terbunuh di Gaza, berdasarkan dara Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, kata juru bicara UNICEF James Elder.
1.000 anak lainnya dilaporkan hilang dan mungkin terjebak atau mati di bawah reruntuhan, menunggu penyelamatan atau pemulihan, seperti disebut kantor koordinasi urusan kemanusiaan PBB OCHA.
Juru bicara OCHA, Jens Laerke mengatakan bahwa dia tidak menyangka anak-anak yang terkubur di bawah reruntuhan dan sangat kecil kemungkinannya untuk mengeluarkan mereka.
“Ketika pertempuran akhirnya berhenti, kerugian yang ditanggung anak-anak selama beberapa dekade mendatang. Ini karena trauma mengerikan yang dihadapi oleh para penyintas,” katanya.
Elder melihat putri seorang staf UNICEF yang berusia empat tahun di Gaza yang mulai menyakiti diri sendiri karena stres dan ketakutan sehari-hari.
“Sementara ibunya mengatakan kepada rekan-rekannya, saya tidak mempunyai kemewahan untuk memikirkan anak-anak saya, kesehatan mentalnya, saya hanya perlu menjaga mereka tetap hidup,” ujar dia.
Dikutip un.org pada Rabu (1/11/2023), Kepala Bantuan PBB Martin Griffiths yang telah mengunjungi Israel dan Wilayah Pendudukan Palestina, mengatakan bahwa apa yang mereka alami sejak dimulainya pembalasan Israel atas serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober adalah “sangat menghancurkan”.
“Ketika seorang anak berusia delapan tahun memberi tahu Anda bahwa dia tidak ingin mati, sulit untuk tidak merasa tidak berdaya,” tulisnya di platform media sosial X.
Pada kunjungannya, Griffiths di Yerusalem, dia bertemu dengan anggota keluarga dari lebih dari 230 sandera yang ditahan di Gaza sejak 7 Oktober. Kabarnya, sekira 30 orang di antara mereka yang diculik teroris Hamas adalah anak-anak.
Sementara, dilaporkan lebih dari 3.450 anak-anak telah terbunuh di Gaza, berdasarkan dara Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, kata juru bicara UNICEF James Elder.
1.000 anak lainnya dilaporkan hilang dan mungkin terjebak atau mati di bawah reruntuhan, menunggu penyelamatan atau pemulihan, seperti disebut kantor koordinasi urusan kemanusiaan PBB OCHA.
Juru bicara OCHA, Jens Laerke mengatakan bahwa dia tidak menyangka anak-anak yang terkubur di bawah reruntuhan dan sangat kecil kemungkinannya untuk mengeluarkan mereka.
Trauma puluhan tahun ke depan
James Elder dari UNICEF mengatakan kematian bayi akibat dehidrasi merupakan “ancaman yang semakin besar” di wilayah Gaza. Karena produksi air hanya mencapai lima persen dari volume yang dibutuhkan akibat tidak berfungsinya pabrik desalinasi yang rusak atau kekurangan bahan bakar.“Ketika pertempuran akhirnya berhenti, kerugian yang ditanggung anak-anak selama beberapa dekade mendatang. Ini karena trauma mengerikan yang dihadapi oleh para penyintas,” katanya.
Elder melihat putri seorang staf UNICEF yang berusia empat tahun di Gaza yang mulai menyakiti diri sendiri karena stres dan ketakutan sehari-hari.
“Sementara ibunya mengatakan kepada rekan-rekannya, saya tidak mempunyai kemewahan untuk memikirkan anak-anak saya, kesehatan mentalnya, saya hanya perlu menjaga mereka tetap hidup,” ujar dia.
(tdy)