Pelayanan Kesehatan Aritmia di Indonesia Perlu Ditingkatkan, Penting demi Kualitas Hidup Pasien
Selasa, 29 Agustus 2023 - 15:39 WIB
"Gejala-gejala aritmia dapat menimbulkan komplikasi yang membahayakan seperti stroke, gagal jantung, dan kematian mendadak. Meskipun aritmia bisa terjadi pada siapa saja, munculnya sering sporadis dan pada sebagian kecil pasien karena bawaan, tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan seseorang untuk terkena penyakit aritmia," tambahnya.
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita aritmia yaitu usia, penyakit jantung koroner, penggunaan narkoba atau zat-zat tertentu, konsumsi alkohol berlebihan, mengonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, serta mengonsumsi kafein berlebihan.
Sementara itu, penanganan aritmia dapat dilakukan dengan tindakan kateter ablasi yaitu tindakan untuk detak jantung yang tidak teratur dan terlalu cepat dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah ke jantung.
"Karena keberhasilan tindakan semakin tinggi, tindakan ablasi sudah menjadi pilihan pertama. Obat-obatan hanya dapat meredam kemunculan aritmia tetapi tidak menyembuhkannya,” terang dr Dicky.
Penanganan aritmia juga dapat dilakukan dengan pemasangan alat Implantable Cadioverter Defibrillator (ICD) untuk mencegah kematian jantung mendadak. Fungsi ICD pada dasarnya untuk mengembalikan fungsi jantung dengan cara memberikan kejut listrik ketika terjadi gangguan irama jantung.
ICD adalah sebuah alat berukuran kecil yang ditanam di dalam dada untuk mengembalikan irama jantung yang tidak normal. Perangkat ICD mempunyai baterai yang dapat bertahan hingga 8 tahun, bergantung pada frekuensi kerja alat tersebut.
Tantangan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan aritmia di Indonesia, menurut dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP (K), PhD selaku Ketua InaHRS/PERITMI, yaitu terkait kurangnya jumlah dokter spesialis di bidang ini dibandingkan dengan kebutuhan.
"Hanya terdapat 46 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah ahli aritmia di Indonesia sampai tahun 2023," imbuh dr Sunu.
Tantangan kedua, lanjut dr Sunu, adalah akses masyarakat terhadap tatalaksana penyakit aritmia yang masih sangat buruk.
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita aritmia yaitu usia, penyakit jantung koroner, penggunaan narkoba atau zat-zat tertentu, konsumsi alkohol berlebihan, mengonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, serta mengonsumsi kafein berlebihan.
Sementara itu, penanganan aritmia dapat dilakukan dengan tindakan kateter ablasi yaitu tindakan untuk detak jantung yang tidak teratur dan terlalu cepat dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah ke jantung.
"Karena keberhasilan tindakan semakin tinggi, tindakan ablasi sudah menjadi pilihan pertama. Obat-obatan hanya dapat meredam kemunculan aritmia tetapi tidak menyembuhkannya,” terang dr Dicky.
Penanganan aritmia juga dapat dilakukan dengan pemasangan alat Implantable Cadioverter Defibrillator (ICD) untuk mencegah kematian jantung mendadak. Fungsi ICD pada dasarnya untuk mengembalikan fungsi jantung dengan cara memberikan kejut listrik ketika terjadi gangguan irama jantung.
ICD adalah sebuah alat berukuran kecil yang ditanam di dalam dada untuk mengembalikan irama jantung yang tidak normal. Perangkat ICD mempunyai baterai yang dapat bertahan hingga 8 tahun, bergantung pada frekuensi kerja alat tersebut.
Tantangan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan aritmia di Indonesia, menurut dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP (K), PhD selaku Ketua InaHRS/PERITMI, yaitu terkait kurangnya jumlah dokter spesialis di bidang ini dibandingkan dengan kebutuhan.
"Hanya terdapat 46 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah ahli aritmia di Indonesia sampai tahun 2023," imbuh dr Sunu.
Tantangan kedua, lanjut dr Sunu, adalah akses masyarakat terhadap tatalaksana penyakit aritmia yang masih sangat buruk.
tulis komentar anda