Virus Nipah Disebut Akan Menjadi Epidemi Baru, Ini Penjelasan Epidemolog!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Belum selesai masalah dengan SarsCov2, kini virus lain tengah merebak. Virus yang dikenal dengan nama virus Nipah ini (NiV) bisa menyebabkan penyakit mulai dari ringan hingga berat. Sebut saja pembengkakan otak (encephalitis) dan potensi kematian, dikutip dari CDC.Gov.
Gejala umumnya muncul di 4-14 hari setelah terekspos virus. Penyakitnya sendiri biasanya sekira 3-14 hari dengan demam dan sakit kepala. Seringkali ditandai dengan masalah pernapasan seperti batuk, radang tenggorokan, hingga kesulitan bernapas.
Kemungkinan diikuti dengan encephalitis, dimana gejalanya bisa meliputi mengantuk, disorientasi, dan kebingungan mental yang kemudian dapat berkembang menjadi koma dalam 24-48 jam.
Kematian bisa terjadi dalam 40-75% kasus. Efek samping penyintas virus ini, diketahui terjadj kejang arau perubahan perilaku. Dilaporkan juga terjadi kekambuhan kembali setelah sembuh dalam hitungan bulanan maupun tahunan setelah terinfeksi. Virus ini sendiri belum ada vaksinnya. Di tahun 1998, virus Nipah pernah menjadi wabah di Malaysia dan Singapura.
Baca Juga : Waspada! Virus Nipah Jadi Pandemi Baru di Asia, Kenali Penyakitnya
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, menyebutkan bahwa virus Nipah ini ditularkan lewat cairan, seperti darah, urin, dan air liur dari hewan yang terinfeksi virus tersebut.
Hewan yang terinfeksi ini seperti kelelawar atau babi. Dimana manusia melalukan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi tersebut lewat cairan arau tubuh mereka.
Makanan pun dapat terkontaminasi cairan hewan yang telah terinfeksi tersebut. Contohnya buah-buahan yang terkena air liur atau air seni dari hewan yang sudah terinfeksi virus Nipah. Pasien yang terkena virus ini juga dapat menularkan ke orang lain.
Meski begitu, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan terhadap ancaman virus Nipah. Mengingat virus tersebut ditularkan lewat babi yang jarang atau amat rendah konsumsinya pada masyarakat di Tanah Air yang sebagian besar beragama muslim.
“Virus Nipah ini sudah ada sejak lama di negara tetangga. Penularannya lewat hewan babi, tapi sebagian besar masyarakat kita tidak konsumsi babi. Nah, di Malaysia dan Singapur pernah ada wabahnya,” kata Pandu saat dihubungi ponselnya.
Ia melanjutkan, cara pencegahan dari virus ini sebetulnya mudah. Yaitu memastikan konsumsi makanan yang baik dan matang. “Untungnya konsumsi hewan babi jarang disini, beda keadaannya dengan flu unggas yang pernah terjadi dulu misalnya. Karena sebagian besar masyarakat makan unggas,” kata Pandu.
Baca Juga : Yuk, Kenali Gejala Virus Nipah yang Bisa Sebabkan Koma
Menurut Pandu momen ini sebenarnya bisa digunakan oleh pemerintah untuk semakin menguatkan konsep One Health. One Health (satu kesehatan) didefinisikan sebagai suatu upaya kolaboratif dari berbagai sektor, utamanya kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global untuk mencapai kesehatan yang optimal.
Pengendalian penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance (AMR) memerlukan kolaborasi multisektor, tidak hanya terbatas pada kesehatan dan pertanian, tetapi juga dengan kehutanan, lingkungan dan pendidikan.
Gejala umumnya muncul di 4-14 hari setelah terekspos virus. Penyakitnya sendiri biasanya sekira 3-14 hari dengan demam dan sakit kepala. Seringkali ditandai dengan masalah pernapasan seperti batuk, radang tenggorokan, hingga kesulitan bernapas.
Kemungkinan diikuti dengan encephalitis, dimana gejalanya bisa meliputi mengantuk, disorientasi, dan kebingungan mental yang kemudian dapat berkembang menjadi koma dalam 24-48 jam.
Kematian bisa terjadi dalam 40-75% kasus. Efek samping penyintas virus ini, diketahui terjadj kejang arau perubahan perilaku. Dilaporkan juga terjadi kekambuhan kembali setelah sembuh dalam hitungan bulanan maupun tahunan setelah terinfeksi. Virus ini sendiri belum ada vaksinnya. Di tahun 1998, virus Nipah pernah menjadi wabah di Malaysia dan Singapura.
Baca Juga : Waspada! Virus Nipah Jadi Pandemi Baru di Asia, Kenali Penyakitnya
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, menyebutkan bahwa virus Nipah ini ditularkan lewat cairan, seperti darah, urin, dan air liur dari hewan yang terinfeksi virus tersebut.
Hewan yang terinfeksi ini seperti kelelawar atau babi. Dimana manusia melalukan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi tersebut lewat cairan arau tubuh mereka.
Makanan pun dapat terkontaminasi cairan hewan yang telah terinfeksi tersebut. Contohnya buah-buahan yang terkena air liur atau air seni dari hewan yang sudah terinfeksi virus Nipah. Pasien yang terkena virus ini juga dapat menularkan ke orang lain.
Meski begitu, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan terhadap ancaman virus Nipah. Mengingat virus tersebut ditularkan lewat babi yang jarang atau amat rendah konsumsinya pada masyarakat di Tanah Air yang sebagian besar beragama muslim.
“Virus Nipah ini sudah ada sejak lama di negara tetangga. Penularannya lewat hewan babi, tapi sebagian besar masyarakat kita tidak konsumsi babi. Nah, di Malaysia dan Singapur pernah ada wabahnya,” kata Pandu saat dihubungi ponselnya.
Ia melanjutkan, cara pencegahan dari virus ini sebetulnya mudah. Yaitu memastikan konsumsi makanan yang baik dan matang. “Untungnya konsumsi hewan babi jarang disini, beda keadaannya dengan flu unggas yang pernah terjadi dulu misalnya. Karena sebagian besar masyarakat makan unggas,” kata Pandu.
Baca Juga : Yuk, Kenali Gejala Virus Nipah yang Bisa Sebabkan Koma
Menurut Pandu momen ini sebenarnya bisa digunakan oleh pemerintah untuk semakin menguatkan konsep One Health. One Health (satu kesehatan) didefinisikan sebagai suatu upaya kolaboratif dari berbagai sektor, utamanya kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global untuk mencapai kesehatan yang optimal.
Pengendalian penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance (AMR) memerlukan kolaborasi multisektor, tidak hanya terbatas pada kesehatan dan pertanian, tetapi juga dengan kehutanan, lingkungan dan pendidikan.
(wur)