Percepat Penurunan Stunting dengan Satu Desa Satu Bidan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Stunting masih menjadi masalah besar di Indonesia. Padahal, mimpi negara ini adalah memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.
Baca juga: Diabetes Tipe 2, Ide Sarapan Terbaik untuk Turunkan Gula Darah
Karena itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) terus berupaya mengentaskan masalah, salah satunya mengharapkan satu desa punya satu bidan. Hal ini diyakini dapat mempercepat penurunan angka stunting.
"Isu stunting di tingkat pusat hingga Kabupaten/Kota sudah cukup mendapat perhatian tinggi, namun di tingkat desa untuk perubahan perilaku pelayanan kesehatan terkait pencegahan stunting seperti layanan 'antenatal care' atau pemeriksaan kehamilan, atau perawatan bayi baru lahir, masih belum terasa gaungnya," ungkap Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo ketika audiensi dengan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, di Kantor Kementerian Kesehatan, belum lama ini.
Dalam kesempatan tersebut, Hasto menyampaikan rencana aksi nasional yang akan dilaksanakan untuk percepatan penurunan stunting melalui pendekatan keluarga berisiko di antaranya melalui penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan calon pengantin atau calon PUS, 'surveilans' keluarga berisiko stunting, dan audit kasus stunting.
"BKKBN ingin menempatkan diri untuk menjadi pendamping keluarga (sebelum hamil atau pra nikah, hamil dan masa interval) dengan dukungan dari Penyuluh KB, Kader, PKK," katanya.
Kemudian, BKKBN pun mengusulkan kepada Menkes agar bidan di setiap desa itu harus dan wajib ada. "Menurut IBI (Ikatan Bidan Indonesia), masih ada desa yang belum memiliki bidan dalam hal ini adalah bidan pemerintah," lanjut Hasto.
Hasto menjelaskan, upaya pencegahan stunting sudah banyak dilakukan melalui intervensi sensitif (sanitasi, air bersih, kemiskinan, pendidikan) dan spesifik (pranikah, hamil, interval). Namun menurutnya bisa mempertajam intervensi spesifik, karena jumlah anggaran yang terbatas terlebih lagi karena pandemi.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, pada aspek kesehatan, percepatan penurunan stunting dilaksanakan melalui intervensi spesifik yang ditujukan kepada kelompok sasaran, yakni remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Intervensi tersebut, kata Menkes, fokus pada penguatan pelayanan kesehatan dan gizi, serta dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang di semua level pelayanan, mulai dari posyandu hingga rumah sakit.
"Berbagai upaya penguatan, seperti peningkatan kualitas program, penguatan edukasi kesehatan dan gizi, penguatan manajemen intervensi di puskesmas dan posyandu yang dilakukan secara komprehensif dalam sistem surveilans yang berkelanjutan," tambah Menkes.
Baca juga: Kenali Ciri-ciri Pemakai Narkoba Jenis Sabu seperti Coki Pardede
Terkait dengan pemenuhan satu desa satu bidan, Menkes Budi menyampaikan, "Kami akan segera membahasnya untuk menyiapkan Peraturan Menteri Kesehatan sekaligus juga petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis untuk bisa dilaksanakan di Kabupaten dan Kota," paparnya.
Baca juga: Diabetes Tipe 2, Ide Sarapan Terbaik untuk Turunkan Gula Darah
Karena itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) terus berupaya mengentaskan masalah, salah satunya mengharapkan satu desa punya satu bidan. Hal ini diyakini dapat mempercepat penurunan angka stunting.
"Isu stunting di tingkat pusat hingga Kabupaten/Kota sudah cukup mendapat perhatian tinggi, namun di tingkat desa untuk perubahan perilaku pelayanan kesehatan terkait pencegahan stunting seperti layanan 'antenatal care' atau pemeriksaan kehamilan, atau perawatan bayi baru lahir, masih belum terasa gaungnya," ungkap Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo ketika audiensi dengan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, di Kantor Kementerian Kesehatan, belum lama ini.
Dalam kesempatan tersebut, Hasto menyampaikan rencana aksi nasional yang akan dilaksanakan untuk percepatan penurunan stunting melalui pendekatan keluarga berisiko di antaranya melalui penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan calon pengantin atau calon PUS, 'surveilans' keluarga berisiko stunting, dan audit kasus stunting.
"BKKBN ingin menempatkan diri untuk menjadi pendamping keluarga (sebelum hamil atau pra nikah, hamil dan masa interval) dengan dukungan dari Penyuluh KB, Kader, PKK," katanya.
Kemudian, BKKBN pun mengusulkan kepada Menkes agar bidan di setiap desa itu harus dan wajib ada. "Menurut IBI (Ikatan Bidan Indonesia), masih ada desa yang belum memiliki bidan dalam hal ini adalah bidan pemerintah," lanjut Hasto.
Hasto menjelaskan, upaya pencegahan stunting sudah banyak dilakukan melalui intervensi sensitif (sanitasi, air bersih, kemiskinan, pendidikan) dan spesifik (pranikah, hamil, interval). Namun menurutnya bisa mempertajam intervensi spesifik, karena jumlah anggaran yang terbatas terlebih lagi karena pandemi.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, pada aspek kesehatan, percepatan penurunan stunting dilaksanakan melalui intervensi spesifik yang ditujukan kepada kelompok sasaran, yakni remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Intervensi tersebut, kata Menkes, fokus pada penguatan pelayanan kesehatan dan gizi, serta dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang di semua level pelayanan, mulai dari posyandu hingga rumah sakit.
"Berbagai upaya penguatan, seperti peningkatan kualitas program, penguatan edukasi kesehatan dan gizi, penguatan manajemen intervensi di puskesmas dan posyandu yang dilakukan secara komprehensif dalam sistem surveilans yang berkelanjutan," tambah Menkes.
Baca juga: Kenali Ciri-ciri Pemakai Narkoba Jenis Sabu seperti Coki Pardede
Terkait dengan pemenuhan satu desa satu bidan, Menkes Budi menyampaikan, "Kami akan segera membahasnya untuk menyiapkan Peraturan Menteri Kesehatan sekaligus juga petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis untuk bisa dilaksanakan di Kabupaten dan Kota," paparnya.
(nug)