Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 24 Bagian 1

Senin, 29 Mei 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 24 Bagian 1
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

"LEKAS...! Kita pakai kuda mereka!" Liem Toan Ki berkata kepada kekasihnya. Swi Nio menyambar kendali dua ekor kuda terbaik, sedangkan Toan Ki lalu mencambuk dua ekor kuda yang lain sehingga binatang-binatang itu kabur ketakutan. Kemudian mereka meloncat ke atas punggung kuda rampasan itu dan membalapkan kuda meninggalkan tempat itu.

"Mestinya mereka itu dibunuh, akan tetapi aku tidak tega melakukannya," kata Toan Ki.

"Benar, belum tetitu mereka itu jahat."

"Moi-moi, berhenti dulu," tiba-tiba Toan Ki berkata.

Swi Nio menahan kudanya dan melihat kekasihnya seperti orang bingung.

"Ada apakah?"

"Tidak baik kalau kita menuruti Permintaan Nona Han Swat Hong pergi ke Awan Merah."

Bu Swi Nio mengerutkan alisnya dan memandang kepada kekasihnya dengan penuh selidik. Selama ini, dia selain mencinta, juga kagum dan percaya penuh kepada kekasihnya yang dianggapnya seorang pria yang gagah perkasa dan patut dibanggakan. Akan tetapi sekarang dia memandang penuh curiga. Jangan-jangan kekasihnya juga ketularan penyakit seperti empat orang tadi, menginginkan pusaka Pulau Es! Biarpun dia sendiri belum pernah membuka-buka pusaka-pusaka itu, namun dia maklum bahwa pusaka-pusaka Pulau Es yang berada di tangan gurunya adalah pusaka yang tak ternilai harganya, benda keramat yang tentu mengandung ilmu-ilmu mujijat!

"Koko, apa... apa maksudmu?"

Mendengar nada suara kekasihnya, Toan Ki mengangkat muka memandang. Mereka bertemu pandang dan Toan Ki tersenyum, memegang tangan kekasihnya dan mencium tangan itu.

"Ihhh! Kau berdosa padaku, memandang penuh curiga seperti itu!" katanya tertawa. "Tidak, Moi-moi, tidak ada pikiran yang bukan-bukan di dalam hatiku. Aku hanya teringat akan bahaya besar kalau kita ke Awan Merah. Thio Sek Bi tadi adalah murid Thian-tok, sedangkan Thian-tok adalah suheng dari Puncak Awan Merah di Tai-hang-san! Kalau murid dari Sang Suheng seperti Thio Sek Bi tadi, apakah kita dapat mengharapkan sute akan lebih baik? Jangan-jangan kita seperti ular-ular menghampiri penggebuk!"

"Sialan! Kausamakan aku dengan ular? Koko, kalau begitu, bagaimana baiknya sekarang?" Swi Nio menghentikan kelakarnya karena menjadi khawatir juga.

"Swi-moi, tugas yang kita pikul bukanlah ringan. Apa lagi karena agaknya sudah banyak yang tahu bahwa kita berdualah yang memegang pusaka-pusaka Pulau Es, maka kurasa langkah-langkah kita tentu akan dibayangi orang-orang kang-ouw yang ingin merampas Pusaka Pulau Es. Ke mana pun kita pergi, kita tentu akan dicari oleh mereka."

Swi Nio menjadi pucat. Baru dia sadar betapa berat dan berbahaya tugas mereka. "Aihh, kalau begitu bagaimana baiknya?"

"Tidak ada jalan lain kecuali berlindung ke Hoa-san. Aku akan minta bantuan Hoa-san-pai agar suka menerima kita bersembunyi di sana dan menyembunyikan pusaka di sana. Hanya Hoa-san-pai saja yang dapat kupercaya dan kiranya tidak sembarangan orang berani main gila di Hoa-san-pai."

"Engkau benar, Koko dan aku setuju sekali. Akan tetapi, bagaimana nanti kalau yang mempunyai pusaka ini menyusul kita ke Puncak Awan Merah dan tidak mendapatkan kita di sana?"

"Lebih baik begitu daripada mendapatkan kita di sana tanpa pusaka lagi, atau mendengar bahwa kita tewas dan pusaka dirampas orang! Sebagai orang-orang yang sakti, tentu mereka akan dapat mencari kita atau menduga bahwa aku berlindung ke Hoa-san-pai. Mari kita berangkat, Moi-moi, hatiku tidak enak sebelum kita tiba di Hoa-san."

Demikianlah, dua orang itu lalu bergegas melanjutkan perjalanan ke Hoa-san. Setelah tanpa halangan mereka tiba di bukit itu, Toan Ki mengajak kekasihnya langsung menghadap ketua Hoa-san-pai yang terhitung twa-supeknya (uwak guru pertama) sendiri yang tidak pernah dijumpainya. Setelah bertemu dengan Kong Thian Cu, ketua Hoa-san-pai pada waktu itu, seorang kakek tinggi kurus yang bersikap lemah lembut dan rambutnya sudah putih semua, serta merta kedua orang muda itu menjatuhkan diri berlutut.

"Teecu Liem Toan Ki menghaturkan hormat kepada Twa-supek," kata Toan Ki.

"Teecu Bu Swi Nio menghaturkan hormat kepada Locianpwe," kata Swi Nio penuh hormat.

Kakek itu mengangguk-angguk. "Duduklah dan bagaimana engkau dapat menyebut pinto sebagai Twa-supek, orang muda?"

"Teecu adalah murid dari Suhu Tan Kiat yang membuka perguruan silat di Kun-min dan menurut Suhu, katanya beliau adalah sute dari Twa-supek yang menjadi ketua di Hoa-san-pai, sungguhpun Suhu berpesan agar teecu tidak menyebut-nyebut nama Hoa-san-pai kepada siapapun juga." (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0689 seconds (0.1#10.140)