Katon Bagaskara Ungkap Momen Terberat KLa Project: Masyarakat Sudah Tak Bisa Terima
loading...
A
A
A
JAKARTA - Grup musik KLa Project akhirnya mengibarkan 'bendera putih' di dunia permusikan Tanah Air. Sang frontman, Katon Bagaskara , mengungkap alasan KLa Project terpaksa berhenti mengeluarkan karya terbaru.
"Sempat (berhenti merilis lagu) itu, kita sudah merasa sudah memberikan semuanya tapi apresiasinya nggak balik," kata pemilik nama asli Ignatius Bagaskoro Katon kepada MNC Portal Indonesia.
Sejatinya, Katon mengaku KLa Project memiliki konsep musik yang berbeda dari band kebanyakan. Hanya, mereka merasa apresiasi masyarakat Indonesia terhadap karya setelah Yogyakarta kian menurun.
"Kita kan ingin nggak mau ada pengulangan dalam album, kita aransement lagi, progres lagi. Sampai pada satu titik kelihatannya masyarakat sudah tidak bisa menerima," ungkap Katon.
Lebih jauh, grup band yang terbentuk sejak 1988 ini merasa penjualan karyanya di pasaran terus merosot. Terlebih, tuntutan para fans mendesak KLa Project agar menghasilkan karya seperti awal kemunculannya.
"Penjualannya juga sudah tidak terlalu besar. Kemudian mereka kayaknya minta kita balik lagi ke musik seperti dulu," ujarnya.
Katon pun meyakini jika grup bandnya kembali mengeluarkan single mirip Yogyakarta, tembang tersebut tak akan laku keras.
Dia mengklaim, momen yang ada di hits Yogyakarta tak bisa terulang pada era digitalisasi saat ini.
"Saya berani taruhan kita bikin lagu kayak Yogyakarta lagi belum tentu laku. Karena musik itu melihat waktu dan momen. Musik itu memang harus bergerak terus," katanya.
Hal ini menjadi ihwal KLa Project memutuskan untuk berhenti mengeluarkan karya terbarunya.
"Saat itu kita sudah tidak di apresiasi dengan baik secara pasar maupun fans ya sudah kita putuskan berhenti aja deh berkarya," tutur Katon.
Meski demikian, KLa Project baru saja mendistribusikan salah satu lagunya lewat Non-Fungible Token alias NFT.
Disisa kejayaannya, Katon berharap penikmat musik Tanah Air bisa lebih menghargai karya dari para musisi.
"Akhirnya kita bekerja samalah, 'yuk kita bikin NFT itu' sesuatu yang tidak bisa dipertukarkan, sesuatu yang dimiliki oleh orang yang memang suka. Soalnya sekarang orang beli CD juga udah nggak perlu, semuanya gratisan ya kan. Tinggal nonton di streaming aja," jelas Katon.
"Kita mau menghargai orang yang bisa menghargai seniman musik juga," pungkasnya.
"Sempat (berhenti merilis lagu) itu, kita sudah merasa sudah memberikan semuanya tapi apresiasinya nggak balik," kata pemilik nama asli Ignatius Bagaskoro Katon kepada MNC Portal Indonesia.
Sejatinya, Katon mengaku KLa Project memiliki konsep musik yang berbeda dari band kebanyakan. Hanya, mereka merasa apresiasi masyarakat Indonesia terhadap karya setelah Yogyakarta kian menurun.
"Kita kan ingin nggak mau ada pengulangan dalam album, kita aransement lagi, progres lagi. Sampai pada satu titik kelihatannya masyarakat sudah tidak bisa menerima," ungkap Katon.
Baca Juga
Lebih jauh, grup band yang terbentuk sejak 1988 ini merasa penjualan karyanya di pasaran terus merosot. Terlebih, tuntutan para fans mendesak KLa Project agar menghasilkan karya seperti awal kemunculannya.
"Penjualannya juga sudah tidak terlalu besar. Kemudian mereka kayaknya minta kita balik lagi ke musik seperti dulu," ujarnya.
Katon pun meyakini jika grup bandnya kembali mengeluarkan single mirip Yogyakarta, tembang tersebut tak akan laku keras.
Dia mengklaim, momen yang ada di hits Yogyakarta tak bisa terulang pada era digitalisasi saat ini.
"Saya berani taruhan kita bikin lagu kayak Yogyakarta lagi belum tentu laku. Karena musik itu melihat waktu dan momen. Musik itu memang harus bergerak terus," katanya.
Hal ini menjadi ihwal KLa Project memutuskan untuk berhenti mengeluarkan karya terbarunya.
"Saat itu kita sudah tidak di apresiasi dengan baik secara pasar maupun fans ya sudah kita putuskan berhenti aja deh berkarya," tutur Katon.
Meski demikian, KLa Project baru saja mendistribusikan salah satu lagunya lewat Non-Fungible Token alias NFT.
Disisa kejayaannya, Katon berharap penikmat musik Tanah Air bisa lebih menghargai karya dari para musisi.
"Akhirnya kita bekerja samalah, 'yuk kita bikin NFT itu' sesuatu yang tidak bisa dipertukarkan, sesuatu yang dimiliki oleh orang yang memang suka. Soalnya sekarang orang beli CD juga udah nggak perlu, semuanya gratisan ya kan. Tinggal nonton di streaming aja," jelas Katon.
"Kita mau menghargai orang yang bisa menghargai seniman musik juga," pungkasnya.
(hri)