Anguis Institute for Health Education Edukasi Masyarakat tentang BPA melalui Buku

Sabtu, 09 Desember 2023 - 20:53 WIB
loading...
Anguis Institute for...
Peluncuran buku Review BPA How to Understand BPA Information Correctly dilakukan di sela-sela acara diskusi BPA Session di Jakarta, beberapa waktu lalu. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Dalam beberapa waktu belakangan isu soal Bisphenol A (BPA) terus beredar di media sosial, seperti Instagram, TikTok, dan lainnya. Informasi yang disajikan pun cenderung tidak bertanggung jawab dan membuat bias informasi bagi masyarakat.

BPA merupakan zat kimia dasar yang tidak terlepas dari keseharian manusia, baik itu barang pakai maupun konsumsi produk makanan dan minuman. Salah satu jenis plastik yang umum digunakan adalah plastik polikarbonat dan resin epoksi.

Produk-produk berbasis BPA terdiri atas sumber makanan (dietary sources) dan sumber bukan makanan (non-dietary sources) seperti botol plastik, botol bayi, mainan anak, kemasan air minum, tempat makan, lensa kacamata, pelapis makanan kalengan, disket CD, perangkat otomotif, perlengkapan sport dan juga beberapa peralatan medis.



Bahan utama pembuatan plastik polikarbonat adalah senyawa Bisphenol A. Isu yang beredar di tengah masyarakat menyebutkan bahwa ada kaitan antara BPA dengan beberapa penyakit, di antaranya gangguan hormonal, obesitas dan kardiovaskuler, kanker, gangguan perkembangan dan syaraf anak, infertilitas, serta kelahiran prematur.

Padahal setelah ditelusuri secara literatur antara isu seperti yang disampaikan di atas dan fakta studi yang ada belum dapat dipastikan hubungan kausalitasnya.

Untuk itu Anguis Institute for Health Education Bersama Lembaga Riset Ikatan Dokter Indonesia (LR-IDI) mengadakan Diskusi BPA Session bertema "How to Understand BPA Information Correctly", beberapa waktu lalu.

Menurut panelis Pakar Polimer ITB Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc, PhD, reaksi dari bahan beracun seperti BPA dan Phosgene setelah diproses menjadi polikarbonat adalah senyawa yang aman karena merupakan polimer, sifat kimianya berubah, tidak seperti komponen penyusunnya serta aman dan cenderung tidak reaktif.

"Migrasi BPA dari wadah makanan dan minuman bisa saja terjadi pada sejumlah kondisi di antaranya kondisi kemasan yang rusak; kontak langsung antara makanan dan kaleng; makanan dengan lemak tinggi; kemasan yang lebih tipis; waktu kontak; dan kemasan makanan yang mengalami peningkatan suhu," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Dr. Karin Wiradarma, M.Gizi, Sp.GK menuturkan bahwa metabolisme BPA dalam tubuh manusia setelah diserap oleh saluran cerna, BPA akan ditranspor ke hati. Sebesar 90% bentuk tidak aktif dan selanjutnya akan dikeluarkan melalui urine dan feses. Sedangkan 10% merupakan bentuk aktif yang memberikan pengaruh negatif pada tubuh.



"Tetapi mengingat jumlahnya sangat kecil dibandingkan batas yang ditetapkan oleh berbagai lembaga pengawasan makanan dan minuman dunia atau BPOM di Indonesia, maka kiranya masih dibutuhkan kajian ilmiah lebih lanjut dalam hubungannya dengan kesehatan manusia," paparnya.

Moderator acara Dr. Aditiawarman Lubis, MPH dari Lembaga riset Ikatan Dokter Indonesia (LR-IDI), dalam kesimpulan diskusi mengutarakan bahwa masih perlu lebih banyak penelitian yang harus dilakukan terkait BPA ini. Ditambah karena penelitian yang ada masih menggunakan hewan sebagai obyek penelitian serta level of evidence-nya perlu ditingkatkan.

Sementara, Dr. Nurhidayat Pua Upa, MARS, Ketua Anguis Institute for Health Education menyampaikan, masyarakat perlu diberikan informasi dan edukasi yang tepat mengenai BPA sehingga tidak terjadi asimetri informasi yang membuat bingung masyarakat.

Dalam acara diskusi ini turut diluncurkan buku berjudul Review BPA "How to Understand BPA Information Correctly". Buku ini hadir berkat kerja sama Anguis Institute dengan Primkop IDI.

"Melalui buku tersebut, masyarakat diedukasi dengan tepat mengenai apa dan bagaimana BPA, serta menjadi jembatan informasi langsung kepada masyarakat luas dalam menghadapi asimetri informasi tentang BPA," ungkap Dr. Pua.

Sementara itu, Anguis Institute for Health Education sendiri adalah forum yang dipelopori para aktivis Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang bersifat terbuka dan independen dengan kepesertaan dari lintas pelaku dan sektor yang memiliki perhatian pada pembangunan kesehatan di Indonesia.
(tsa)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0985 seconds (0.1#10.140)