Ahli Teknologi Plastik Luruskan Isu Hoaks Terkait Bahaya BPA
Rabu, 25 Oktober 2023 - 16:16 WIB
Wiyu melanjutkan, penelitian terkait BPA oleh organisasi kesehatan Eropa (EFSA) dan Amerika Serikat (FDA) dilakukan dengan mengambil sampling pada hewan. Sehingga, sambung dia, tidak cocok apabila dampak yang terjadi pada hewan diterapkan langsung ke manusia.
Sebelumnya, pakar hukum persaingan usaha, Profesor Ningrum Natasya Sirait melihat bahwa isu dan dorongan labelisasi BPA sarat dengan persaingan usaha. Pasalnya, hal tersebut hanya menyasar pada satu kemasan pangan, yakni galon guna ulang.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu pun meminta pemerintah dalam hal ini BPOM tidak memaksakan untuk memberikan label bahaya BPA pada galon guna ulang. Terlebih bahaya BPA dalam dunia kesehatan sebenarnya juga masih pro dan kontra alias ambigu.
"Jadi, ya jangan dong itu dipaksakan menjadi beban para konsumen nantinya. Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?" katanya.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Chandra Setiawan melihat, polemik isu BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi. Hal itu sudah jelas dilarang dalam hukum persaingan usaha.
"Sebabnya, 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut. Hanya 0,1 yang menggunakan galon sekali pakai," kata Chandra.
Secara pribadi, dia tidak setuju ada pelabelan BPA terhadap kemasan galon guna ulang. Menurutnya, pelabelan BPA itu sama saja dengan menyerahkan pengawasan kepada masyarakat.
Dia mengatakan, hal ini tidak boleh dilakukan karena pengetahuan masyarakat yang heterogen dan tidak punya tools yang dapat mendeteksi kadar BPA. Menurutnya, BPOM lebih baik membuat sistem pengawasan yang melekat pada seluruh pabrik kemasan pangan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya juga telah menegaskan bahwa air kemasan galon isi ulang aman digunakan, baik oleh anak-anak maupun ibu hamil. Menurutnya, isu-isu seputar bahaya penggunaan air kemasan air guna ulang merupakan berita bohong.
Sebelumnya, pakar hukum persaingan usaha, Profesor Ningrum Natasya Sirait melihat bahwa isu dan dorongan labelisasi BPA sarat dengan persaingan usaha. Pasalnya, hal tersebut hanya menyasar pada satu kemasan pangan, yakni galon guna ulang.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu pun meminta pemerintah dalam hal ini BPOM tidak memaksakan untuk memberikan label bahaya BPA pada galon guna ulang. Terlebih bahaya BPA dalam dunia kesehatan sebenarnya juga masih pro dan kontra alias ambigu.
"Jadi, ya jangan dong itu dipaksakan menjadi beban para konsumen nantinya. Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?" katanya.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Chandra Setiawan melihat, polemik isu BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi. Hal itu sudah jelas dilarang dalam hukum persaingan usaha.
"Sebabnya, 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut. Hanya 0,1 yang menggunakan galon sekali pakai," kata Chandra.
Secara pribadi, dia tidak setuju ada pelabelan BPA terhadap kemasan galon guna ulang. Menurutnya, pelabelan BPA itu sama saja dengan menyerahkan pengawasan kepada masyarakat.
Dia mengatakan, hal ini tidak boleh dilakukan karena pengetahuan masyarakat yang heterogen dan tidak punya tools yang dapat mendeteksi kadar BPA. Menurutnya, BPOM lebih baik membuat sistem pengawasan yang melekat pada seluruh pabrik kemasan pangan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya juga telah menegaskan bahwa air kemasan galon isi ulang aman digunakan, baik oleh anak-anak maupun ibu hamil. Menurutnya, isu-isu seputar bahaya penggunaan air kemasan air guna ulang merupakan berita bohong.
(tsa)
Lihat Juga :
tulis komentar anda