Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 11 Bagian 1
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
KWEE Lun tertawa-tawa bergelak, dan Swat Hong juga tertawa. Keduanya merasa lucu dan gembira karena mendapatkan seorang teman yang cocok wataknya!
"Kalau begitu, tidak jauh bedanya dengan perutku! Mari kita cepat pergi Leng-sia-bun terdapat banyak makanan enak!"
"Tapi... perahumu itu? Bagaimana kalau ada yang curi nanti?"
"Hemm, siapa berani mencurinya? Lihat, bentuk perahuku itu. Bentuknya seperti seekor kura-kura, lengkap dengan kepalanya dan ekornya. Melihat itu, semua orang tahu bahwa itu milik Pulau Kura-kura, siapa berani mengganggunya? Perahumu yang berada di dekat perahuku juga aman."
"Wah, kalau begitu nama Suhumu sudah terkenal sekali!"
"Memang, dan sekarang aku akan membuat nama agar sama terkenalnya dengan nama Suhu!"
Berangkatlah kedua orang muda itu menuju ke utara, melalui sepanjang pantai itu lalu mendaki sebuah daerah pegunungan, menuju ke kota Leng-sia-bun yang letaknya tidak jauh dari pantai laut, tak jauh dari muara Sungai Huai.
Kota Leng-sia-bun merupakan kota pantai yang ramai dan padat penduduknya. Karena daerah ini merupakan daerah perdagangan yang menampung datangnya hasil bumi dari pedalaman untuk dibawa oleh perahu-perahu ke pantai laut yang lain, juga merupakan pasar besar pagi para nelayan, maka penduduknya cukup makmur. Rumah-rumah besar, toko-toko, hotel-hotel dan restoran-restoran membuktikan kemakmuran kota itu.
Akan tetapi, seperti biasa terjadi di manapun juga di penjuru dunia ini dan di jaman apa pun, di kota Leng-sia-bun muncul juga manusia-manusia yang mempergunakan kesempatan untuk mencari keuntungan dan menumpuk harta benda dengan cara yang tidak layak, tidak halal, bahkan tidak mempedulikan lagi nilai-nilai kemanusiaan. Telah bertahun-tahun, di kota itu merajalela komplotan yang dipimpin oleh seorang hartawan bernama Ciu Bo Jin dan terkenal dengan sebutan Ciu-wangwe (Hartawan Ciu). Sebenarnya, tanpa diketahui oleh siapa pun di kota itu, Ciu-wangwe adalah bekas seorang perampok tunggal yang memiliki kepandaian tinggi. Setelah rambutnya mulai putih dan dia berhasil mengumpulkan kekayaan, tinggallah dia di kota Leng-sia-bun menjadi seorang pedagang.
Mula-mula dia mendirikan sebuah rumah makan. Setelah rumah makannya maju, dia membuka rumah judi dan rumah penginapan. Tentu saja dia mengumpulkan bekas teman-temannya dari kalangan hitam untuk bekerja kepadanya dan merangkap menjadi tukang pukul, akan tetapi Ciu-wangwe melarang keras kepada anak buahnya untuk memperlihatkan sikap kasar dan sewenang-wenang karena dia maklum bahwa itu bukan merupakan cara untuk mengumpulkan kekayaan di sebuah kota.
Dengan licin sekali, Ciu-wangwe mempengaruhi para pembesar kota itu dengan jalan seringkali mengirimkan hadiah kepada mereka. Bahkan bukan uang saja yang dijadikan umpan untuk memancing ikan besar dan menjinakkan harimau, akan tetapi dia juga mempergunakan wanita-wanita muda! Terkenallah hotel dan rumah judi yang didirikan Ciu-wangwe karena kedua tempat ini juga merupakan tempat berpelesir di mana disediakan perempuan muda sebagai pelacur-pelacur kelas tinggi! Bahkan restorannya juga amat laris karena di situ bercokol pula beberapa orang pelacur cantik yang melayani para tamu makan minum dan memberi kesempatan kepada para tamu sambil makan minum untuk colek sana sini!
Biarpun banyak penduduk Leng-sia-bun yang menjadi korban judi, banyak rumah tangga berantakan, namun tidak ada orang yang mampu menyalahkan Ciu-wangwe karena rumah judi, hotel, dan restoran yang dibukanya adalah sah dan mendapat restu serta perlindungan dari para pembesar setepat, Bahkan secara terang-terangan, hampir semua pembesar di kota itu menjadi langganan Ciu-wangwe.
Mereka yang gemar berjudi menjadi langganan pokoan (tempat judi) di mana mereka dapat berjudi apa saja sepuasnya dan tentu saja dalam melayani para pembesar berjudi, orang-orang kepercayaan Ciu-wangwe tidak berani main curang, tidak seperti jika melayani umum di situ dilakukan kecurangan-kecurangan yang menjamin kemenangan bagi si Bandar Judi. Bagi para pembesar yang senang pelesir dengan wanita, mereka mendatangi likoan (hotel) di mana tersedia kamar yang mewah berikut pelacurnya yang tinggal pilih dan mereka memperoleh pelayanan istimewa! Bagi yang mengutamakan lidah dan mulut, tersedia restoran yang menyediakan atau mengirim arak wangi dan masakan lezat!
KWEE Lun tertawa-tawa bergelak, dan Swat Hong juga tertawa. Keduanya merasa lucu dan gembira karena mendapatkan seorang teman yang cocok wataknya!
"Kalau begitu, tidak jauh bedanya dengan perutku! Mari kita cepat pergi Leng-sia-bun terdapat banyak makanan enak!"
"Tapi... perahumu itu? Bagaimana kalau ada yang curi nanti?"
"Hemm, siapa berani mencurinya? Lihat, bentuk perahuku itu. Bentuknya seperti seekor kura-kura, lengkap dengan kepalanya dan ekornya. Melihat itu, semua orang tahu bahwa itu milik Pulau Kura-kura, siapa berani mengganggunya? Perahumu yang berada di dekat perahuku juga aman."
"Wah, kalau begitu nama Suhumu sudah terkenal sekali!"
"Memang, dan sekarang aku akan membuat nama agar sama terkenalnya dengan nama Suhu!"
Berangkatlah kedua orang muda itu menuju ke utara, melalui sepanjang pantai itu lalu mendaki sebuah daerah pegunungan, menuju ke kota Leng-sia-bun yang letaknya tidak jauh dari pantai laut, tak jauh dari muara Sungai Huai.
Kota Leng-sia-bun merupakan kota pantai yang ramai dan padat penduduknya. Karena daerah ini merupakan daerah perdagangan yang menampung datangnya hasil bumi dari pedalaman untuk dibawa oleh perahu-perahu ke pantai laut yang lain, juga merupakan pasar besar pagi para nelayan, maka penduduknya cukup makmur. Rumah-rumah besar, toko-toko, hotel-hotel dan restoran-restoran membuktikan kemakmuran kota itu.
Akan tetapi, seperti biasa terjadi di manapun juga di penjuru dunia ini dan di jaman apa pun, di kota Leng-sia-bun muncul juga manusia-manusia yang mempergunakan kesempatan untuk mencari keuntungan dan menumpuk harta benda dengan cara yang tidak layak, tidak halal, bahkan tidak mempedulikan lagi nilai-nilai kemanusiaan. Telah bertahun-tahun, di kota itu merajalela komplotan yang dipimpin oleh seorang hartawan bernama Ciu Bo Jin dan terkenal dengan sebutan Ciu-wangwe (Hartawan Ciu). Sebenarnya, tanpa diketahui oleh siapa pun di kota itu, Ciu-wangwe adalah bekas seorang perampok tunggal yang memiliki kepandaian tinggi. Setelah rambutnya mulai putih dan dia berhasil mengumpulkan kekayaan, tinggallah dia di kota Leng-sia-bun menjadi seorang pedagang.
Mula-mula dia mendirikan sebuah rumah makan. Setelah rumah makannya maju, dia membuka rumah judi dan rumah penginapan. Tentu saja dia mengumpulkan bekas teman-temannya dari kalangan hitam untuk bekerja kepadanya dan merangkap menjadi tukang pukul, akan tetapi Ciu-wangwe melarang keras kepada anak buahnya untuk memperlihatkan sikap kasar dan sewenang-wenang karena dia maklum bahwa itu bukan merupakan cara untuk mengumpulkan kekayaan di sebuah kota.
Dengan licin sekali, Ciu-wangwe mempengaruhi para pembesar kota itu dengan jalan seringkali mengirimkan hadiah kepada mereka. Bahkan bukan uang saja yang dijadikan umpan untuk memancing ikan besar dan menjinakkan harimau, akan tetapi dia juga mempergunakan wanita-wanita muda! Terkenallah hotel dan rumah judi yang didirikan Ciu-wangwe karena kedua tempat ini juga merupakan tempat berpelesir di mana disediakan perempuan muda sebagai pelacur-pelacur kelas tinggi! Bahkan restorannya juga amat laris karena di situ bercokol pula beberapa orang pelacur cantik yang melayani para tamu makan minum dan memberi kesempatan kepada para tamu sambil makan minum untuk colek sana sini!
Biarpun banyak penduduk Leng-sia-bun yang menjadi korban judi, banyak rumah tangga berantakan, namun tidak ada orang yang mampu menyalahkan Ciu-wangwe karena rumah judi, hotel, dan restoran yang dibukanya adalah sah dan mendapat restu serta perlindungan dari para pembesar setepat, Bahkan secara terang-terangan, hampir semua pembesar di kota itu menjadi langganan Ciu-wangwe.
Mereka yang gemar berjudi menjadi langganan pokoan (tempat judi) di mana mereka dapat berjudi apa saja sepuasnya dan tentu saja dalam melayani para pembesar berjudi, orang-orang kepercayaan Ciu-wangwe tidak berani main curang, tidak seperti jika melayani umum di situ dilakukan kecurangan-kecurangan yang menjamin kemenangan bagi si Bandar Judi. Bagi para pembesar yang senang pelesir dengan wanita, mereka mendatangi likoan (hotel) di mana tersedia kamar yang mewah berikut pelacurnya yang tinggal pilih dan mereka memperoleh pelayanan istimewa! Bagi yang mengutamakan lidah dan mulut, tersedia restoran yang menyediakan atau mengirim arak wangi dan masakan lezat!
(dwi)