Lebih Cepat Menular, Ini 4 Hal Tentang Virus Varian Delta yang Harus Diketahui!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Virus corona baru varian Delta yang pertamakali terdeteksi di India kini sudah menyebar ke banyak negara, termasuk di Indonesia. Virus asal India tersebut kini sudah terdeteksi di Kudus, DKI Jakarta, dan Bangkalan.Varian yang awalnya disebut dengan nama kode B.1.617.2 tersebut, kini telah resmi disebut dengan nama varian Delta oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghindari stigma ke negara yang terkait.
Sebagai salah satu langkah antisipasi, ada baiknya kita mengetahui fakta-fakta terkait virus varian Delta tersebut. Mewarta Huffingtonpost, Senin (14/6/2021) mari simak ulasan singkat empat hal seputar virus varian Delta yang harus diketahui.
1. Penyebaran: Varian Delta pertama kali terdeteksi pada Desember 2020 di India, dari sini lah kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia dan bahkan menjadi strain virus yang mendominasi di Inggris. Saat ini diperkirakan virus varian Delta ada di 6,1 persen kasus positif Covid-19 di Amerika Serikat dan hingga 18 persen di beberapa negara bagian Barat dan Barat Tengah.
Baca Juga : Hati-Hati! Ahli Sebut Gejala Infeksi Varian Delta COVID-19 Akan Lebih Sakit
2. Mutasi : Varian Delta hadir dengan beberapa mutasi yang diidentifikasi pada varian Covid-19 sebelumnya, yang unik dari varian ini adalah bahwa mutasi yang dideteksi secara terpisah dalam varian yang berbeda sekarang terjadi bersama-sama dalam strain yang sama. Benjamin Neuman, kepala ahli virus di Penelitian Kesehatan Global Universitas Texas A&M Complex menyebutkan mutasi ini bisa mengubah cara virus menempel pada sel, membuat aktivasi jadi lebih mudah dan memblokir beberapa (meski tidak semua) antibodi yang paling baik,” kata Benjamin.
3. Lebih menular : Data dari laporan awla menyebutkan, varian Deltan ini lebih menular daripada virus origin penyebab Covid-19 yang asli, SARS-CoV-2. Persentasenya hingga 40 persen loh! Selain itu, ada juga laporan anekdotal yang menyebutkan, virus varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah dan gejala aneh seperti gangren dan gangguan pendengaran. “Sepertinya, varian Delta punya mutasi yang terkait dengan peningkatan penularan yang terlihat pada varian lain juga, dan tampaknya mengungguli versi lain dari SARS-CoV-2,” ujar Amesh Adalja, ahli penyakit menular dan senior di Johns Hopkins University Center for Health Security.
Baca Juga : Virus Corona Baru, Kemenkes: Waspada Super Spreader Varian Delta Covid-19
4. Proteksi vaksin : Sebuah studi dari Public Health England mendapati, dua dosis vaksin Pfizer punya level keefektivitasan 88 persen terhadap penyakit simtomatik dari varian Delta. Sementara untuk vaksin AstraZeneca, dua dosis vaksin ini dikatakan mencapai 60% efektif melawan penyakit simtomatik. Kuncinya adalah dosis lengkap, dua kali suntikan. Jika AstraZeneca dan Pfizer yang diterima hanya satu kali dosis, tingkatnya efektif melawan varian Delta hanya berada di angka 33 persen. Lalu bagaimana dengan vaksin selain Pfizer dan AstraZeneca? Amesh Adalja menegaskan tak perlu khawatir, sebab pada dasarnya semua varian kalah dengan vaksin. “’Vaksin efektif melawan kesakitan parah hingga rawat inap dan kematian, yang penting bagi saya, lebih ke penyakit parah, rawat inap dan kematian. Merujuk hal-hal itu, semua varian pada dasarnya kalah dengan vaksin,” kata Adalja.
Sebagai salah satu langkah antisipasi, ada baiknya kita mengetahui fakta-fakta terkait virus varian Delta tersebut. Mewarta Huffingtonpost, Senin (14/6/2021) mari simak ulasan singkat empat hal seputar virus varian Delta yang harus diketahui.
1. Penyebaran: Varian Delta pertama kali terdeteksi pada Desember 2020 di India, dari sini lah kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia dan bahkan menjadi strain virus yang mendominasi di Inggris. Saat ini diperkirakan virus varian Delta ada di 6,1 persen kasus positif Covid-19 di Amerika Serikat dan hingga 18 persen di beberapa negara bagian Barat dan Barat Tengah.
Baca Juga : Hati-Hati! Ahli Sebut Gejala Infeksi Varian Delta COVID-19 Akan Lebih Sakit
2. Mutasi : Varian Delta hadir dengan beberapa mutasi yang diidentifikasi pada varian Covid-19 sebelumnya, yang unik dari varian ini adalah bahwa mutasi yang dideteksi secara terpisah dalam varian yang berbeda sekarang terjadi bersama-sama dalam strain yang sama. Benjamin Neuman, kepala ahli virus di Penelitian Kesehatan Global Universitas Texas A&M Complex menyebutkan mutasi ini bisa mengubah cara virus menempel pada sel, membuat aktivasi jadi lebih mudah dan memblokir beberapa (meski tidak semua) antibodi yang paling baik,” kata Benjamin.
3. Lebih menular : Data dari laporan awla menyebutkan, varian Deltan ini lebih menular daripada virus origin penyebab Covid-19 yang asli, SARS-CoV-2. Persentasenya hingga 40 persen loh! Selain itu, ada juga laporan anekdotal yang menyebutkan, virus varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah dan gejala aneh seperti gangren dan gangguan pendengaran. “Sepertinya, varian Delta punya mutasi yang terkait dengan peningkatan penularan yang terlihat pada varian lain juga, dan tampaknya mengungguli versi lain dari SARS-CoV-2,” ujar Amesh Adalja, ahli penyakit menular dan senior di Johns Hopkins University Center for Health Security.
Baca Juga : Virus Corona Baru, Kemenkes: Waspada Super Spreader Varian Delta Covid-19
4. Proteksi vaksin : Sebuah studi dari Public Health England mendapati, dua dosis vaksin Pfizer punya level keefektivitasan 88 persen terhadap penyakit simtomatik dari varian Delta. Sementara untuk vaksin AstraZeneca, dua dosis vaksin ini dikatakan mencapai 60% efektif melawan penyakit simtomatik. Kuncinya adalah dosis lengkap, dua kali suntikan. Jika AstraZeneca dan Pfizer yang diterima hanya satu kali dosis, tingkatnya efektif melawan varian Delta hanya berada di angka 33 persen. Lalu bagaimana dengan vaksin selain Pfizer dan AstraZeneca? Amesh Adalja menegaskan tak perlu khawatir, sebab pada dasarnya semua varian kalah dengan vaksin. “’Vaksin efektif melawan kesakitan parah hingga rawat inap dan kematian, yang penting bagi saya, lebih ke penyakit parah, rawat inap dan kematian. Merujuk hal-hal itu, semua varian pada dasarnya kalah dengan vaksin,” kata Adalja.
(wur)