Tantangan Pasutri Menjaga Keharmonisan Hubungan dan Membentuk Watak Baik Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Angka perceraian mengalami peningkatan pada masa pandemi Covid-19. Ironisnya, perceraian itu terjadi tidak saja di kalangan muda, namun juga pasangan yang sudah lama menikah.
Di masa pandemi, interaksi antarpasangan berlangsung 24 jam setiap hari. Padahal sebelum pandemi, interaksi itu hanya terjadi minimal satu jam dalam sehari. Selebihnya pasangan suami istri (pasutri) sibuk dengan urusan domestik serta pekerjaan di kantor.
“Sebelum pandemi, jika sedang bete dengan pasangan, pelariannya ke kantor. Tapi begitu pandemi, yang mengharuskan bekerja di rumah, mau kabur ke kantor nggak bisa, mau ke kafe kena pembatasan karena PPKM. Situasi ini menjadi pemicu terjadi ketidakharmonisan dengan pasangan,” ungkap Konsultan Pernikahan Indra Noveldy dalam talkshow daring Professional Women’s Week 2021 bertajuk Membangun Keluarga yang Bisa Menjawab Tantangan, belum lama ini.
Indra membeberkan data bahwa tingkat perceraian tertinggi terjadi di Pulau Jawa. Di urutan pertama Jawa Tengah, diikuti Jawa Timur, kemudian Jawa Barat.
Selain dipicu faktor ekonomi, penyebab perceraian lebih banyak disebabkan kondisi ketidakharmonisan pada pasangan.
Indra menyebut, pandemi merupakan miniatur dari masa pensiun seseorang. Namun, masa pensiun ini tidak dipersiapkan secara baik oleh kebanyakan orang. Akibatnya, masa pensiun bukan menjadi masa untuk menikmati hidup, tapi malah sebaliknya.
“Karena tidak mempersiapkan sebelum pensiun, akhirnya suami istri tidak dapat mengantisipasi intensitas berhubungan 24 jam. Karena ketemu setiap saat, kebayang nggak pasangan kita suka main hp, sumbu pendek sedikit-sedikit marah, tukang makan, tukang ngatur, bahkan omongannya tajam. Kesimpulannya, kita ini nggak mengenal siapa suami kita, siapa istri kita. Jadi sekian lama hidup dalam pernikahan, tapi tidak saling mengenal karakter,” papar Indra.
Sementara itu, pada talkshow sesi kedua di event yang sama, Executive Director & Youth Researcher, Youth Laboratory Indonesia, PT Kreasi Pemuda Indonesia Muhammad Faisal mengatakan, wanita memiliki peran penting dalam menyiapkan anak-anaknya sebagai generasi pejuang.
Hal ini penting dilakukan karena dengan segala dinamika persaingan di dunia luar, anak-anak harus memiliki kecakapan untuk menghadapi kehidupan yang penuh tantangan di masa sekarang dan yang akan datang.
Sejatinya, persiapan itu tidaklah rumit. Yakni dengan membentuk watak yang kuat pada anak.
“Orangtua sekarang khususnya para ibu, lebih menyiapkan anak-anak dengan skill ketimbang mempersiapkan watak yang kuat bagi mereka," kata Muhammad Faisal.
"Anak-anak kita saat ini mudah galau, mudah gelisah. Jadi sangat rentan mempunyai masalah mental health. Sebab, anak-anak ini hidup di tengah persaingan. Setiap orang selalu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain,” lanjutnya.
“Jangan terpengaruh dengan komparasi, karena anak kita tidak perlu diperbandingkan dengan orang lain. Tidak salah juga kalau orangtua memfasilitasi anak dengan berbagai les ini itu. Tapi jangan melupakan mengasah watak yang baik,” pungkas Muhammad Faisal.
Di masa pandemi, interaksi antarpasangan berlangsung 24 jam setiap hari. Padahal sebelum pandemi, interaksi itu hanya terjadi minimal satu jam dalam sehari. Selebihnya pasangan suami istri (pasutri) sibuk dengan urusan domestik serta pekerjaan di kantor.
“Sebelum pandemi, jika sedang bete dengan pasangan, pelariannya ke kantor. Tapi begitu pandemi, yang mengharuskan bekerja di rumah, mau kabur ke kantor nggak bisa, mau ke kafe kena pembatasan karena PPKM. Situasi ini menjadi pemicu terjadi ketidakharmonisan dengan pasangan,” ungkap Konsultan Pernikahan Indra Noveldy dalam talkshow daring Professional Women’s Week 2021 bertajuk Membangun Keluarga yang Bisa Menjawab Tantangan, belum lama ini.
Indra membeberkan data bahwa tingkat perceraian tertinggi terjadi di Pulau Jawa. Di urutan pertama Jawa Tengah, diikuti Jawa Timur, kemudian Jawa Barat.
Selain dipicu faktor ekonomi, penyebab perceraian lebih banyak disebabkan kondisi ketidakharmonisan pada pasangan.
Indra menyebut, pandemi merupakan miniatur dari masa pensiun seseorang. Namun, masa pensiun ini tidak dipersiapkan secara baik oleh kebanyakan orang. Akibatnya, masa pensiun bukan menjadi masa untuk menikmati hidup, tapi malah sebaliknya.
“Karena tidak mempersiapkan sebelum pensiun, akhirnya suami istri tidak dapat mengantisipasi intensitas berhubungan 24 jam. Karena ketemu setiap saat, kebayang nggak pasangan kita suka main hp, sumbu pendek sedikit-sedikit marah, tukang makan, tukang ngatur, bahkan omongannya tajam. Kesimpulannya, kita ini nggak mengenal siapa suami kita, siapa istri kita. Jadi sekian lama hidup dalam pernikahan, tapi tidak saling mengenal karakter,” papar Indra.
Sementara itu, pada talkshow sesi kedua di event yang sama, Executive Director & Youth Researcher, Youth Laboratory Indonesia, PT Kreasi Pemuda Indonesia Muhammad Faisal mengatakan, wanita memiliki peran penting dalam menyiapkan anak-anaknya sebagai generasi pejuang.
Hal ini penting dilakukan karena dengan segala dinamika persaingan di dunia luar, anak-anak harus memiliki kecakapan untuk menghadapi kehidupan yang penuh tantangan di masa sekarang dan yang akan datang.
Sejatinya, persiapan itu tidaklah rumit. Yakni dengan membentuk watak yang kuat pada anak.
“Orangtua sekarang khususnya para ibu, lebih menyiapkan anak-anak dengan skill ketimbang mempersiapkan watak yang kuat bagi mereka," kata Muhammad Faisal.
"Anak-anak kita saat ini mudah galau, mudah gelisah. Jadi sangat rentan mempunyai masalah mental health. Sebab, anak-anak ini hidup di tengah persaingan. Setiap orang selalu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain,” lanjutnya.
“Jangan terpengaruh dengan komparasi, karena anak kita tidak perlu diperbandingkan dengan orang lain. Tidak salah juga kalau orangtua memfasilitasi anak dengan berbagai les ini itu. Tapi jangan melupakan mengasah watak yang baik,” pungkas Muhammad Faisal.
(tsa)