Kho Ping Hoo: Bukek Siansu Jilid 13 Bagian 12
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Menjelang tengah malam, Kaisar terbangun dan ternyata yang mengganggu tidurnya adalah seorang selir muda belia yang cantik seperti selir-selir lain. Selir ini bernama Yauw Cui, masih berdarah bangsawan dan termasuk selir termuda sebelum Kaisar mengambil Yang Kui Hui yang merupakan selir terakhir.
"Hemmm, apa maksudmu datang mengganggu?" Kaisar berkata, tidak marah karena dia pun pernah mencinta selir yang cantik ini, bahkan tangannya lalu diulur untuk membelai dagu yang berkulit putih halus itu.
"Hamba mohon Sri Baginda mengampukan hamba," selir itu berkata dengan suara agak gemetar, "Sebetulnya hamba tidak berani mengganggu Paduka yang sedang beristirahat, akan tetapi...."
Kaisar yang tua itu tersenyum dan salah menyangka. Dikiranya selir muda ini merindukan curahan kasihnya karena sudah lama dia tidak mengunjungi kamar selirnya ini dan tidak pula memerintahkan selir itu datang melayaninya. "Aihh, manis, naiklah ke sini dan kaupijiti punggungku..." katanya sebagai uluran tangan Karena membayangkan hasrat selirnya ini, sudah bangkit pula berahinya.
Yauw Cui tidak berani membantah, bangkit dari lantai di mana dia berlutut, dan jari-jari tangannya yang halus mulai menari-nari di atas punggung tua yang pegal-pegal itu. Akan tetapi selir ini berkata lagi, "Rasa penasaran memaksa hamba memberanikan diri mengunjungi Paduka. Hamba tidak ingin melihat Paduka yang hamba junjung tinggi ditipu dan dihina orang!"
Tangan Kaisar yang muiai membelai tubuh selirnya itu tiba-tiba terhenti dan dengan pandang mata penuh selidik Kaisar Beng Ong bertanya, "Apa maksudmu? Siapa yang berani menipu dan menghinaku?"
Yauw Cui menangis dan suara terisak isak dia berkata, "Hamba... secara tidak sengaja... mendengar... An-goanswe (Jenderal An) berada di dalam kamar... Yang Kui Hui...."
Seketika Kaisar bangkit duduk dengan mata terbelalak. Dengan alis berkerut dia memandang selirnya itu yang masih menangis, hatinya tidak percaya sama sekali karena memang sudah seringkati Yang Kui Hui difitnah orang lain yang merasa iri hati.
"Hemmm, jangan bicara sembarangan saja terdorong iri hati."
"Tidak... hamba rela untuk dihukum mati, rela diapakan saja kalau hamba membohong... tidak berani hamba menjatuhkan fitnah... hamba hanya merasa penasaran melihat Paduka dihina maka hamba memberanikan diri melapor...."
"Pengawal...!!" Kaisar berseru sambil mendorong selirnya turun dari pembaringan. Pintu terbuka dan enam orang pengawal pribadi meloncat masuk dan langsung berlutut setelah mereka melihat bahwa Kaisar tidak dalam bahaya.
Kaisar menyambar jubah luarnya. "Antar kami ke kamar Yang Kui Hui." kata Kaisar singkat sambil memberi isyarat dengan matanya agar Yauw Cui ikut pula bersamanya.
Pada saat Yauw Cui melapor kepada Kaisar, kamar Yatw Kui Hui sudah gelap remang-remang dan pada saat itu memang selir yang cantik jelita ini sedang bersama An Lu San. Mereka seperti mabok nafsu berahi dan tentu saja segala pertahanan di hati Yang Kui Hui runtuh menghadapi jenderal yang tegap dan gagah perkasa ini, yang masih memiliki sifat-sifat liar dan kasar dari tempat asalnya.
Selama tujuh tahun Yang Kui Hui meneken kekecewaan hatinya melayani seorang kakek-kakek lemah. Kini bertemu dengan An Lu San dan berkesempatan menikmati rayuan laki-laki yang jantan dan jauh lebih muda dan Kaisar ini, tentu saja dia terbuai dan lupa segala.
Sesosok bayangan menyelinap ke dalam kamar itu dan berbisik di luar kelambu pembaringan. Bisikan itu merobah suasana di dalam kamar itu. Yang Kui Hui dan An Lu San dalam waktu berapa menit saja telah memakal pakaian yang rapi, duduk menghadapi meja yang diterangi dengan beberapa batang lilin, dan di atas meja terdapat gambar peta daerah utara.
Di ujung-ujung kamar itu terdapat pengawal dan pelayan berdiri seperti patung, hanya memandang saja ketika An Lu San dengan suara lantang sedang menjelaskan tentang situasi dan keadaan pertahanan di perbatasan utara. (Bersambung)
Menjelang tengah malam, Kaisar terbangun dan ternyata yang mengganggu tidurnya adalah seorang selir muda belia yang cantik seperti selir-selir lain. Selir ini bernama Yauw Cui, masih berdarah bangsawan dan termasuk selir termuda sebelum Kaisar mengambil Yang Kui Hui yang merupakan selir terakhir.
"Hemmm, apa maksudmu datang mengganggu?" Kaisar berkata, tidak marah karena dia pun pernah mencinta selir yang cantik ini, bahkan tangannya lalu diulur untuk membelai dagu yang berkulit putih halus itu.
"Hamba mohon Sri Baginda mengampukan hamba," selir itu berkata dengan suara agak gemetar, "Sebetulnya hamba tidak berani mengganggu Paduka yang sedang beristirahat, akan tetapi...."
Kaisar yang tua itu tersenyum dan salah menyangka. Dikiranya selir muda ini merindukan curahan kasihnya karena sudah lama dia tidak mengunjungi kamar selirnya ini dan tidak pula memerintahkan selir itu datang melayaninya. "Aihh, manis, naiklah ke sini dan kaupijiti punggungku..." katanya sebagai uluran tangan Karena membayangkan hasrat selirnya ini, sudah bangkit pula berahinya.
Yauw Cui tidak berani membantah, bangkit dari lantai di mana dia berlutut, dan jari-jari tangannya yang halus mulai menari-nari di atas punggung tua yang pegal-pegal itu. Akan tetapi selir ini berkata lagi, "Rasa penasaran memaksa hamba memberanikan diri mengunjungi Paduka. Hamba tidak ingin melihat Paduka yang hamba junjung tinggi ditipu dan dihina orang!"
Tangan Kaisar yang muiai membelai tubuh selirnya itu tiba-tiba terhenti dan dengan pandang mata penuh selidik Kaisar Beng Ong bertanya, "Apa maksudmu? Siapa yang berani menipu dan menghinaku?"
Yauw Cui menangis dan suara terisak isak dia berkata, "Hamba... secara tidak sengaja... mendengar... An-goanswe (Jenderal An) berada di dalam kamar... Yang Kui Hui...."
Seketika Kaisar bangkit duduk dengan mata terbelalak. Dengan alis berkerut dia memandang selirnya itu yang masih menangis, hatinya tidak percaya sama sekali karena memang sudah seringkati Yang Kui Hui difitnah orang lain yang merasa iri hati.
"Hemmm, jangan bicara sembarangan saja terdorong iri hati."
"Tidak... hamba rela untuk dihukum mati, rela diapakan saja kalau hamba membohong... tidak berani hamba menjatuhkan fitnah... hamba hanya merasa penasaran melihat Paduka dihina maka hamba memberanikan diri melapor...."
"Pengawal...!!" Kaisar berseru sambil mendorong selirnya turun dari pembaringan. Pintu terbuka dan enam orang pengawal pribadi meloncat masuk dan langsung berlutut setelah mereka melihat bahwa Kaisar tidak dalam bahaya.
Kaisar menyambar jubah luarnya. "Antar kami ke kamar Yang Kui Hui." kata Kaisar singkat sambil memberi isyarat dengan matanya agar Yauw Cui ikut pula bersamanya.
Pada saat Yauw Cui melapor kepada Kaisar, kamar Yatw Kui Hui sudah gelap remang-remang dan pada saat itu memang selir yang cantik jelita ini sedang bersama An Lu San. Mereka seperti mabok nafsu berahi dan tentu saja segala pertahanan di hati Yang Kui Hui runtuh menghadapi jenderal yang tegap dan gagah perkasa ini, yang masih memiliki sifat-sifat liar dan kasar dari tempat asalnya.
Selama tujuh tahun Yang Kui Hui meneken kekecewaan hatinya melayani seorang kakek-kakek lemah. Kini bertemu dengan An Lu San dan berkesempatan menikmati rayuan laki-laki yang jantan dan jauh lebih muda dan Kaisar ini, tentu saja dia terbuai dan lupa segala.
Sesosok bayangan menyelinap ke dalam kamar itu dan berbisik di luar kelambu pembaringan. Bisikan itu merobah suasana di dalam kamar itu. Yang Kui Hui dan An Lu San dalam waktu berapa menit saja telah memakal pakaian yang rapi, duduk menghadapi meja yang diterangi dengan beberapa batang lilin, dan di atas meja terdapat gambar peta daerah utara.
Di ujung-ujung kamar itu terdapat pengawal dan pelayan berdiri seperti patung, hanya memandang saja ketika An Lu San dengan suara lantang sedang menjelaskan tentang situasi dan keadaan pertahanan di perbatasan utara. (Bersambung)
(dwi)