Gerakan Nasional Literasi Digital Serukan Bijak dan Sopan Berkomentar di Aplikasi Pesan Instan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Istilah ‘Jarimu Harimaumu’ menjadi pengingat bagi setiap orang untuk selalu mengontrol diri dan bersikap sopan dengan tidak asal berkomentar di grup chat yang saat ini masif digunakan. Dengan memegang teguh etika, penyebaran hoaks yang marak di media sosial dan aplikasi pesan instan diharapkan bisa ditekan.
Pembahasan itulah yang mengemuka dalam webinar bertema Menjaga Etika dalam Berkomunikasi di Grup Chat yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi di Makassar, Sulawesi Selatan, belum lama ini.
Dalam webinar tersebut, Founder 30 Degree Media Network Fajar Sidik mengatakan, saat ini hampir semua orang sudah terkoneksi dengan internet sehingga harus hati-hati dalam berinteraksi dan membagikan segala sesuatu di ruang digital. Sama seperti di dunia nyata, norma-norma kesopanan juga harus diterapkan di dunia maya. Setiap individu, kata dia, harus punya kompetensi untuk memilah dan memilih informasi, jangan asal membagikan.
Fajar menyebutkan, sekurangnya 10 etika dalam berinteraksi di media sosial. Antara lain menggunakan bahasa yang baik, bukan SARA dan pornografi, bijak dalam menyukai suatu unggahan (memberikan Like), bijak dalam meneruskan informasi atau konten, bijak saat berkomentar, jangan asal memotong atau cropping, tangkapan layar (screenshot) yang tidak merugikan, menyertakan atau menyebutkan sumber, melaporkan masalah yang meresahkan, serta tidak memberikan informasi atau data pribadi.
“Kalau mau berkomentar atau menyampaikan pendapat harus bijak karena dampak dari asal ketik di dunia maya bisa menimbulkan salah paham dan saling tuduh. Pada akhirnya reputasi kita bisa hancur dan tidak dipercaya lagi,” ujarnya.
Sementara itu pembicara lain, yakni Pegiat Japelidi dan Mafindo Citra Rosalyn Anwar membahas tentang tata krama dalam berinteraksi dengan orang lain melalui aplikasi pesan instan seperti WhatsApp (WA). Salah satu yang kerap terjadi adalah orang membuat WAG dan langsung memasukkan kontak orang lain tanpa pemberitahuan atau izin terlebih dulu.
“Padahal ada pilihan, salah satunya bisa invite melalui tautan atau link. Jadi, orang itu yang akan memutuskan apakah dia akan bergabung di WAG tersebut atau tidak,” ucapnya.
Citra juga mengingatkan etika dalam menegur orang lain yang dinilai tidak sopan saat berkomentar di WAG. Caranya dengan memberi tahu atau mengirim pesan secara pribadi, bukan di WAG. Alternatif lain adalah meminta admin WAG yang menegur.
“Kalau menegur langsung di WAG pasti heboh karena orang itu nge-chat pakai jari, tapi bacanya pake hati, jadinya berantem dan baper. Jadi, dalam memberi tahu atau menasihati orang itu harus dalam hening, kalau di keramaian ngajak berantem namanya,” tukas dia.
Citra menambahkan, pada prinsipnya setiap pengguna internet harus menyadari bahwa dirinya berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain. Bukan sekadar deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya.
Pembahasan itulah yang mengemuka dalam webinar bertema Menjaga Etika dalam Berkomunikasi di Grup Chat yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi di Makassar, Sulawesi Selatan, belum lama ini.
Dalam webinar tersebut, Founder 30 Degree Media Network Fajar Sidik mengatakan, saat ini hampir semua orang sudah terkoneksi dengan internet sehingga harus hati-hati dalam berinteraksi dan membagikan segala sesuatu di ruang digital. Sama seperti di dunia nyata, norma-norma kesopanan juga harus diterapkan di dunia maya. Setiap individu, kata dia, harus punya kompetensi untuk memilah dan memilih informasi, jangan asal membagikan.
Fajar menyebutkan, sekurangnya 10 etika dalam berinteraksi di media sosial. Antara lain menggunakan bahasa yang baik, bukan SARA dan pornografi, bijak dalam menyukai suatu unggahan (memberikan Like), bijak dalam meneruskan informasi atau konten, bijak saat berkomentar, jangan asal memotong atau cropping, tangkapan layar (screenshot) yang tidak merugikan, menyertakan atau menyebutkan sumber, melaporkan masalah yang meresahkan, serta tidak memberikan informasi atau data pribadi.
“Kalau mau berkomentar atau menyampaikan pendapat harus bijak karena dampak dari asal ketik di dunia maya bisa menimbulkan salah paham dan saling tuduh. Pada akhirnya reputasi kita bisa hancur dan tidak dipercaya lagi,” ujarnya.
Sementara itu pembicara lain, yakni Pegiat Japelidi dan Mafindo Citra Rosalyn Anwar membahas tentang tata krama dalam berinteraksi dengan orang lain melalui aplikasi pesan instan seperti WhatsApp (WA). Salah satu yang kerap terjadi adalah orang membuat WAG dan langsung memasukkan kontak orang lain tanpa pemberitahuan atau izin terlebih dulu.
“Padahal ada pilihan, salah satunya bisa invite melalui tautan atau link. Jadi, orang itu yang akan memutuskan apakah dia akan bergabung di WAG tersebut atau tidak,” ucapnya.
Citra juga mengingatkan etika dalam menegur orang lain yang dinilai tidak sopan saat berkomentar di WAG. Caranya dengan memberi tahu atau mengirim pesan secara pribadi, bukan di WAG. Alternatif lain adalah meminta admin WAG yang menegur.
“Kalau menegur langsung di WAG pasti heboh karena orang itu nge-chat pakai jari, tapi bacanya pake hati, jadinya berantem dan baper. Jadi, dalam memberi tahu atau menasihati orang itu harus dalam hening, kalau di keramaian ngajak berantem namanya,” tukas dia.
Citra menambahkan, pada prinsipnya setiap pengguna internet harus menyadari bahwa dirinya berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain. Bukan sekadar deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya.