Pandemi Covid-19 Sebabkan Pandemi Otak, Apa dan Bagaimana Mengatasinya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sudah setahun lebih, pandemi Covid-19 belum juga usai.Di tengah situasi yang tak menentu serta pola hidup yang banyak berubah bahkan bergeser seperti saat ini, tentu sedikit banyak mempengaruhi kondisi psikis yang berdampak pada kinerja otak.
Lalu apakah Anda merasakan bahwa selama pandemi, kinerja otak seringkali menjadi tidak seperti biasanya? Jikalau demikian, bisa jadi anda mengalami apa yang disebut sebagai 'pandemi otak'!
Pandemi otak adalah istilah yang dibuat oleh seorang jurnalis Amerika Serikat yakni Kelli MarĂa Korducki, merujuk kepada kondisi yang dialaminya.
Kelli mengaku bahwa semenjak pandemi berlangsung beberapa saat dan tak kunjung usai hingga kini, ia merasa lebih mudah terganggu terhadap suatu hal, menjadi tidak fokus hingga terkadang merasa kewalahan. Sebuah kondisi yang kemungkinan juga banyak dialami oleh manusia di berbagai belahan dunia lainnya.
Keadaan seseorang yang demikian ternyata merupakan salah satu dampak dari adanya pandemi covid-19, dan telah dibuktikan melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh para ahli saraf dan psikologi.Stress berkepanjangan akibat situasi yang tak menentu ternyata berdampak pada fungsi kognitif seseorang.
Keadaan tersebut memicu terbunuhnya sel-sel otak manusia dan membuat prefrontal cortex, bagian otak yang berfungsi terhadap memori, fokus serta daya ingat dan belajar seseorang menjadi mengecil.
Mike Yasa, seorang peneliti dari Pusat Neurobiologi Universitas California menyatakan bahwa stress kronis yang muncul selama pandemi adalah gabungan dari adanya ancaman virus, disrupsi yang terjadi di banyak lini kehidupan, hingga rutinitas dan ritme kehidupan yang berubah-ubah.
Selain itu, keadaan manusia yang menjadi lebih terisolasi dari lingkungan sosial nya juga turut mempengaruhi bagian otak individu yang terkait dengan kontrol emosi seseorang seperti amigdala dan bagian otak lainnya.
Baca Juga : Wajib Tahu, Hanya Remdesivir dan Favipiravir yang Disetujui Sebagai Obat Darurat Covid-19
"Kami telah melihat perubahan volume di daerah temporal, frontal, oksipital dan subkortikal otak, amigdala, dan hipokampus pada orang yang terisolasi secara sosial", ujar Barbara Sahakian, seorang Profesor saraf & psikologi klinis dari Cambridge University.
Lalu apakah Anda merasakan bahwa selama pandemi, kinerja otak seringkali menjadi tidak seperti biasanya? Jikalau demikian, bisa jadi anda mengalami apa yang disebut sebagai 'pandemi otak'!
Pandemi otak adalah istilah yang dibuat oleh seorang jurnalis Amerika Serikat yakni Kelli MarĂa Korducki, merujuk kepada kondisi yang dialaminya.
Kelli mengaku bahwa semenjak pandemi berlangsung beberapa saat dan tak kunjung usai hingga kini, ia merasa lebih mudah terganggu terhadap suatu hal, menjadi tidak fokus hingga terkadang merasa kewalahan. Sebuah kondisi yang kemungkinan juga banyak dialami oleh manusia di berbagai belahan dunia lainnya.
Keadaan seseorang yang demikian ternyata merupakan salah satu dampak dari adanya pandemi covid-19, dan telah dibuktikan melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh para ahli saraf dan psikologi.Stress berkepanjangan akibat situasi yang tak menentu ternyata berdampak pada fungsi kognitif seseorang.
Keadaan tersebut memicu terbunuhnya sel-sel otak manusia dan membuat prefrontal cortex, bagian otak yang berfungsi terhadap memori, fokus serta daya ingat dan belajar seseorang menjadi mengecil.
Mike Yasa, seorang peneliti dari Pusat Neurobiologi Universitas California menyatakan bahwa stress kronis yang muncul selama pandemi adalah gabungan dari adanya ancaman virus, disrupsi yang terjadi di banyak lini kehidupan, hingga rutinitas dan ritme kehidupan yang berubah-ubah.
Selain itu, keadaan manusia yang menjadi lebih terisolasi dari lingkungan sosial nya juga turut mempengaruhi bagian otak individu yang terkait dengan kontrol emosi seseorang seperti amigdala dan bagian otak lainnya.
Baca Juga : Wajib Tahu, Hanya Remdesivir dan Favipiravir yang Disetujui Sebagai Obat Darurat Covid-19
"Kami telah melihat perubahan volume di daerah temporal, frontal, oksipital dan subkortikal otak, amigdala, dan hipokampus pada orang yang terisolasi secara sosial", ujar Barbara Sahakian, seorang Profesor saraf & psikologi klinis dari Cambridge University.