Fenomena Bunuh Diri Dipicu Perilaku Copycat Suicide, Apa Itu?

Jum'at, 15 Desember 2023 - 13:01 WIB
loading...
Fenomena Bunuh Diri Dipicu Perilaku Copycat Suicide, Apa Itu?
Remaja jadi salah satu kelompok paling rentan terhadap perilaku mengakhir hidup. Hal yang juga harus diperhatikan adalah copycat suicide. Apa itu? Foto/ unair.ac
A A A
JAKARTA - Belakangan, kasus mengakhiri hidup di Indonesia kembali meningkat. Beberapa di antaranya kasus kematian sekeluarga di Malang hingga kasus akhiri hidup mahasiswi cantik di Filkom Universitas Brawijaya Malang.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kemenkes, Dr. dr. Fidiansjah mengatakan perilaku mengakhiri hidup merupakan fenomena kompleks.



Dijelaskan dr. Fidiansjah, perilaku akhir hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi, baik faktor pribadi pelaku, sosial, psikologis, budaya, biologi dan lingkungan.

Karena itu, lingkungan keluarga hingga media massa memiliki peran penting dalam mencegah seseorang melakukan aksi akhir hidup.

“Hidup dan mati itu sangat tipis, tergantung bagaimana kita memanfaatkan apa yang kita berikan dalam kehidupan,” kata dr. Fidiansjah, dilansir dari laman Kemenkes RI, Jumat, (15/12/2023).

Dikatakan dr.Fidiansjah, remaja dan pemuda merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap perilaku akhir hidup. Menurutnya, salah satu hal yang juga harus diperhatikan dari kasus bunuh diri adalah terjadinya copycat suicide.

Apa itu copycat suicide?

Copycat suicide adalah tindakan akhir hidup yang dilatarbelakangi ingin meniru kasus akhir hidup sebelumnya.

Pemberitaan mengakhir hidup di media pun berpotensi menyebabkan individu melakukan copycat suicide, fenomena ini disebut juga dengan Werther Effect.

Di era digital, internet telah menjadi sumber utama informasi yang memberikan penggambaran tidak pantas mengenai bunuh diri dan masalah kesehatan mental.

“Peran media menjadi penting dan strategis. Info bunuh diri jika disampaikan tidak baik justru akan memicu terjadinya copycat suicide,” kata dr. Fidi.

Sebagaimana diamanatkan dalam UU no 18 tahun 2014 mengenai Kesehatan Jiwa, upaya promotif kesehatan jiwa menjadi tanggung jawab berbagai elemen masyarakat, mulai dari lingkup keluarga hingga media massa.

Media massa sendiri sesungguhnya memiliki peran yang sangat strategis dalam pencegahan aksi akhir hidup dan peningkatan derajat kesehatan jiwa.



Dalam hal ini, media massa tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi, juga sebagai sarana untuk menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap penyintas akhir hidup dan penyintas kehilangan mengakhir hidup.

Dalam jangka panjang, peran media massa dapat menjadi sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan kesehatan jiwa seseorang sehingga dapat menekan angka mengakhir hidup.

Meskipun pemberitaan mengenai aksi mengakhir hidup tidak selalu memiliki efek langsung, namun dapat mempengaruhi pemikiran dan perilaku individu di masa depan.
(tdy)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1753 seconds (0.1#10.140)