Tak Sekadar Jaga Imunitas, Asupan Bergizi juga Buat Anak Unggul
loading...
A
A
A
JAKARTA - Prediksi sebelumnya bahwa anak-anak kebal terhadap ancaman COVID-19 terbantahkan saat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut lebih dari 500 anak terinfeksi virus tersebut. Selain itu ribuan anak berstatus ODP dan 14 anak telah meninggal dunia.
Fakta ini kembali memicu kekhawatiran orangtua terhadap ancaman COVID-19 pada anak-anak. Selagi vaksin untuk virus corona belum ditemukan, maka tidak ada cara lain selain melakukan upaya pencegahan dan menjaga imunitas tubuh. Hal itu hendaknya menjadi perhatian orangtua, terutama dalam pemilihan asupan makanan. ( )
Pemilihan makanan penting diperhatikan mengingat zat-zat makanan yang masuk ke tubuh anak bakal menentukan kekebalan anak terhadap virus dan patogen dari luar. Kesalahan asupan makanan serta minuman untuk anak berisiko si kecil mudah terserang penyakit karena menurunnya kekebalan dan untuk jangka panjang menyebabkan masalah gizi, yang berakibat mudahnya timbul penyakit tidak menular seperti diabetes dan obesitas hingga menurunkan kualitas anak di masa mendatang.
Dalam jangka panjang, anak-anak dengan asupan gizi yang cukup akan terhindar dari ancaman stunting dan gizi buruk serta menjadi sumber daya manusia yang sehat serta berkualitas di masa mendatang. Untuk diketahui, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 30%, yang artinya 3 dari 10 anak Indonesia menderita stunting .
Dikatakan dr. Tria Atika Endah Permatasari dari Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat Aisyiyah dalam webinar yang diadakan PP Aisyiyah bersama Nutrisi Keluarga, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting.
“Di antaranya adalah pola asuh, pola makan, serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),” ujar dr. Tria.
Yang perlu diingat, sambungnya, masa 1.000 hari pertama kehidupan adalah periode pertumbuhan cepat (growth spurt) yang memerlukan pemenuhan gizi seimbang. Pilihan makanan serta teknik pengolahannya harus tepat agar tidak menurunkan nilai gizi makanan.
“Perlu diperhatikan juga kandungan zat gizi makro dan mikro dalam bahan pangan,” kata dr. Tria. ( )
Sayang, hal ini belum menjadi perhatian orangtua. Masih banyak di antara orangtua yang hanya berpatokan pada rumus nasi dengan lauk pauk dan anak menjadi kenyang. Selain itu, pengaruh beragam iklan makanan dan minuman instan yang overclaim, menjanjikan kepraktisan dalam penyajian, ekonomis tanpa menjelaskan apa saja zat-zat yang terkandung di dalamnya. Akibatnya, anak terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman rendah gizi, namun tinggi gula garam lemak.
Sebut saja susu kental manis (SKM) yang seharusnya hanya digunakan sebagai topping makanan, tapi masih ditemukan dikonsumsi oleh anak dan diasumsikan sebagai susu.
Fakta ini kembali memicu kekhawatiran orangtua terhadap ancaman COVID-19 pada anak-anak. Selagi vaksin untuk virus corona belum ditemukan, maka tidak ada cara lain selain melakukan upaya pencegahan dan menjaga imunitas tubuh. Hal itu hendaknya menjadi perhatian orangtua, terutama dalam pemilihan asupan makanan. ( )
Pemilihan makanan penting diperhatikan mengingat zat-zat makanan yang masuk ke tubuh anak bakal menentukan kekebalan anak terhadap virus dan patogen dari luar. Kesalahan asupan makanan serta minuman untuk anak berisiko si kecil mudah terserang penyakit karena menurunnya kekebalan dan untuk jangka panjang menyebabkan masalah gizi, yang berakibat mudahnya timbul penyakit tidak menular seperti diabetes dan obesitas hingga menurunkan kualitas anak di masa mendatang.
Dalam jangka panjang, anak-anak dengan asupan gizi yang cukup akan terhindar dari ancaman stunting dan gizi buruk serta menjadi sumber daya manusia yang sehat serta berkualitas di masa mendatang. Untuk diketahui, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 30%, yang artinya 3 dari 10 anak Indonesia menderita stunting .
Dikatakan dr. Tria Atika Endah Permatasari dari Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat Aisyiyah dalam webinar yang diadakan PP Aisyiyah bersama Nutrisi Keluarga, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting.
“Di antaranya adalah pola asuh, pola makan, serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),” ujar dr. Tria.
Yang perlu diingat, sambungnya, masa 1.000 hari pertama kehidupan adalah periode pertumbuhan cepat (growth spurt) yang memerlukan pemenuhan gizi seimbang. Pilihan makanan serta teknik pengolahannya harus tepat agar tidak menurunkan nilai gizi makanan.
“Perlu diperhatikan juga kandungan zat gizi makro dan mikro dalam bahan pangan,” kata dr. Tria. ( )
Sayang, hal ini belum menjadi perhatian orangtua. Masih banyak di antara orangtua yang hanya berpatokan pada rumus nasi dengan lauk pauk dan anak menjadi kenyang. Selain itu, pengaruh beragam iklan makanan dan minuman instan yang overclaim, menjanjikan kepraktisan dalam penyajian, ekonomis tanpa menjelaskan apa saja zat-zat yang terkandung di dalamnya. Akibatnya, anak terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman rendah gizi, namun tinggi gula garam lemak.
Sebut saja susu kental manis (SKM) yang seharusnya hanya digunakan sebagai topping makanan, tapi masih ditemukan dikonsumsi oleh anak dan diasumsikan sebagai susu.