Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 15 Bagian 10

Minggu, 26 Maret 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo : Bukek Siansu

Tak lama kemudian, tampaklah lima orang itu meluncur di atas Rawa Bangkai yang terkenal sukar dilalui orang itu. Dilihat dari jauh, seolah-olah lima orang itu terbang meluncur di atas air rawa! Akan tetapi kalau orang melihat dari dekat, barulah tampak bahwa kaki mereka menginjak sebatang bambu besar yang kedua ujungnya telah diperuncing dan mereka menggunakan dayung kayu untuk mendorong bambu yang mereka injak itu meluncur ke tengah.

Orang yang tidak memiliki ginkang dan sinkang jangan mencoba-coba untuk menyeberang menggunakan cara seperti ini. Bambu sebatang yang diinjak kaki itu tentu saja amat berbahaya, selain licin juga dapat berputar sehinggi kaki dapat terpeleset. Namun, dengan kekuatan sinkang, telapak kaki mereka, seolah-olah melekat pada batang bambu itu tidak dapat berputar, dan dengan ginkang mereka, lima orang lihai kepercayaan An Lu Shan itu dapat memperingan tubuh mereka dan bambu yang mereka injak itu meluncur cepat ke tengah rawa.

Mereka adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Yang paling rendah tingkatnya di antara mereka adalah Bu Swi Nio, padahal wanita ini sudah amat lihai karena semenjak kecil dia telah digembleng pula oleh wanita sakti The Kwat Lin, ratu dari Pulau Es!

Diam-diam, dari tempat persembunyian mereka, banyak pasang mata mengintai dan memandang dengan kagum ketika lima orang itu meluncur datang ke arah pulau di tengah Rawa Bangkai. Melihat lima orang itu menggunakan sebatang bambu yang diinjak, melihat mereka itu menggunakan kepandaian membunuh ular dan binatang berbisa lain yang menghadang di tengah perjalanan itu, orang-orang Rawa Bangkai menjadi kagum dan segera melaporkan kepada Kiam-mo Cai-li dan The Kwat Lin akan kedatangan lima orang itu.

Kedua orang wanita sakti ini segera berunding sambil menanti kedatangan mereka. Melihat bahwa Bu Swi Nio berada di antara mereka, The Kwat Lin menjadi marah sekali.

"Keparat," desisnya marah. "Murid itu mengantarkan nyawanya ke sini!"

"Ahhh, The-lihiap, mengapa marah? Harap diingat bahwa dia bukanlah muridmu yang dahulu, melainkan seorang pembantu An Lu Shan yang dipercaya. Karena itu, untuk memulai dengan hubungan persekutuan, amatlah tidak baik kita memusuhi utusan An Lu Shan," kata Kiam-mo Cai-li.

The Kwat Lin tercengang dan teringat akan cita-citanya. Memang benar, urusan pribadi harus dikesampingkan kalau dia ingin agar cita-citanya yang amat tinggi untuk puteranya itu akan dapat terlaksana. Maka dia lalu mengajak Kiam-mo Cai-li berunding bagaimana untuk menghadapi lima orang itu, utusan-utusan An Lu Shan di mana termasuk bekas muridnya itu. Kiam-mo Cai-li yang amat cerdik lalu memberi nasihat-nasihat sehingga keduanya dapat mengatur siasat.

Biarpun penyeberangan itu amat sukar dan mereka berlima harus membunuh banyak ular berbisa, saling bantu membantu ketika batang bambu mereka itu menemui banyak halangan, akhirnya lima orang itu berhasil juga melompat ke atas pulau di mana telah berdiri serombongan orang yang ditugaskan menyambut mereka.

Melihat dua puluh lebih orang yang berdiri seperti pasukan menyambut mereka, Pat-jtu Mo-kai segera tertawa bergelak dan berkata, "Ha-ha-ha, sungguh bagus sekali penyambutan Rawa Bangkai terhadap utusan dari An Goanswe!"

Seorang di antara anggauta pasukan itu, yang berjenggot panjang dan bermata sipit, melangkah maju dan memberi hormat. "Selamat datang di Rawa Bangkai! Karena kami tidak tahu bahwa Cuwi yang terhormat datang berkunjung, maka kami tidak mengadakan penyambutan di luar rawa. Akan tetapi Cuwi telah memperlihatkan kegagahan yang membuat kami tunduk dan kagum. Sekarang, silakan Cuwi semua ikut dengan kami menghadap Hong-houw (Ratu)" (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0771 seconds (0.1#10.140)