Menginfeksi Lebih dari 8.800 Orang di India, Ini Bahaya Jamur Hitam yang Mematikan!

Kamis, 27 Mei 2021 - 12:30 WIB
loading...
Menginfeksi Lebih dari 8.800 Orang di India, Ini Bahaya Jamur Hitam yang Mematikan!
Di India, jamur hitam sudah menginfeksi lebih dari 8.800 orang. Foto/timesofindia
A A A
JAKARTA - Belum selesai melawan Covid-19 , India kini juga harus berperang melawan jamur hitam. Ya Infeksi jamur hitam menjadi topik hangat belakangan ini, karena banyak pasien Covid-19 di India yang mengalami masalah kesehatan tersebut. Salah satu penyebab infeksi mematikan itu adalah penggunaan jangka panjang obat steroid.

Ya, dalam proses pemulihan Covid-19, pasien sudah pasti mengonsumsi sejumlah obat dan salah satunya adalah obat yang mengandung steroid. Karena penggunaannya jangka panjang, ini yang kemudian memicu jamur hitam muncul di organ dalam tubuh.

Secara lebih detail, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menerangkan bahwa jamur hitam ini tak seperti jamur yang biasa Anda makan. Jamur ini hanya bisa dilihat melalui mikroskop.

Baca Juga : Setelah Jamur Hitam, India Diserang Jamur Kuning yang Biasa Ditemukan pada Reptil

"Jamur hitam ini bukan seperti jamur merang. Ini adalah jamur yang sangat halus wujudnya dan hanya kelihatan oleh mikroskop. Jamur hitam ini ada di mana-mana, misal di tanah dan di bahan organik seperti daun," kata Prof Beri di Twitter. Cuitannya sudah mendapat izin untuk dikutip MNC Portal Indonesia.

Nah, dalam dunia medis jamur hitam ini punya sebutan sendiri yaitu mukormikosis atau infeksi jamur yang langka. Menurut penjelasan Prof Beri, penyakit ini biasanya tidak melahirkan ancaman serius bagi orang dengan sistem kekebalan tubuh yang baik.

"Tapi, beda cerita jika jamur ini muncul di kondisi tubuh dengan antibodi lemah. Siapa saja orang-orang itu? Contohnya pasien lupus yang minum Methylprednisolone dosis tinggi dalam jangka waktu lama. Termasuk juga pasien diabetes dan kanker, serta penerima transplantasi organ atau sel induk, pun penggunaan steroid jangka panjang," paparnya.

Prof Beri melanjutkan, apakah artinya orang dengan lupus, HIV/AIDS, diabetes, dan kanker mudah terinfeksi jamur? Jawabannya iya. Sebab, jamur menyerang orang yang kekebalan tubuhnya rendah.

"Di tempat praktik, saya sering menemukan jamur Candida pada orang dengan lupus. Demikia pula pasien kanker," katanya.

Lalu, bagaimana sebetulnya karakter jamur hitam ini?

"Sebetulnya si jamur ini teman bagi tubuh manusia, tapi karena dia menginfeksi secara oportunis, maka ketika tubuh lagi lemah, ya, dia akan jadi jahat. Bisa merusak organ tubuh," jawab Prof Beri.

Pertanyaan berikutnya adalah apakah ada obatnya di Indonesia? Prof Beri pun mengatakan ada, namanya Amphotericin B. "Dulu, pada era HIV/AIDS sedang menjadi isu besar dan belum ada obat Antiretroviral (ARV), jamur itu jadi sosok yang menakutkan. Saat itu pasien HIV/AIDS banyak memakai obat Ketoconazole, Itraconazole, termasuk Amphotericin B," kata Prof Beri.

Lantas, apa hubungannya dengan Covid-19?

"Pasien Covid-19 itu mendapatkan obat dalam penanganannya. Misalnya obat antibiotik. Nah, kalau terlalu lama juga bisa menyebabkan keseimbangan antara kuman dan berbagai bakteri di tubuh jadi terganggu. Sehingga, jamur yang tadinya dianggap tubuh sebagai teman dan tidak bikin sakit, malah jadi bikin sakit ketika kekebalan tubuh menurun. Bahkan, sakit parah," terangnya.

Jamur hitam ini, kata Prof Beri, menyerang banyak orang tubuh. Mulai dari hidung yang awalnya menyebabkan mimisan, lalu kerusakan pada lamgit-langit di atas lidah, kelainan mata yang bikin jadi berbayang penglihatannya, dan bisa juga masuk ke otak yang menyebabka stroke.

Baca Juga : Bangladesh Deteksi 2 Kasus Penyakit Langka Jamur Hitam di Ibu Kota

"Kondisi tersebut yang kini tengah dihadapi pasien Covid-19 di India. Makanya, infeksi jamur hitam ini dikatakan mematikan," tambah Prof Beri.

"Data terbaru di India menjelaskan bahwa ada lebih dari 8.800 kasus jamur hitam yang mematikan di tengah kasus Covid-19 yang terus meningkat. Penyakit ini menjangkiti ribuan pasien Covid-19, baik yang sudah pulang dari rumah sakit ataupun pasien yang masih dalam tahap pemulihan," imbuh Prof Beri.

(wur)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.8146 seconds (0.1#10.140)