Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 15 Bagian 2
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo , Bukek Siansu
Tak lama kemudian dia telah berbisik-bisik dengan beberapa orang pengawal pribadinya, kemudian memasuki kamar lain setelah merasa yakin bahwa para pengawalnya yang kini telah berkumpul itu akan melaksanakan perintahnya dengan baik.
Swi Liang terbangun dari tidur nyenyak, menggeliat dan tersenyum penuh bahagia ketika dia teringat akan keadaan dirinya. Dirabanya kasur di mana dia rebah dan hidungnya kembang kempis, masih penuh oleh keharuman tubuh Yang Kui Hui. Baru saja terbangun dari tidur, teringat akan wanita cantik itu, berkobar lagi nafsunya, lenyap semua kelelahan tubuhnya dan dia membalik ke kanan, lengan kirinya dan kaki kirinya merangkul, memeluk.
Dia membuka metanya ketika tangan dan kakinya bertemu dengan kasur yang kosong, lalu bangkit duduk, menoleh ke kanan kiri, mencari-cari. Yang Kui Hui telah pergi dari kamar itu! Swi Liang merasa heran dan juga terkejut, kemudian timbul kekhawatiran di dalam hatinya.
Ke manakah perginya wanita itu sepagi ini, pikirnya. Karena khawatir kalau-kalau ada pelayan memasuki kamar dan memergoki keadaannya, bergegas dia menyambar pakaiannya dan cepat mengenakan pakaiannya, pakaian wanita penyamarannya. Dengan tergesa-gesa dia menghampiri meja rias Yang Kui Hui, menggunakan bedak dan yanci untuk memulas mukanya yang semalam telah menjadi muka pria aselinya dan sisa-sisa bedak di mukanya telah terhapus sama sekali oleh ciuman-ciuman Yang Kui Hui.
Kemudian dia mencari pedangnya dan betapa heran dan terkejut hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa pedangnya tidak berada di dalam kamar itu! Akan tetapi dia segera tersenyum menenangkan hatinya sendiri. Tentu Yang Kui Hui sengaja hendak main-main dengan dia!
Tak mungkin wanita itu melakukan hal yang bukan-bukan dan merugikannya setelah apa yang mereka nikmati bersama semalam! Tentu Yang Kui Hui sudah bertekuk lutut dan mencintanya setelah dia membuktikan kejantanannya semalam, pikir Swi Liang dengan bangga. Dengan hati ringan dia lalu melangkah ke pintu, membuka daun pintu hendak mencari kekasihnya itu.
Sunyi di luar kamar itu, padahal biasanya penuh dengan pengawal. Kemudian muncul seorang pelayan wanita yang bertugas membersihkan kamar Yang Kui Hui setiap pagi. Melihat pelayan ini, Swi Liang dengan suara biasa lalu menanyaan di mana adanya majikan mereka yang cantik itu.
"Beliau tadi memerintahkan bahwa kalau Liang-lihiap sudah bangun agar Lihiap suka pergi menyusul ke dalam pondok di taman. Beliau menanti di sana."
Mendengar kata-kata ini, Swi Liang bergegas pergi ke taman, hatinya girang sekali. Tak salah dugaannya. Yang Kui Hui telah bertekuk lutut di depan kakinya! Selir yang angkuh dan cantik itu telah jatuh cinta kepadanya sehingga kini selir itu ingin melanjutkan permainan cinta mereka di dalam pondok taman, tentu agar jangan sampai menimbulkan kecurigaan para pelayan lain!
"Ha-ha, kau cerdik sekali, manis," kata hatinya penuh kegembiraan, "untuk kecerdikanmu itu akan kuberi upah ciuman hangatl" Sambil tersenyum-senyum membayangkan segala kemesraan yang akan di alaminya sebentar lagi di dalam pondok taman, Swi Liang melangkah lebar ke dalam taman yang indah dan luas itu.
Taman itu sunyi karena hari masih amat pagi dan memang biasanya pun taman itu hanya dikunjungi para puteri istana setelah matahari naik tinggi sehingga mereka dapat menghirup hawa sejuk di situ. Bahkan tidak tampak seorang pun juru taman yang biasanya sepagi itu tentu telah membersihkan taman.
Ketika melewati tempat di mana dia malam-malam beberapa hari yang lalu mengubur mayat dua orang pelayan wanita, Swi Liang menggerakkan pundaknya untuk menenteramkan hatinya yang agak terguncang. Salah kalian sendiri, pikirnya dan untuk menekan perasaannya, dia malah menginjak kuburan yang tidak kentara dan tidak dikenal orang lain kecuali dia itu.
Dia kini sudah berdiri di depan pintu pondok, lalu mengetuk pintu pondok sambil berkata dengan suara biasa, suara pria, halus dan penuh rayuan, "Dewiku yang cantik jelita, bidadari dari sorga manis, bukalah pintu, aku sudah amat rindu kepadamu....!"
Daun pintu pondok merah itu terbuka dari dalam dan... Swi Liang meloncat ke belakang sambil menahan seruan kagetnya ketika dia melihat bahwa dari dalam pondok itu keluar dua puluh orang lebih pengawal yang memegang senjata di tangan! (Bersambung)
Tak lama kemudian dia telah berbisik-bisik dengan beberapa orang pengawal pribadinya, kemudian memasuki kamar lain setelah merasa yakin bahwa para pengawalnya yang kini telah berkumpul itu akan melaksanakan perintahnya dengan baik.
Swi Liang terbangun dari tidur nyenyak, menggeliat dan tersenyum penuh bahagia ketika dia teringat akan keadaan dirinya. Dirabanya kasur di mana dia rebah dan hidungnya kembang kempis, masih penuh oleh keharuman tubuh Yang Kui Hui. Baru saja terbangun dari tidur, teringat akan wanita cantik itu, berkobar lagi nafsunya, lenyap semua kelelahan tubuhnya dan dia membalik ke kanan, lengan kirinya dan kaki kirinya merangkul, memeluk.
Dia membuka metanya ketika tangan dan kakinya bertemu dengan kasur yang kosong, lalu bangkit duduk, menoleh ke kanan kiri, mencari-cari. Yang Kui Hui telah pergi dari kamar itu! Swi Liang merasa heran dan juga terkejut, kemudian timbul kekhawatiran di dalam hatinya.
Ke manakah perginya wanita itu sepagi ini, pikirnya. Karena khawatir kalau-kalau ada pelayan memasuki kamar dan memergoki keadaannya, bergegas dia menyambar pakaiannya dan cepat mengenakan pakaiannya, pakaian wanita penyamarannya. Dengan tergesa-gesa dia menghampiri meja rias Yang Kui Hui, menggunakan bedak dan yanci untuk memulas mukanya yang semalam telah menjadi muka pria aselinya dan sisa-sisa bedak di mukanya telah terhapus sama sekali oleh ciuman-ciuman Yang Kui Hui.
Kemudian dia mencari pedangnya dan betapa heran dan terkejut hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa pedangnya tidak berada di dalam kamar itu! Akan tetapi dia segera tersenyum menenangkan hatinya sendiri. Tentu Yang Kui Hui sengaja hendak main-main dengan dia!
Tak mungkin wanita itu melakukan hal yang bukan-bukan dan merugikannya setelah apa yang mereka nikmati bersama semalam! Tentu Yang Kui Hui sudah bertekuk lutut dan mencintanya setelah dia membuktikan kejantanannya semalam, pikir Swi Liang dengan bangga. Dengan hati ringan dia lalu melangkah ke pintu, membuka daun pintu hendak mencari kekasihnya itu.
Sunyi di luar kamar itu, padahal biasanya penuh dengan pengawal. Kemudian muncul seorang pelayan wanita yang bertugas membersihkan kamar Yang Kui Hui setiap pagi. Melihat pelayan ini, Swi Liang dengan suara biasa lalu menanyaan di mana adanya majikan mereka yang cantik itu.
"Beliau tadi memerintahkan bahwa kalau Liang-lihiap sudah bangun agar Lihiap suka pergi menyusul ke dalam pondok di taman. Beliau menanti di sana."
Mendengar kata-kata ini, Swi Liang bergegas pergi ke taman, hatinya girang sekali. Tak salah dugaannya. Yang Kui Hui telah bertekuk lutut di depan kakinya! Selir yang angkuh dan cantik itu telah jatuh cinta kepadanya sehingga kini selir itu ingin melanjutkan permainan cinta mereka di dalam pondok taman, tentu agar jangan sampai menimbulkan kecurigaan para pelayan lain!
"Ha-ha, kau cerdik sekali, manis," kata hatinya penuh kegembiraan, "untuk kecerdikanmu itu akan kuberi upah ciuman hangatl" Sambil tersenyum-senyum membayangkan segala kemesraan yang akan di alaminya sebentar lagi di dalam pondok taman, Swi Liang melangkah lebar ke dalam taman yang indah dan luas itu.
Taman itu sunyi karena hari masih amat pagi dan memang biasanya pun taman itu hanya dikunjungi para puteri istana setelah matahari naik tinggi sehingga mereka dapat menghirup hawa sejuk di situ. Bahkan tidak tampak seorang pun juru taman yang biasanya sepagi itu tentu telah membersihkan taman.
Ketika melewati tempat di mana dia malam-malam beberapa hari yang lalu mengubur mayat dua orang pelayan wanita, Swi Liang menggerakkan pundaknya untuk menenteramkan hatinya yang agak terguncang. Salah kalian sendiri, pikirnya dan untuk menekan perasaannya, dia malah menginjak kuburan yang tidak kentara dan tidak dikenal orang lain kecuali dia itu.
Dia kini sudah berdiri di depan pintu pondok, lalu mengetuk pintu pondok sambil berkata dengan suara biasa, suara pria, halus dan penuh rayuan, "Dewiku yang cantik jelita, bidadari dari sorga manis, bukalah pintu, aku sudah amat rindu kepadamu....!"
Daun pintu pondok merah itu terbuka dari dalam dan... Swi Liang meloncat ke belakang sambil menahan seruan kagetnya ketika dia melihat bahwa dari dalam pondok itu keluar dua puluh orang lebih pengawal yang memegang senjata di tangan! (Bersambung)
(dwi)