Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 8 Bagian 12

Jum'at, 28 Juli 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

"Kakek iblis! Orang-orang ini mengungsi menyelamatkan diri dari ancaman perang, mengapa kau bunuh mereka? Siapa kau?" bentak pemuda berpedang.

"Jawab! Kalian hendak mengungsi dan tunduk kepada pemberontak Liang?"

"Kami tunduk kepada pemerintah yang mana, peduli apa denganmu?"

"Hemm, kalian tidak setia kepada Kerajaan Tang, maka harus mati juga."

"Kakek gila! Kau....... kau pembunuh kejam, kau harus dienyahkan..." Pemuda itu menerjang maju dengan pedang digerakkan, akan tetapi dengan kakek itu menggerakkan tangan kirinya, didorongkan dengan jari tangan terbuka.

Bagaikan sehelai daun kering tertiup angin, pemuda berpedang itu terangkat dan terlempar ke belakang, menjerit dan roboh dengan pedang di tangan, dari mulut, hidung, mata dan telinganya keluar darah. Gadis tanggung itu menubruknya dan menangis ketika menyaksikan bahwa kakaknya itu ternyata telah tewas!

"Siluman keji...!" Pemuda ke dua marah sekali, lupa akan bahaya dan melompat ke depan, kedua tangannya bergerak memukul.

Si kakek tetap tenang, kembali tangan kirinya terangkat dan... pemuda kedua itu mengalami nasib sama. Tubuhnya terangkat dan terlempar lalu terbanting ke bawah, tewas dalam keadaan mengerikan! Kakek itu tidak berhenti sampai di situ, ia menggerakkan tangannya pula dan kini gadis tanggung yang menangis itu bagaikan kena hantam kepalanya oleh palu godam, terjengkang dan tewas, juga berdarah dari mulut, hidung, mata dan telinganya!

Melihat ini, para pengungsi itu lari seperti dikejar setan dan keadaan di situ sunyi kembali. Lu Sian bergidik. Hebat kakek ini. Pukulan jarak jauh membayangkan tenaga sin-kang yang luar biasa. Lu Sian bersembunyi dan mengintai terus.

Dari jauh datang lagi rombongan pengungsi baru, terdiri dari sebelas orang. Mereka itu terkejut ketika melihat mayat bergelimpangan di pinggir jalan, akan tetapi mereka tidak menaruh curiga kepada Si Kakek Lumpuh.

"Apa yang terjadi? Lopek, apakah yang terjadi di sini? Mengapa begini banyak orang mati..." Seorang di antara rombongan pengungsi itu bertanya.

Dengan gerakan perlahan, kakek itu menoleh, menyapu para pengungsi yang terdiri dari dua keluarga itu dengan pandang mata dingin. "Kalian hendak mengungsi ke daerah Kerajaan Liang?"

"Tidak." Jawab orang itu, "Kami mencari daerah tak bertuan, lebih baik hidup di gunung-gunung dimana terdapat ketentraman."

"Hemm, kalian tidak senang dengan pemberontak Liang?"

"Ah, semenjak runtuhnya Kerajaan Tang, kami tidak pernah mengalami ketenteraman lagi. Mana ada pemerintah yang menyenangkan sekarang ini, biarpun banyak hidup kerajaan-kerajaan baru?

Tiba-tiba kakek itu tertawa bergelak, tangannya merogoh saku baju dan ia melemparkan sekantung uang perak. "Terimalah ini, berangkatlah dan memang lebih baik kalian mengungsi ke gunung-gunung. Selamat jalan!"

Orang itu terkejut dan bingung, pandang matanya menaruh curiga. Pasti ada hubungannya keadaan kakek aneh ini dengan kematian begitu banyak orang. Setelah menghaturkan terima kasih, ia tergesa-gesa membawa keluarganya meninggalkan tempat itu.

Setelah rombongan ini pergi, sampai sore hari, hanya serombongan pengungsi lagi yang lewat di situ, terdiri dari belasan orang yang kesemuanya, dari anak bayi sampai kakek-kakek, dibunuh oleh kakek lumpuh ini karena mereka itu semua hendak mengungsi ke kota raja Liang, yaitu kota Lok-yang! Bertumpuk-tumpuk mayat pengungsi di tempat itu, dan Si Kakek Lumpuh lalu pergi dari situ, duduk di atas pikulan yang berupa dipan bambu digotong dua orang pemikulnya.

Liu Lu Sian adalah puteri ketua Beng-kauw. Semenjak kecil gadis ini berdekatan dengan orang kang-ouw yang sakti dan aneh, tidak heran pula melihat kekejaman-kekejaman dilakukan orang. Ayahnya dan para pimpinan Beng-kauw juga merupakan orang-orang aneh yang dapat membunuh orang lain begitu saja tanpa berkedip.

Akan tetapi kini menyaksikan kakek lumpuh yang membunuh para pengungsi tanpa pilih bulu, laki perempuan tua muda, sampai bayi dibunuh hanya karena mereka hendak mengungsi ke Lok-yang, benar-benar menjadi kaget dan bergidik. Bukan main kejamnya kakek lumpuh ini, pikirnya.

Biarpun urusannya itu tiada tiada sangkut-pautnya dengan dirinya, namun ia sudah merasa tertarik untuk mengikuti kakek lumpuh itu, dan kalau perlu ia hendak turun tangan mencoba-coba kehebatan Si Kakek Lumpuh yang ia percaya tentu mempunyai kepandaian tinggi sekali. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0432 seconds (0.1#10.140)