Kho Ping Ho, Bukek Siansu Jilid 22 Bagian 8

Rabu, 17 Mei 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Ho, Bukek Siansu Jilid 22 Bagian  8
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Ho, Bukek Siansu

Biarpun hati mereka gentar sekali, namun orang katai itu kembali menyerbu dan hujan senjata menyambar tubuh Sin Liong. Kembali senjata-senjata itu mental, bahkan ada yang terlepas dari pegangan tangan pemiliknya.

Sin Liong menarik napas panjang, menunduk dan memandang pakaiannya yang menjadi makin compang-camping terkena bacokan senjata-senjata itu, kemudian sekali bergerak, tubuhnya berkelebat melewati kepala para pengeroyoknya yang bertubuh pendek dan lenyap.

Gegerlah para orang katai. Akan tetapi Han Bu Ong menyabarkan dan menenangkan hati mereka. Dia merasa yakin bahwa betapapun lihainya Sin Liong, pemuda itu agaknya tidak akan mengganggunya. Maka dia melanjutkan rencananya dan melakukan perundingan dengan para anak buahnya.

Seperti juga ibunya dahulu, pemuda tanggung ini sudah mulai dengan usahanya untuk mencari kedudukan dengan menghubungi seorang "pangeran" baru yang juga merasa tidak puas dengan kedudukan yang diperolehnya setelah perjuangan mereka berhasil.

Pangeran ini dahulunya adalah seorang pemberontak rakyat petani yang bergabung dengan An Lu Shan, bernama Shi Su Beng yang kini dianugerahi pangkat "pangeran" oleh An Lu Shan, Shi Su Beng bermaksud untuk merebut tahta kerajaan dari tangan An Lu Shan, dan apabila terjadi kegagalan, maka terowongan bawah tanah milik Han Bu Ong itulah yang akan dijadikan tempat persembunyian.

Setelah selesai mempersiapkan segala-galanya dan tempat itu ditinjau sendiri oleh Pangeran Shi Su Beng, Han Bu Ong lalu pergi ke kota raja bersama sekutunya itu untuk mulai melaksanakan siasat yang sudah mereka rencanakan lebih dahulu.

***

Memang selama dua tahun itu terjadi hal yang banyak tercatat dalam sejarah. Kemenangan An Lu Shan ternyata tidak mendatangkan kemakmuran atau keamanan, bahkan sebaliknya. Selain kaisar yang telah melarikan diri ke Secuan dan menyerahkan tahta kerajaan kepada puteranya itu kini menyusun kekuatan di barat untuk menyerbu dan merampas kembali kota raja, juga di dalam istana pemerintah baru sendiri terjadi pertentangan dan perebutan kekuasaan!

Semua ini terjadi karena memang sesungguhnya para pemimpin pemberontak yang dahulu memberontak terhadap pemerintah dengan dalih "demi rakyat", atau demi keadilan, demi kebenaran, demi negara dan lain istilah muluk-muluk lagi itu sesungguhnya hanyalah "berjuang" demi dirinya sendiri saja!

Semua istilah itu tak lain tak bukan hanyalah untuk dijadikan "modal" perjuangannya untuk mencari kedudukan dan kemuliaan bagi diri sendiri. Hal ini sudah terlalu sering terjadi di dunia, berulang-ulang, namun sampai sekarang rakyat di seluruh dunia tetap bodoh, mau saja diperalat dan dicatut namanya oleh orang-orang yang berambisi untuk diri pribadi.

Betapa banyaknya bukti akan kepalsuan ini dapat dilihat dalam sejarah di Negara manapun di dunia ini. Sekelompok, orang berambisi untuk keuntungan mereka sendiri, dengan siasat cerdik menggunakan nama rakyat untuk mencapai tujuan mereka, kalau perlu mereka mengorbankan rakyat. Rakyat sudah cukup puas memperoleh gelar "pahlawan" kalau sampai tewas dalam perjuangan yang sebenarnya adalah penyalahgunaan demi keuntungan kelompok yang mempergunakan mereka itu.

Inilah sebabnya maka jika perjuangan telah berhasil, jika para kelompok pimpinan yang berambisi sudah memperoleh apa yanj mereka kejar-kejar, maka rakyat pun dilupakan sudah! Bukan sengaja dilupakan melainkan karena mereka yang sudah berhasil merampas kedudukan itu pun harus menghadapi lawan atau saingan yang juga ingin merebut kedudukan itu.

Rakyat adalah orang yang berada di bawah, dan yang terinjak memang selalu yang berada di bawah. Yang berada di atas tidak akan terinjak, akan tetapi mereka itu saling berebutan di antara mereka sendiri, memperebutkan kedudukan yang lebih enak dan empuk dari pada kedudukan yang telah dimilikinya.

Demikianlah pula dengan An Lu Shan dan teman-temannya yang telah berhasil dalam "perjuangan" mereka merampas kedudukan tahta kerajaan. Teman-teman yang tadinya berjuang bahu-membahu, menjadi kawan senasib sependeritaan, yaitu di waktu mereka memberontak, kini setelah memperoleh apa yang mereka cita-citakan, berbalik mencurigai, saling iri!

Memang belum ada yang secara berterang berani menentang An Lu Shan, bekas panglima yang masih amat kuat kedudukannya, didukung oleh pasukan-pasukan inti dan tampaknya semua pembantunya sudah menyetujui sebulatnya kalau An Lu Shan menjadi kaisar.

Akan tetapi diam-diam, banyak yang mempersoalkan pembagian pangkat dan kedudukan. Tentu saja yang merasa tidak puas adalah mereka yang memperoleh pangkat agak kecil, sedangkan yang menerima pangkat besar mesasa curiga dan hati-hati menghadapi bekas letnan yang memperoleh pangkat lebih kecil. Terjadi dan berlangsunglah konflik sembunyi di antara mereka. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0334 seconds (0.1#10.140)