Hati Hati Cemburu Buta Bisa Termasuk Gangguan Delusi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gangguan delusi atau gangguan paranoid adalah tipe gangguan mental serius. Penderitanya tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana imajinasi.
Penderita gangguan delusi kerap membayangkan dirinya diikuti, ada yang ingin meracuni atau menyakitinya dan sebagainya. Penderita gangguan delusi
masih bisa bersosialisasi atau hidup secara normal.
Meski delusi adalah gejala gangguan yang lebih umum seperti skizofrenia, gangguan delusi sendiri sebetulnya cukup jarang terjadi. Gangguan ini
kebanyakan muncul di usia pertengahan hingga lanjut dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Mengutip dari Webmd, ada beberapa tipe
delusi:
• Erotomanic: penderita meyakini seseorang mencintainya dan berusahamenghubungi. Seringkali orang yang dimaksud adalah tokoh yang terkenal. Hal
ini bisa memicu perilaku menguntit.
Baca juga : Soal Vaksinasi WNI di Luar Negeri Negeri, Ini Kata Kemlu
• Grandiose: penderitanya percaya mereka memiliki kekuatan atau pengetahuan lebih dan identitas tertentu. Mereka meyakini punya bakat atau telah
membuat penemuan yang penting.
• Jealous: penderita tipe ini percaya bahwa pasangan mereka tidak setia.
Baca juga : Negara dengan Kematian Akibat Polusi Terbanyak di Dunia, Indonesia Urutan ke-4
• Persecutory: Penderita meyakini bahwa orang lain berniat jahat kepada mereka. Mereka sangat mungkin mengadu kepada petugas hukum terkait
perilaku tidak menyenangkan yang dialami.
• Somatic: penderita meyakini memiliki kekurangan fisik atau masalah kesehatan.
• Mixed: penderita mempunyai dua atau lebih tipe delusi dari yang sudah disebutkan di atas.
Baca juga : Ini Rekomendasi Dress Modern dan Klasik untuk Berbagai Acara
Selanjutnya, gejala gangguan delusi meliputi delusi yang tidak aneh, lalu menjadi sensitif, pemarah dan sering tidak mood.Serta sering
berhalusinasi misalnya mereka merasa memiliki masalah penciuman dan kerap mencium bau tak sedap.
Penyebab delusi belum diketahui. Tapi peneliti menganalisa peran genetik, biologis, dan lingkungan, serta faktor psikologikal yang berperan dalam
hal ini. Peneliti meneliti bagaimana gangguan delusi dapat terjadi ketika bagian otak tidak normal. Bagian otak yang abnormal yang mengontrol
persepsi dan pikiran, berhubungan dengan gejala delusi.
Baca juga : Gandeng Dokter Covid, Reebok Berikan Sepatu Edisi Superhero
Lalu, peneliti juga mengatakan bahwa stres bisa picu gangguan ini. Penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang juga bisa berkontribusi. Orang yang
menyendiri, atau memiliki pendengaran dan penglihatan yang buruk berpotensi menderita gangguan ini.
Untuk menangani gangguan delusi sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter dan diberikan obat-obatan guna mengatasi gangguan delusi. Pasien
juga akan menjalani psikoterapi. Ini adalah metode yang umum dalam menangani masalah kejiwaan.
Penderita gangguan delusi kerap membayangkan dirinya diikuti, ada yang ingin meracuni atau menyakitinya dan sebagainya. Penderita gangguan delusi
masih bisa bersosialisasi atau hidup secara normal.
Meski delusi adalah gejala gangguan yang lebih umum seperti skizofrenia, gangguan delusi sendiri sebetulnya cukup jarang terjadi. Gangguan ini
kebanyakan muncul di usia pertengahan hingga lanjut dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Mengutip dari Webmd, ada beberapa tipe
delusi:
• Erotomanic: penderita meyakini seseorang mencintainya dan berusahamenghubungi. Seringkali orang yang dimaksud adalah tokoh yang terkenal. Hal
ini bisa memicu perilaku menguntit.
Baca juga : Soal Vaksinasi WNI di Luar Negeri Negeri, Ini Kata Kemlu
• Grandiose: penderitanya percaya mereka memiliki kekuatan atau pengetahuan lebih dan identitas tertentu. Mereka meyakini punya bakat atau telah
membuat penemuan yang penting.
• Jealous: penderita tipe ini percaya bahwa pasangan mereka tidak setia.
Baca juga : Negara dengan Kematian Akibat Polusi Terbanyak di Dunia, Indonesia Urutan ke-4
• Persecutory: Penderita meyakini bahwa orang lain berniat jahat kepada mereka. Mereka sangat mungkin mengadu kepada petugas hukum terkait
perilaku tidak menyenangkan yang dialami.
• Somatic: penderita meyakini memiliki kekurangan fisik atau masalah kesehatan.
• Mixed: penderita mempunyai dua atau lebih tipe delusi dari yang sudah disebutkan di atas.
Baca juga : Ini Rekomendasi Dress Modern dan Klasik untuk Berbagai Acara
Selanjutnya, gejala gangguan delusi meliputi delusi yang tidak aneh, lalu menjadi sensitif, pemarah dan sering tidak mood.Serta sering
berhalusinasi misalnya mereka merasa memiliki masalah penciuman dan kerap mencium bau tak sedap.
Penyebab delusi belum diketahui. Tapi peneliti menganalisa peran genetik, biologis, dan lingkungan, serta faktor psikologikal yang berperan dalam
hal ini. Peneliti meneliti bagaimana gangguan delusi dapat terjadi ketika bagian otak tidak normal. Bagian otak yang abnormal yang mengontrol
persepsi dan pikiran, berhubungan dengan gejala delusi.
Baca juga : Gandeng Dokter Covid, Reebok Berikan Sepatu Edisi Superhero
Lalu, peneliti juga mengatakan bahwa stres bisa picu gangguan ini. Penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang juga bisa berkontribusi. Orang yang
menyendiri, atau memiliki pendengaran dan penglihatan yang buruk berpotensi menderita gangguan ini.
Untuk menangani gangguan delusi sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter dan diberikan obat-obatan guna mengatasi gangguan delusi. Pasien
juga akan menjalani psikoterapi. Ini adalah metode yang umum dalam menangani masalah kejiwaan.
(sal)