Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 18 Bagian 11
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Suling Emas
"Orang she Kwee ini dengan aku pun mempunyai perhitungan lama yang belum dibereskan, Pouw-pangcu." Kata Ma Thai Kun yang tidak suka banyak bicara lalu maju menerjang Kim-mo Taisu dengan pukulan yang mengeluarkan sinar merah. Melihat tangan yang kemerahan itu, maklumlah Kim-mo Taisu bahwa Ma Thai Kun telah dapat menyempurnakan Ang-tok-ciang (Tangan Racun Merah) yang memang telah dimilikinya sejak dahulu.
Namun, ketika ia mengelak, kagetlah ia karena dari kepalan tangan merah itu tampak uap mengepul putih yang seakan-akan menyambar mukanya dengan hawa pukulan yang amat hebat. Biarpun pukulan itu tidak mengenai sasaran, namun hawa pukulannya yang berupa uap putih itu masih merupakan ancaman hebat. Dengan kaget Kim-mo Taisu mencelat mundur dan mengatur sikap, karena lawannya ini ternyata telah maju amat pesat kepandaiannya.
Memang sesungguhnya tepat dugaan Kim-mo Taisu itu. Kini Ma Thai Kun yang meninggalkan Beng-kauw, bertahun-tahun bertapa sambil menggembleng diri sehingga ia berhasil menyempurnakan Ang-tok-ciang sedemikian rupa dan merobahnya menjadi ilmu pukulan yang ia namakan Cui-beng-ciang, (Tangan Pengejar Nyawa)! Kembali Ma Thai Kun menerjang maju, dari kedua tangannya keluar hawa pukulan berputar-putar yang amat panas. Terpaksa kali ini Kwee Seng menggunakan Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti) untuk menangkis karena selain tak mungkin menghadapi desakan lawan tangguh hanya dengan berkelit, juga ia ingin menguji kekuatan lawan.
Ketika kedua lengan bertemu, Ma Thai Kun kaget sekali karena merasa betapa tanaganya seperti tenggelam dan tangan lawan sedemikian lunaknya sehingga ilmunya Cui-beng-ciang tidak berpengaruh sedikitpun, sebaliknya ada hawa dingin yang menjalar dari tangannya sampai ke pangkal lengan. Oleh karena ini, cepat ia menarik tangannya, menjatuhkan diri kebelakang dan bergulingan.
Hanya dengan cara ini ia dapat terbebas dari pengaruh Bian-sin-kun. Sambil melompat berdiri, diam-diam Ma Thai Kun juga maklum bahwa ilmu kepandaian Kwee Seng ternyata telah meningkat hebat. Maka ia bersikap hati-hati dan menyerang lagi dengan Cui-beng-ciang, ditujukan ke arah anggota tubuh yang berbahaya, tidak mau lagi bertanding mengadu tenaga seperti tadi.
Ban-pi Lo-cia tertawa bergelak. "Hua-ha-ha-ha, Kim-mo Taisu. Kiranya kau telah memperoleh sedikit kemajuan, pantas saja kau berani berlagak. Kaumakan cambukku !" ucapan ini disusul suara ledakan cambuk di udara dan tampaklah gulungan sinar hitam yang membentuk lingkaran-lingkaran besar kecil melayang dari tangan Ban-pi Lo-cia. Itulah cambuknya yang hebat, yang terkenal sebagai senjata tunggalnya yang ampuh disebut Lui-kong-pian (Cambuk Petir), terbuat daripada sirip dan ekor ular laut hitam yang hanya dapat ditemukan di laut utara, di antara gunung-gunung es!
"Bagus! Kalian pengecut-pengecut besar boleh mengeroyokku!" Kim-mo Taisu tertawa mengejek dan berkelebat cepat menyelinap di antara garis-garis lingkaran yang dibentuk sinar cambuk, kemudian membalas lawan lama ini dengan sebuah tendangan kilat. Ketika Ban-pi Lo-cia menangkis tendangan ini dengan tangan kirinya, Kim-mo Taisu mempergunakan tenaga tangkisan lawan untuk mencelat ke arah Ma Thai Kun dan sudah mendahului orang she Ma ini dengan sebuah gerakan dari ilmu silat Lo-hai-kun (Pengacau Lautan).
Demikian cepat dan tak terduga gerakannya ini sehingga biarpun Ma Thai Kun sudah cepat menangkis, namun pundaknya masih kena tampar, kelihatannya tidak keras namun cukup membuat Ma Thai Kun terlempar dan bergulingan sampai lima meter jauhnya! Namun Ma Thai Kun memiliki kekebalan, dan tenaga dalamnya sudah cukup kuat, maka ia dapat melompat bangun kembali sambil menerjang maju dengan kemarahan meluap-luap.
Pada saat itu, murid Ban-pi Lo-cia yang bernama Lauw Kiat sudah maju pula. Dia ini bersenjatakan sebuah tongkat dan gerakannya ternyata cukup hebat. Pemuda ini menerjang tanpa banyak suara, akan tetapi serangannya selain kuat juga sungguh-sungguh sehingga sekali gebrakan saja ia sudah mengirim serangan sampai tiga jurus.
Kim-mo Taisu menggunakan ginkangnya menghindarkan diri dan ia belum sempat membalas pemuda she Lauw itu karena kini kedua orang ketua kai-pang sudah menerjangnya juga sehingga dalam sekejap mata ia sudah dikurung oleh lima orang lawan yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, terutama sekali tentu saja Ban-pi Lo-cia dan Ma Thai Kun, Kim-mo Taisu maklum bahwa orang-orang pandai dan keadaannya berbahaya, namun seujung rambut pun ia tidak terjadi gentar. Sambil mengerakan gin-kangnya yang kini menanjak tinggi tingkatnya sejak ia berlatih di dalam Neraka Bumi, ia malah mengejek kepada Pouw Kee Lui yang masih berdiri menonton. Hatinya panas bukan main dan diam-diam ia kagum akan kecerdikan raja pengemis yang masih muda itu, yang dapat mengerahkan dan mempergunakan orang-orang pandai sedangkan dia sendiri enak-enak menonton. (Bersambung)
"Orang she Kwee ini dengan aku pun mempunyai perhitungan lama yang belum dibereskan, Pouw-pangcu." Kata Ma Thai Kun yang tidak suka banyak bicara lalu maju menerjang Kim-mo Taisu dengan pukulan yang mengeluarkan sinar merah. Melihat tangan yang kemerahan itu, maklumlah Kim-mo Taisu bahwa Ma Thai Kun telah dapat menyempurnakan Ang-tok-ciang (Tangan Racun Merah) yang memang telah dimilikinya sejak dahulu.
Namun, ketika ia mengelak, kagetlah ia karena dari kepalan tangan merah itu tampak uap mengepul putih yang seakan-akan menyambar mukanya dengan hawa pukulan yang amat hebat. Biarpun pukulan itu tidak mengenai sasaran, namun hawa pukulannya yang berupa uap putih itu masih merupakan ancaman hebat. Dengan kaget Kim-mo Taisu mencelat mundur dan mengatur sikap, karena lawannya ini ternyata telah maju amat pesat kepandaiannya.
Memang sesungguhnya tepat dugaan Kim-mo Taisu itu. Kini Ma Thai Kun yang meninggalkan Beng-kauw, bertahun-tahun bertapa sambil menggembleng diri sehingga ia berhasil menyempurnakan Ang-tok-ciang sedemikian rupa dan merobahnya menjadi ilmu pukulan yang ia namakan Cui-beng-ciang, (Tangan Pengejar Nyawa)! Kembali Ma Thai Kun menerjang maju, dari kedua tangannya keluar hawa pukulan berputar-putar yang amat panas. Terpaksa kali ini Kwee Seng menggunakan Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti) untuk menangkis karena selain tak mungkin menghadapi desakan lawan tangguh hanya dengan berkelit, juga ia ingin menguji kekuatan lawan.
Ketika kedua lengan bertemu, Ma Thai Kun kaget sekali karena merasa betapa tanaganya seperti tenggelam dan tangan lawan sedemikian lunaknya sehingga ilmunya Cui-beng-ciang tidak berpengaruh sedikitpun, sebaliknya ada hawa dingin yang menjalar dari tangannya sampai ke pangkal lengan. Oleh karena ini, cepat ia menarik tangannya, menjatuhkan diri kebelakang dan bergulingan.
Hanya dengan cara ini ia dapat terbebas dari pengaruh Bian-sin-kun. Sambil melompat berdiri, diam-diam Ma Thai Kun juga maklum bahwa ilmu kepandaian Kwee Seng ternyata telah meningkat hebat. Maka ia bersikap hati-hati dan menyerang lagi dengan Cui-beng-ciang, ditujukan ke arah anggota tubuh yang berbahaya, tidak mau lagi bertanding mengadu tenaga seperti tadi.
Ban-pi Lo-cia tertawa bergelak. "Hua-ha-ha-ha, Kim-mo Taisu. Kiranya kau telah memperoleh sedikit kemajuan, pantas saja kau berani berlagak. Kaumakan cambukku !" ucapan ini disusul suara ledakan cambuk di udara dan tampaklah gulungan sinar hitam yang membentuk lingkaran-lingkaran besar kecil melayang dari tangan Ban-pi Lo-cia. Itulah cambuknya yang hebat, yang terkenal sebagai senjata tunggalnya yang ampuh disebut Lui-kong-pian (Cambuk Petir), terbuat daripada sirip dan ekor ular laut hitam yang hanya dapat ditemukan di laut utara, di antara gunung-gunung es!
"Bagus! Kalian pengecut-pengecut besar boleh mengeroyokku!" Kim-mo Taisu tertawa mengejek dan berkelebat cepat menyelinap di antara garis-garis lingkaran yang dibentuk sinar cambuk, kemudian membalas lawan lama ini dengan sebuah tendangan kilat. Ketika Ban-pi Lo-cia menangkis tendangan ini dengan tangan kirinya, Kim-mo Taisu mempergunakan tenaga tangkisan lawan untuk mencelat ke arah Ma Thai Kun dan sudah mendahului orang she Ma ini dengan sebuah gerakan dari ilmu silat Lo-hai-kun (Pengacau Lautan).
Demikian cepat dan tak terduga gerakannya ini sehingga biarpun Ma Thai Kun sudah cepat menangkis, namun pundaknya masih kena tampar, kelihatannya tidak keras namun cukup membuat Ma Thai Kun terlempar dan bergulingan sampai lima meter jauhnya! Namun Ma Thai Kun memiliki kekebalan, dan tenaga dalamnya sudah cukup kuat, maka ia dapat melompat bangun kembali sambil menerjang maju dengan kemarahan meluap-luap.
Pada saat itu, murid Ban-pi Lo-cia yang bernama Lauw Kiat sudah maju pula. Dia ini bersenjatakan sebuah tongkat dan gerakannya ternyata cukup hebat. Pemuda ini menerjang tanpa banyak suara, akan tetapi serangannya selain kuat juga sungguh-sungguh sehingga sekali gebrakan saja ia sudah mengirim serangan sampai tiga jurus.
Kim-mo Taisu menggunakan ginkangnya menghindarkan diri dan ia belum sempat membalas pemuda she Lauw itu karena kini kedua orang ketua kai-pang sudah menerjangnya juga sehingga dalam sekejap mata ia sudah dikurung oleh lima orang lawan yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, terutama sekali tentu saja Ban-pi Lo-cia dan Ma Thai Kun, Kim-mo Taisu maklum bahwa orang-orang pandai dan keadaannya berbahaya, namun seujung rambut pun ia tidak terjadi gentar. Sambil mengerakan gin-kangnya yang kini menanjak tinggi tingkatnya sejak ia berlatih di dalam Neraka Bumi, ia malah mengejek kepada Pouw Kee Lui yang masih berdiri menonton. Hatinya panas bukan main dan diam-diam ia kagum akan kecerdikan raja pengemis yang masih muda itu, yang dapat mengerahkan dan mempergunakan orang-orang pandai sedangkan dia sendiri enak-enak menonton. (Bersambung)
(dwi)