Waspada Penyakit Mematikan

Sabtu, 24 Oktober 2020 - 06:01 WIB
loading...
Waspada Penyakit Mematikan
Kasus kematian akibat kelainan pada jantung kian meningkat seiring gaya hidup masyarakat yang semakin tidak sehat. Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Kasus kematian akibat kelainan pada jantung kian meningkat seiring gaya hidup masyarakat yang semakin tidak sehat. Tingginya risiko kematian ini tidak diimbangi kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini.



Kelainan pada jantung masih menjadi penyakit mematikan nomor wahid di dunia. Tak hanya menyerang orang yang sudah berumur, anak-anak muda pun kini mengalami hal serupa. (Baca: Inilah Dosa yang Lebih Besar daripada Berzina)

Pada umumnya, kelainan pada jantung dimulai dengan rasa nyeri yang khas di bawah tulang dada, sensasi nyeri tersebut lantas menyebar ke dagu, leher, lengan, pundak hingga ulu hati. Berbeda dengan nyeri-nyeri pada umumnya, nyeri yang dirasakan terasa berat, dada seperti ditekan sangat kuat.

Tidak hanya rasa nyeri, rasa cemas dan gelisah pun muncul. Keringat bercucuran, kemudian membuat penderitanya mual, muntah, dan sesak napas. Inilah ciri yang dirasakan dari penyakit kardiovaskular atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung, penyebab kematian nomor satu di dunia.

Gejala di atas pun sempat dirasakan artis Marcelino Lefrandt yang dikenal publik memiliki kebiasaan hidup sehat. Namun, siapa sangka dua tahun lalu dia pernah didiagnosis mengalami kelainan jantung . "Yang pertama kali menaruh curiga justru orang tua saya, mereka ‎meminta saya check up. Pertama saya diperiksa tensi, bagus; pada tes echo jantung, bentuk jantung bagus. Masuklah ke tes treadmill, awal dengan kecepatan normal jalan sudut kemiringan mulai berat. Pertama aman statistik bagus, level dua dan tiga masih bagus, begitu masuk level empat terlihat ada sesuatu yang ganjil dan benar ada penyumbatan. Saya masih tidak percaya karena dengan kondisi fisik saya yang bisa dikatakan sehat," ujarnya saat bercerita kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin. (Baca juga: Daftar Aplikasi dan Situs untuk Bantuan Kuota Ditambah)

Untuk meyakinkan hasilnya, pria kelahiran 1974 ini pun melakukan pengecekan lagi dan hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan adanya penyumbatan. Saat itu dia merasa khawatir dan memikirkan orang-orang yang dicintainya, terutama anak. Karena penyakit ini bisa merenggut dirinya dari keluarga tercinta setiap saat.

World Health Organization (WHO) mencatat, lebih dari 115 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular. ‎Sejumlah 45% kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner, bahkan WHO memperkirakan angka tersebut meningkat hingga 233 juta pada 2030 mendatang.

Di China, penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki, yakni sekitar 52%, perempuannya 48%. Di Jepang, penderita laki-laki juga lebih banyak, yakni 54%. Namun, di Rusia penyakit ini lebih banyak menyerang kaum perempuan, sekitar 59%. Kondisi ini juga terjadi di Brasil, sekitar 56% penyakit jantung diidap kaum hawa dan 52% juga terjadi di Eropa.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan (PTM Kemenkes), Cut Putri Arianie, mengatakan, hingga kini penyakit kardiovaskular masih menjadi penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. "Penyakit jantung koroner yang merupakan salah satu jenis penyakit kardiovaskular menjadi penyebab 26,4% kematian di Indonesia dan angka ini lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker," ungkap Putri.

Bahkan, serangan jantung tidak hanya diderita oleh orang berusia lanjut, usia produktif pun bisa ikut terserang penyakit mematikan ini. Salah satunya karena pekerja usia produktif cenderung memiliki waktu kerja panjang, bekerja di belakang meja (sedikit bergerak), tidak mengonsumsi makanan sehat. Makanan cepat saji memiliki peran cukup besar menyebabkan penyakit jantung pada usia muda. (Baca juga: Covid-19 Lima Kali Lebih Mematikan Dibanding Virus Flu)

Putri menjelaskan, pola hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi olahan makanan yang banyak mengandung tepung dan gula, dan stres memiliki peran cukup besar menyebabkan penyakit jantung pada usia muda. "Bahkan ada yang usianya 35 tahun terkena serangan mendadak. Jumlahnya juga cukup mengkhawatirkan, mencapai 1,4 juta jiwa," tambahnya.

Data di atas menunjukkan, penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan jumlah rasio kematian cukup mengkhawatirkan. Salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan penyakit jantung yaitu kolesterol tinggi, merokok, stres, diabetes, tekanan darah tinggi, abdominal obesitas (perut yang besar), tidak berolahraga, serta kurang mengonsumsi sayuran dan buah. Itu sebabnya pencegahan penyakit ini harus terus dilakukan.

Jenis penyakit jantung bukan hanya koroner. Salah satu yang paling banyak diidap adalah kelainan irama jantung (atrial fibrilasi), yaitu kelainan atrium yang membesar akibat hipertensi, kelainan katup jantung atau jantung lemah, dan kelainan genetika. Gejala yang paling mudah dikenali detak jantung yang tidak teratur secara tiba-tiba, meski seseorang tidak sedang menjalani aktivitas tertentu. (Baca juga: Tsunami Setinggi 80 Meter Pernah Menerjang Ambon pada Tahun 1674)

"Detak jantung ini bisa cepat, lambat, atau kombinasi cepat dan lambat. Kalau detak jantung 120 per menit dalam kondisi tidak ada aktivitas harus diwaspadai karena detak jantung ideal orang dewasa sekitar 60 sampai 100 per menit. Gangguan irama jantung cepat biasanya ditandai dengan sesak nafas dan cepat lelah. Jika detaknya lambat, biasanya disertai mau pingsan dan kehilangan kesadaran sementara. Ciri ini harus diwaspadai karena itu salah satu dari gejala serangan jantung," ujar spesialis jantung Antono Sutandar.

Jika pada kasus atrial fibrilasi karena adanya kelainan genetik, jantung koroner lebih disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner yang membuat jantung kekurangan oksigen dan nutrisi untuk memompa darah. Penyempitan atau penyumbatan ini terjadi karena adanya proses penumpukan lemak di dinding pembuluh darah yang berlangsung secara bertahap.

Mengatasi penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan pemasangan stent (percutaneous coronary intervention) atau yang biasa dikenal dengan pemasangan ring. Hal ini dilakukan untuk melebarkan penyempitan pembuluh darah koroner dan tindakan ini harus dilakukan melalui kateterisasi. "Jumlah stent‎ yang dipasang bergantung pada kondisi penyempitan pembuluh darah pasien. Tindakan ini bisa dilakukan ketika obat-obatan sudah tidak bisa melebarkan pembuluh darah yang menyempit," papar Antono. (Baca juga: Diterima PayPal, Harga Bitcoin Ugal-ugalan)

Namun, pada kondisi di mana jumlah pembuluh darah yang menyempit terlalu banyak, Antono menganjurkan tindakan operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) untuk membuat pembuluh darah baru. Nantinya pembuluh darah baru akan melewati pembuluh darah koroner yang menyempit sehingga otot-otot jantung mendapat pasokan darah yang cukup untuk kebutuhan kerja jantung.

Walau hampir semua keadaan penyempitan di pembuluh darah koroner dapat dilakukan pemasangan ring, namun ada kondisi ‎tertentu yang membuat pasien lebih disarankan melakukan operasi bypass. "Kalau pasang ring lebih dari tiga kali biayanya mahal, risiko pemasangannya juga sama dengan operasi baypass. Dalam jangka panjang juga hasilnya lebih baik bypass, terutama jika pasien memiliki penyakit hipertensi atau diabetes," paparnya.

Sementara itu, pada pasien yang hanya memiliki satu sumbatan darah yang pendek disarankan untuk memasang ring. Biaya pemasangan ring sekarang sekitar Rp80 juta. "Kisaran segitu, tapi bervariasi. Bisa lebih mahal kalau ring yang dipasang lebih dari satu atau tingkat kesulitannya tinggi hingga butuh alat lebih banyak atau kondisi klinisnya berat, misalnya sedang mengalami serangan jantung," katanya. (Baca juga: Mobilnya Dipasang Bom, Ulama Top Suriah Meninggal)

Dalam prosedur pemasangan cincin, dokter akan melakukan bius lokal kepada pasien untuk memasukkan stent ke dalam pembuluh darah. Sementara operasi bypass dilakukan dengan membuka bagian dada pasien.

Melakukan pencegahan dini menjadi langkah awal mendeteksi serangan jantung yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Dokter spesialis jantung Mira Rahmawati menyarankan untuk orang-orang berusia lebih dari 30 tahun untuk melakukan pemeriksaan jantung. "Jadi kalau di atas 30 tahun, sebaiknya lakukan check up jantung untuk menilai risikonya sedang atau tinggi dalam lima tahun ke depan. Pencegahan jauh lebih baik ketimbang menunggu hingga penyakit jantung terlanjur datang," sarannya.

Jika merasa terkena serangan jantung, segeralah pergi ke instalasi gawat darurat ‎(IGD) untuk mendapatkan penanganan dari dokter. Menangani secepat mungkin perlu dilakukan agar otot jantung yang rusak tidak bertambah banyak. Tindakan dari dokter perlu dilakukan untuk membatasi kerusakan fungsi jantung. "Jangan tunggu serangan dulu baru kita urus karena kalau sudah kena serangan jantung urusannya sama waktu. Kalau tidak cepat ditangani ototnya semakin rusak," ucap Mira. (Lihat videonya: Diterjang Angin Puting Beliung, 109 Rumah Rusak di Bekasi Utara)

Selain jantung, masih ada penyakit yang tidak kalah mematikan seperti kanker, sakit paru-paru, stroke, diabetes, dan tuberkulosis. Pencegahan dini dan menjalankan pola hidup sehat menjadi kunci menjaga tubuh dari serangan penyakit-penyakit tersebut. (Aprilia S Andyna)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1266 seconds (0.1#10.140)