Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 22 Bagian 7
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
"Akan tetapi, Siauw-pangcu (Ketua Cilik)," seorang pembantu membantah sebelum pembongkaran dilakukan. Tempat ini dahulu sengaja diruntuhkan oleh Ibu Pangcu untuk menutupi sumur ular di mana tubuh musuh Ibu Pangcu dilempar.
Karena musuh itu lihai bukan main, maka Ibu Pangcu bersama Kiam-mo Cai-li dan Ouwyang Cin Cu memutuskan untuk menutup saja tempat ini agar pemuda sakti itu tidak mampu hidup kembali."
Han Bu Ong tertawa, "Ha, ha, mana mungkin Kwa Sin Liong dapat hidup kembali? Dia sudah dilempar di sumur ular, andaikata dia tidak mati oleh ular-ular itu, tentu selama dua tahun dikubur hidup-hidup di sumur itu dia kini sudah menjadi setan tengkorak, tinggal rangkanya saja.
Mengapa khawatir? Hayo bongkar! Kalau tidak dibongkar, terowongan ini tertutup sampai di sini, padahal kita amat membutuhkan sebagai jalan rahasia yang amat penting bagi perkumpulan kita."
Karena alasan yang dikemukakan ketua cilik ini memang tepat, maka beramai-ramai para manusia katai itu segera bekerja keras, membongkari batu-batu yang besar-besar dan berat itu, menggunakan alat pendongkel dan lain-lain. Hiruk pikuk suara di dalam terowongan itu dan pekerjaan yang berat itu biarpun dilakukan oleh hampir lima puluh orang, tetap saja memakan waktu yang cukup lama. Memang sesungguhnya lah bahwa merusak itu mudah membangun itu sukar, mengotori itu mudah membersihkannya tidak semudah itu.
Setelah bekerja keras selama sepekan, barulah batu besar terakhir yang menutup sumur dapat disingkirkan. Han Bu Ong dan para anak buahnya seperti berlumba lari menghampiri sumur dan melongok ke dalam sumur yang amat gelap itu.
Pada saat itu, terdengar suara angin menyambar dari bawah dan berkelebatlah bayangan orang yang melayang dari bawah. Han Bu Ong dan semua orang terkejut.
Ketika mereka menoleh dan memandang bayangan orang yang tadi meloncat melewati kepala mereka, mereka melihat seorang laki-laki muda berdiri di situ sambil tersenyum, seorang pemuda, yang berwajah tampan, yang memiliki sepasang mata yang lembut pandangannya namun bersinar cahayanya, pemuda yang pakaiannya lapuk dan compang-camping. Tidak ada orang kerdil yang mengenal pemuda ini karena memang keadaannya jauh berbeda dengan tahun yang lalu. Akan tetapi Han Bu Ong dengan suara gemetar membentakkan perintah, "Serbu! Bunuh dia...!"
Orang-orang katai yang tadinya bengong terheran-heran dan ketakutan karena menduga keras bahwa tentu hanya siluman saja yang keluar dari sumur tertutup itu ketika mendengar bentakan ini menjadi sadar.
Kini mereka pun ingat bahwa tentu ini pemuda yang dua tahun yang lalu dilempar ke dalam sumur. Biarpun mereka bergidik ngeri dan gentar mendapat kenyataan bahwa orang yang dua tahun lalu dilempar ke sumur ular yang tertutup kini ternyata masih hidup, namun karena maklum bahwa ini adalah musuh mereka, dengan teriakan teriakan ganas mereka menyerang orang itu.
Memang benar dugaan Han Bu Ong. Orang ini bukan lain adalah Kwa Sin Liong. Ketika Sin Liong akhirnya dari bawah mendengar suara hiruk pikuk di sebelah atas kemudian melihat cahaya turun melalui terowongan kecil jalan ular, dia menyeberangi terowongan dan tiba di dasar sumur pertama.
Akhirnya dia melihat betapa atap sumur yang tadinya tertutup batu besar itu terbuka dan melayanglah dia keluar. Karena selama dua tahun dia tidak bertemu orang, begitu melihat Bu Ong dan orang-orang kerdil, dia tersenyum girang.
Akan tetapi orang-orang kerdil ini dengan bermacam senjata telah menyerangnya. Sin Liong hanya mengerahkan sinkangnya, membiarkan belasan batang senjata tajam menimpa tubuhnya.
Terdengarlah teriakan-teriakan kaget karena semua senjata, baik yang tajam maupun yang tumpul, begitu mengenai tubuh pemuda itu, membalik seperti mengenai gumpalan karet yang amat kuat.
"Adik Bu Ong... bukankah engkau sute (Adik Seperguruan)...?" Sin Liong berkata halus sambil memandang kepada Han Bu Ong.
"Iblis! Siluman! Bunuh dia...!!" Bu Ong berteriak-tenak dengan muka pucat dan mata terbelalak. (Bersambung)
"Akan tetapi, Siauw-pangcu (Ketua Cilik)," seorang pembantu membantah sebelum pembongkaran dilakukan. Tempat ini dahulu sengaja diruntuhkan oleh Ibu Pangcu untuk menutupi sumur ular di mana tubuh musuh Ibu Pangcu dilempar.
Karena musuh itu lihai bukan main, maka Ibu Pangcu bersama Kiam-mo Cai-li dan Ouwyang Cin Cu memutuskan untuk menutup saja tempat ini agar pemuda sakti itu tidak mampu hidup kembali."
Han Bu Ong tertawa, "Ha, ha, mana mungkin Kwa Sin Liong dapat hidup kembali? Dia sudah dilempar di sumur ular, andaikata dia tidak mati oleh ular-ular itu, tentu selama dua tahun dikubur hidup-hidup di sumur itu dia kini sudah menjadi setan tengkorak, tinggal rangkanya saja.
Mengapa khawatir? Hayo bongkar! Kalau tidak dibongkar, terowongan ini tertutup sampai di sini, padahal kita amat membutuhkan sebagai jalan rahasia yang amat penting bagi perkumpulan kita."
Karena alasan yang dikemukakan ketua cilik ini memang tepat, maka beramai-ramai para manusia katai itu segera bekerja keras, membongkari batu-batu yang besar-besar dan berat itu, menggunakan alat pendongkel dan lain-lain. Hiruk pikuk suara di dalam terowongan itu dan pekerjaan yang berat itu biarpun dilakukan oleh hampir lima puluh orang, tetap saja memakan waktu yang cukup lama. Memang sesungguhnya lah bahwa merusak itu mudah membangun itu sukar, mengotori itu mudah membersihkannya tidak semudah itu.
Setelah bekerja keras selama sepekan, barulah batu besar terakhir yang menutup sumur dapat disingkirkan. Han Bu Ong dan para anak buahnya seperti berlumba lari menghampiri sumur dan melongok ke dalam sumur yang amat gelap itu.
Pada saat itu, terdengar suara angin menyambar dari bawah dan berkelebatlah bayangan orang yang melayang dari bawah. Han Bu Ong dan semua orang terkejut.
Ketika mereka menoleh dan memandang bayangan orang yang tadi meloncat melewati kepala mereka, mereka melihat seorang laki-laki muda berdiri di situ sambil tersenyum, seorang pemuda, yang berwajah tampan, yang memiliki sepasang mata yang lembut pandangannya namun bersinar cahayanya, pemuda yang pakaiannya lapuk dan compang-camping. Tidak ada orang kerdil yang mengenal pemuda ini karena memang keadaannya jauh berbeda dengan tahun yang lalu. Akan tetapi Han Bu Ong dengan suara gemetar membentakkan perintah, "Serbu! Bunuh dia...!"
Orang-orang katai yang tadinya bengong terheran-heran dan ketakutan karena menduga keras bahwa tentu hanya siluman saja yang keluar dari sumur tertutup itu ketika mendengar bentakan ini menjadi sadar.
Kini mereka pun ingat bahwa tentu ini pemuda yang dua tahun yang lalu dilempar ke dalam sumur. Biarpun mereka bergidik ngeri dan gentar mendapat kenyataan bahwa orang yang dua tahun lalu dilempar ke sumur ular yang tertutup kini ternyata masih hidup, namun karena maklum bahwa ini adalah musuh mereka, dengan teriakan teriakan ganas mereka menyerang orang itu.
Memang benar dugaan Han Bu Ong. Orang ini bukan lain adalah Kwa Sin Liong. Ketika Sin Liong akhirnya dari bawah mendengar suara hiruk pikuk di sebelah atas kemudian melihat cahaya turun melalui terowongan kecil jalan ular, dia menyeberangi terowongan dan tiba di dasar sumur pertama.
Akhirnya dia melihat betapa atap sumur yang tadinya tertutup batu besar itu terbuka dan melayanglah dia keluar. Karena selama dua tahun dia tidak bertemu orang, begitu melihat Bu Ong dan orang-orang kerdil, dia tersenyum girang.
Akan tetapi orang-orang kerdil ini dengan bermacam senjata telah menyerangnya. Sin Liong hanya mengerahkan sinkangnya, membiarkan belasan batang senjata tajam menimpa tubuhnya.
Terdengarlah teriakan-teriakan kaget karena semua senjata, baik yang tajam maupun yang tumpul, begitu mengenai tubuh pemuda itu, membalik seperti mengenai gumpalan karet yang amat kuat.
"Adik Bu Ong... bukankah engkau sute (Adik Seperguruan)...?" Sin Liong berkata halus sambil memandang kepada Han Bu Ong.
"Iblis! Siluman! Bunuh dia...!!" Bu Ong berteriak-tenak dengan muka pucat dan mata terbelalak. (Bersambung)
(dwi)