Masyarakat Khawatir Varian Baru Corona dan Isu Penggumpalan Darah, Vaksinasi Covid-19 Harus Dipercepat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekitar 40 juta dosis vaksin COVID-19 sudah masuk ke Indonesia, baik dalam bentuk dosis maupun berbentuk bulk atau bahan baku. Tentu saja dengan jumlah dosis sebanyak ini diharapkan proses vaksinasi COVID-19 berjalan lancar.
Ahli vaksin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Sri Rezeki Hadinegoro, mengatakan bahwa program vaksinasi yang sudah dijalankan pemerintah sudah berjalan baik.
“Aksesnya dan sarananya sudah bagus. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, sudah berjalan lancar. Pemda-pemda juga sudah menjalankan dengan baik,” ujar Prof Sri dalam keterangan resminya, Kamis (18/3).
Menurutnya, kini masalahnya terletak pada warga masyarakat karena masih banyak warga yang masih malas dan memilih menunggu dipanggil untuk menjalani vaksinasi.
“Padahal sekarang sudah tersedia jalur untuk pendaftaran. Begitu pula pada lansia, sejauh ini masih banyak lansia yang belum divaksin. Maka, anggota keluarga yang lebih muda sebaiknya membantunya, karena vaksinasi lansia hanya berlangsung dua hari saja pada saat suntikan dosis pertama dan kedua,” ungkap Prof Sri.
Ia menuturkan, Masyarakat pun tak perlu kawatir adanya varian-varian baru virus COVID-19 yang sudah ditemukan di Indonesia. Sebab, semua virus pasti akan bermutasi.
“Dampak varian baru itu terhadap efek vaksin baru diketahui dalam jangka panjang, yang jelas adanya varian tersebut jangan sampai menunda dan menghambat vaksinasi,” tutur Prof Sri.
Begitu pula mengenai adanya penangguhan sementara penggunaan vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca yang ditunda sementara karena isu penggumpalan darah.
Prof Sri menjelaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sudah menyatakan aman. Kecuali, penggumpalan darah itu merupakan gejala yang kerap terjadi pada lansia dan penderita penyakit komorbid, seperti penyakit jantung, diabetes dan hiperkolesterol.
“Tidak divaksin saja, penderita berisiko mengalami penggumpalan darah. Vaksin apa saja (bukan hanya vaksin COVID-19) juga punya risiko tromboemboli,” kata Prof Sri.
Sementara itu dokter umum yang berpraktek di Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar, Bali, dr Made Cock Wirawan, menambahkan bahwa vaksinasi yang sudah dilakukan pemerintah sejauh ini sudah berjalan baik.
Namun, ia menilai vaksinasi ini masih jauh dari harapan, karena jumlah vaksin yang sudah digunakan masih terbatas. Begitu juga proses vaksinasi yang relatif lambat bila dibandingkan dengan besaran sasaran yang ingin dicapai dan kecepatan yang diharapkan.
“Karena lama kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin ini belum diketahui, maka dibutuhkan kecepatan proses pencapaian herd immunity,” terang dr Made.
Ahli vaksin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Sri Rezeki Hadinegoro, mengatakan bahwa program vaksinasi yang sudah dijalankan pemerintah sudah berjalan baik.
“Aksesnya dan sarananya sudah bagus. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, sudah berjalan lancar. Pemda-pemda juga sudah menjalankan dengan baik,” ujar Prof Sri dalam keterangan resminya, Kamis (18/3).
Menurutnya, kini masalahnya terletak pada warga masyarakat karena masih banyak warga yang masih malas dan memilih menunggu dipanggil untuk menjalani vaksinasi.
“Padahal sekarang sudah tersedia jalur untuk pendaftaran. Begitu pula pada lansia, sejauh ini masih banyak lansia yang belum divaksin. Maka, anggota keluarga yang lebih muda sebaiknya membantunya, karena vaksinasi lansia hanya berlangsung dua hari saja pada saat suntikan dosis pertama dan kedua,” ungkap Prof Sri.
Ia menuturkan, Masyarakat pun tak perlu kawatir adanya varian-varian baru virus COVID-19 yang sudah ditemukan di Indonesia. Sebab, semua virus pasti akan bermutasi.
“Dampak varian baru itu terhadap efek vaksin baru diketahui dalam jangka panjang, yang jelas adanya varian tersebut jangan sampai menunda dan menghambat vaksinasi,” tutur Prof Sri.
Begitu pula mengenai adanya penangguhan sementara penggunaan vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca yang ditunda sementara karena isu penggumpalan darah.
Prof Sri menjelaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sudah menyatakan aman. Kecuali, penggumpalan darah itu merupakan gejala yang kerap terjadi pada lansia dan penderita penyakit komorbid, seperti penyakit jantung, diabetes dan hiperkolesterol.
“Tidak divaksin saja, penderita berisiko mengalami penggumpalan darah. Vaksin apa saja (bukan hanya vaksin COVID-19) juga punya risiko tromboemboli,” kata Prof Sri.
Sementara itu dokter umum yang berpraktek di Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar, Bali, dr Made Cock Wirawan, menambahkan bahwa vaksinasi yang sudah dilakukan pemerintah sejauh ini sudah berjalan baik.
Namun, ia menilai vaksinasi ini masih jauh dari harapan, karena jumlah vaksin yang sudah digunakan masih terbatas. Begitu juga proses vaksinasi yang relatif lambat bila dibandingkan dengan besaran sasaran yang ingin dicapai dan kecepatan yang diharapkan.
“Karena lama kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin ini belum diketahui, maka dibutuhkan kecepatan proses pencapaian herd immunity,” terang dr Made.
(dra)