Masih Tertinggal, China Berupaya Keras Kembangkan Vaksin Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - China sedang berusaha memperluas pengembangan vaksin Covid-19 . Saat ini sebanyak 20 kandidat pengembang vaksin Covid-19 sedang diuji dalam tahap uji klinis.
Baca juga: Kenakan Pakaian Serba Hitam, Ria Ricis Berdoa di Samping Pusara sang Ayah
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Direktur Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Medis dari Komisi Kesehatan Nasional, Zheng Zhongwei.
"China berada di phalanx pertama dunia dalam hal jumlah vaksin Covid-19. Kami sedang dalam proses. Meski demikian, kami harus mengakui bahwa perusahaan vaksin kami masih tertinggal dalam hal melakukan uji coba klinis internasional. Kami masih memiliki kekurangan dalam penelitian dasar beberapa teknologi baru," terang Zheng seperti dikutip South China Morning Post, Sabtu (5/6).
Dari 20 kandidat vaksin yang telah memasuki tahap klinis, delapan di antaranya telah disetujui untuk uji coba fase tiga di luar negeri. Saat ini China telah menyediakan lebih dari 350 juta dosis vaksin Covid-19 ke luar negeri pada 31 Mei 2021. Negeri irai Bambu tersebut juga telah memberikan 723,5 juta dosis vaksin secara nasional pada 3 Juni 2021.
Menurut Unicef, Amerika Serikat (AS) berada di puncak dunia sebagai rumah bagi 110 pengembang vaksin. Diikuti oleh 41 pengembang di China dan 22 di Kanada. Badan PBB mengatakan produsen dari berbagai negara mungkin bekerjasama dalam satu vaksin dan beberapa perusahaan mungkin memiliki banyak vaksin dalam pengembangan.
Saat ini, China telah memimpin dalam pasokan global vaksin Covid-19 yang dimulai sebelum dua produk vaksinnya terdaftar untuk penggunaan darurat (EUA) oleh World Health Organization (WHO). Isu keamanan vaksin yang melibakan industri farmasi lokal mengikis kepercayaan vaksin di negara tersebut.
Pada 2018 pembuat vaksin Changchun Changsheng Bio-technology ditemukan telah menjual lebih dari 250 ribu vaksin. Vaksin yang mereka produksi adalah vaksin DPT (Difteri-batuk-tetanus) yang dikhusukan untuk bayi.
Pada Mei 2020, Presiden China, Xi Jinping berjanji bahwa vaksin Covid-19 akan menjadi barang publik global selama masa pandemi. Negara tersebut telah mengembangkan vaksin berdasarkan empat platform teknologi, termasuk virus tradisional yang tidak aktif dan teknologi mRNA baru.
China juga telah meningkatkan kapasitas produksinya untuk memasok 1,4 miliar penduduk dan dunia. Sinopharm yang merupakan perusahaan milik pemerintah dapat memproduksi hingga 5 miliar dosis vaksin per tahun.
Tetapi vaksin China yang disetujui WHO tidak sesuai dengan efikasi vaksin mRNA yang lebih dari 90 persen dan digunakan secara luas di AS dan Eropa. Anak perusahaan Sinopharm di Beijing hanya memiliki vaksin dengan 79 persen efikasi dalam melawan penyakit simtomatik, sementara Sinovac 51 persen efektif, menurut WHO.
Mayor Jenderal Chen yang memimpin tim di Akademi Ilmu Kedokteran Militer ikut mengembangkan vaksin dengan perusahaan CanSino Biologics yang berbasis di Tianjin. Vaksin satu dosis tersebut adalah yang pertama diproduksi oleh tim dan disetujui untuk penggunaan umum pada Februari 2021. CanSino mengatakan vaksin sekali pakai itu 65,28 persen efektif dalam mencegah infeksi bergejala 28 hari setelah vaksinasi. Kesimpulan tersebut diperoleh menurut analisis sementara dari uji klinis fase 3.
Baca juga: Atta Halilintar Perkenalkan Klub Sepak Bolanya, AHHA PS Pati FC
Vaksin tersebut dapat disimpan dan dikirim pada suhu 2-8 derajat Celcius (38-46F). Sehingga lebih mudah diakses, terutama ke daerah dengan kesehatan masyarakat yang kurang terlayani. Vaksin itu dibangun di atas platform teknologi menggunakan vektor virus berbasis adenovirus yang telah dipelajari sejak 2003 dan menghasilkan vaksin Ebola.
Baca juga: Kenakan Pakaian Serba Hitam, Ria Ricis Berdoa di Samping Pusara sang Ayah
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Direktur Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Medis dari Komisi Kesehatan Nasional, Zheng Zhongwei.
"China berada di phalanx pertama dunia dalam hal jumlah vaksin Covid-19. Kami sedang dalam proses. Meski demikian, kami harus mengakui bahwa perusahaan vaksin kami masih tertinggal dalam hal melakukan uji coba klinis internasional. Kami masih memiliki kekurangan dalam penelitian dasar beberapa teknologi baru," terang Zheng seperti dikutip South China Morning Post, Sabtu (5/6).
Dari 20 kandidat vaksin yang telah memasuki tahap klinis, delapan di antaranya telah disetujui untuk uji coba fase tiga di luar negeri. Saat ini China telah menyediakan lebih dari 350 juta dosis vaksin Covid-19 ke luar negeri pada 31 Mei 2021. Negeri irai Bambu tersebut juga telah memberikan 723,5 juta dosis vaksin secara nasional pada 3 Juni 2021.
Menurut Unicef, Amerika Serikat (AS) berada di puncak dunia sebagai rumah bagi 110 pengembang vaksin. Diikuti oleh 41 pengembang di China dan 22 di Kanada. Badan PBB mengatakan produsen dari berbagai negara mungkin bekerjasama dalam satu vaksin dan beberapa perusahaan mungkin memiliki banyak vaksin dalam pengembangan.
Saat ini, China telah memimpin dalam pasokan global vaksin Covid-19 yang dimulai sebelum dua produk vaksinnya terdaftar untuk penggunaan darurat (EUA) oleh World Health Organization (WHO). Isu keamanan vaksin yang melibakan industri farmasi lokal mengikis kepercayaan vaksin di negara tersebut.
Pada 2018 pembuat vaksin Changchun Changsheng Bio-technology ditemukan telah menjual lebih dari 250 ribu vaksin. Vaksin yang mereka produksi adalah vaksin DPT (Difteri-batuk-tetanus) yang dikhusukan untuk bayi.
Pada Mei 2020, Presiden China, Xi Jinping berjanji bahwa vaksin Covid-19 akan menjadi barang publik global selama masa pandemi. Negara tersebut telah mengembangkan vaksin berdasarkan empat platform teknologi, termasuk virus tradisional yang tidak aktif dan teknologi mRNA baru.
China juga telah meningkatkan kapasitas produksinya untuk memasok 1,4 miliar penduduk dan dunia. Sinopharm yang merupakan perusahaan milik pemerintah dapat memproduksi hingga 5 miliar dosis vaksin per tahun.
Tetapi vaksin China yang disetujui WHO tidak sesuai dengan efikasi vaksin mRNA yang lebih dari 90 persen dan digunakan secara luas di AS dan Eropa. Anak perusahaan Sinopharm di Beijing hanya memiliki vaksin dengan 79 persen efikasi dalam melawan penyakit simtomatik, sementara Sinovac 51 persen efektif, menurut WHO.
Mayor Jenderal Chen yang memimpin tim di Akademi Ilmu Kedokteran Militer ikut mengembangkan vaksin dengan perusahaan CanSino Biologics yang berbasis di Tianjin. Vaksin satu dosis tersebut adalah yang pertama diproduksi oleh tim dan disetujui untuk penggunaan umum pada Februari 2021. CanSino mengatakan vaksin sekali pakai itu 65,28 persen efektif dalam mencegah infeksi bergejala 28 hari setelah vaksinasi. Kesimpulan tersebut diperoleh menurut analisis sementara dari uji klinis fase 3.
Baca juga: Atta Halilintar Perkenalkan Klub Sepak Bolanya, AHHA PS Pati FC
Vaksin tersebut dapat disimpan dan dikirim pada suhu 2-8 derajat Celcius (38-46F). Sehingga lebih mudah diakses, terutama ke daerah dengan kesehatan masyarakat yang kurang terlayani. Vaksin itu dibangun di atas platform teknologi menggunakan vektor virus berbasis adenovirus yang telah dipelajari sejak 2003 dan menghasilkan vaksin Ebola.
(nug)