Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 14 Bagian 9

Senin, 20 Maret 2017 - 16:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Duduklah, Enci Liang-cu. Mari main-main. Kau bermalam saja di malam ini, ya?" Si Baju Hijau berkata sambil merangkul.

"Dan tubuhmu begini tegap dan kelihatan kuat, Enci Liang-eu," kata Si Baju Merah memegang-megang lengan pemuda itu.

"Aihhh, tangan Enci Liang-cu kuat dan kasar!" kata Si Baju Merah mengelus telapak tangan pemuda itu.

Swi Liang menarik tangannya. "Aahh, aku sejak kecil berlatih silat. Tentu saja aku seorang gadis yang kasar, mana bisa dibandingkan dengan kalian yang halus mungil?"

"Hi-hik, kau terlalu memuji Enci!" kata Si Baju Merah sambil mencubit paha Swi Liang.

"Kalau engkau menjadi seorang laki- laki, tentu tampan dan gagah Enci Liang-cu!" kata Si Baju Hijau.

Dapat dibayangkan betapa tubuh Swi Liang terasa panas dingin menghadapi godaan-godaan ini, maka cepat-cepat mengajak mereka bermain kartu, karena kalau dilanjutkan godaan mereka itu, tentu dia takkan kuat lagi bertahan! Sudah timbul keinginan keras di hatinya untuk merangkul dan mendekap mereka menciumi bibir yang merah dan lincah itu!

"Eh, untuk apa arak ini?" katanya setelah Si Baju Merah menuangkan secawan arak yang berbau wangi.

"Hi-hik, bermain thioki tanpa taruhan tidak menyenangkan. Siapa kalah harus menebus kekalahannya dengan minum secawan arak wangi!" kata Si Baju Hijau.

Mereka mulai bermain thioki sambil bercakap-cakap dan bersendau gurau, atau lebih tepat lagi, kedua orang gadis itu yang bercakap-cakap dan bersendau gurau sedangkan Swi Liang hanya mendengarkan dan kadang-kadang tersenyum saja. Karena dia tidak ingin dilolohi arak sehingga rahasianya dapat terbuka, maka Swi Liang bermain sungguh-sungguh sehingga dia jarang kalah dan yang kebagian minum arak adalah kedua orang gadis itulah! Mereka bermain terus sampai menjelang tengah malam dan akhirnya arak dalam guci kecil itu habis!

"Ahhh, hawanya panas sekali...!" kata Si Baju Hijau.

"Bukan panas, hanya engkau terlalu banyak minum maka terasa panas," kata Swi Liang.

"Hemm, mungkin... aihhh, gerahnya." Si Baju Hijau membuka kancing bajunya dan mengebut-ngebut dengan kipas. Swi Liang menelan ludah, matanya memandang ke arah dada yang hanya tertutup pakaian dalam yang tipis sehingga membayangkan tonjolan-tonjolan yang memikat hati.

Karena pandang matanya selalu tertarik ke arah dada Si Baju Hijau, maka permainan Swi Liang menjadi kalut dan sekali ini dia kalah. Akan tetapi arak telah habis!

"Wah, Enci Liang-cu jarang kalah, sekarang setelah kalah araknya habis. Mana dia bisa menebus kekalahannya?" kata Si Baju Merah cemberut.

"Hi-hik, kalau arak habis dia harus membayar dengan ciuman!" kata Si Baju Hijau.

"Hi-hi-hik, benar! Dia harus didenda dengan ciuman dan mulai sekarang, taruhannya dirobah. Karena arak habis, siapa kalah harus membayar dengan ciuman!" kata Si Baju Merah. Kedua orang gadis itu dari kanan kiri lalu menyerbu dan mencium pipi Swi Liang dengan hidung mereka.

Swi Liang memejamkan kedua matanya "Eh... eh..., kalian ini bagaimana? Ihh... malu, kan...?" katanya gelagapan.

"Enci Liang-cu, mengapa kau begitu kejam? Kita bertahun-tahun dikurung di tempat ini dan hanya dapat menyaksikan orang lain bermain cinta. Bertemu dengan pria pun merupakan hal yang tak mungkin bagi kita. Apa salahnya di antara kita saling menghibur dan saling mencumbu? Sekedar menghilangkan rindu...." kata Si Baju Hijau menegur.

"Aihh, mencium Enci Liang-cu menyenangkan sekali!" kata Si Baju Merah.

Permainan dilanjutkan dan makin lama Swi Liang makin terseret oleh gelora nafsu berahinya sendiri. Ketika dia menang dan harus mencium, dia tidak mencium seperti biasa dengan hidung ke pipi, melainkan mencium mulut dua orang gadis itu dengan mulutnya!

Dua orang gadis itu mengeluh dan balas mencium sehingga tanpa diperintah lagi permainan kartu itu bubar dan dilanjutkan dengan permainan saling mencumbu, saling peluk dan saling cium antara tiga orang itu!

"Aihh, Enci Liang-cu... kau hebat sekali...." keluh Si Baju Hijau.

"Enci Liang-cu... kalau saja engkau seorang pria..." bisik Si Baju Merah.

"Kalian senang?" Swi Liang berkata, terengah-engah sedikit. "Matikanlah lampunya, barangkali di dalam gelap aku akan dapat pian-hoa (bermain rupa) menjadi pria, siapa tahu?" (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0555 seconds (0.1#10.140)