Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 14 Bagian 11

Selasa, 21 Maret 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Pemuda ini melanjutkan pekerjaannya memijit betis mengendurkan urat yang kaku dan pandang matanya melahap wajah yang menengadah itu. Betapa cantik jelitanya, demikian rangsangan hatinya. Rambut yang hitam agak mengeriting itu terurai di atas bantal, anak rambut yang melingkar-lingkar menghias dahi dan pelipis sampai ke bawah telinga.

Dahi yang melengkung halus sekali seperti lilin diraut, berkulit putih bersih itu nampak makin putih terhias anak rambut yang menghitam dan sepasang alis yang hitam sekali melengkung seperti dilukis, melindungi mata yang terpejam sehingga tampak bulu mata yang panjang. Bayangan bulu mata menggelapkan pipi sebelah atas, menyembunyikan warna kemeranan yang menyegarkan.

Hidung yang mancung, dengan dua cuping hidung yang tipis, agak bergerak terdorong napas yang keluar masuk, dan di bawah hidung itu, sepasang bibir yang kemerahan dan agak basah, kelihatan menebal sebelah bawahnya karena selir itu tersenyum, sebuah lesung pipit menghias di ujung mulut sebelah kiri. Manis dan cantik jelita! Kemudian leher itu, dan dada itu, pinggang itu...! Swi Liang menelan ludahnya berkali-kali dan jari-jari tangannya yang memijiti kaki itu agak menggigil.

Agaknya Yang Kui Hui dapat merasakan tangan yang menggigil ini, maka dia membuka sedikit matanya dan bertanya, "Ada apakah Liang-cu? Tanganmu gemetar...."

"Ahhh... tidak apa-apa, hanya... Paduka demikian cantik jelita.... hamba sampai merasa terharu memandangi Paduka..."

"Aihhh..., hi-hik, kau aneh, Liang-cu Coba kaututup dan kunci pintu kamar itu, dan beritahukan kepada penjaga di luar bahwa aku tidak ingin diganggu malam ini, hendak beristirahat. Oya, suruh penghubung melaporkan kepada Sri Baginda bahwa malam ini aku agak kurang enak badan maka mohon agar Sri Baginda tidak datang ke kamarku. Setelah itu, kautemani aku di sini, pijati tubuhku sampai aku tidur."

Dengan jantung berdebar penuh ketegangan dan gairah, Swi Liang mentaati perintah itu. Setelah selesai dan dia sudah menutupkan dan memalang daun pintu sehingga mereka hanya berdua saja di dalam kamar yang mewah dan harum itu, Swi Liang segera berlutut lagi di depan pembaringan dan melanjutkan pekerjaannya memijit betis yang berdaging gempal, lunak, halus dan hangat itu.

"Nanti dulu, Liang-cu. Coba kaubantu aku membuka pakaian luarku. Setelah pintu ditutup, kamar ini menjadi agak panas...." kata Yang Kui Hui sambil bangkit duduk di atas pembaringannya yang bertilam sutera merah berkembang.

Swi Liang tidak mampu menjawab karena merasa lehernya seperti tercekik. Dengan jari-jari tangan gemetar dia membantu puteri itu membuka pakaian luarnya sehingga kini Yang Kui Hui hanya memakai pakaian dalam yang amat tipis dan tembus pandangan sehingga terbayanglah lekuk lengkung yang amat menggairankan.

Begitu pakaian luarnya dibuka, Swi Liang memejamkan mata sebentar sambil menarik napas panjang. Tercium olehnya bau harum yang memabukkan, keharuman yang membuat selir Kaisar itu terkenal sekali di samping kecantikannya yang sukar dicari bandingnya.

"Hi-hik... mengapa kau seperti patung dan memejamkan matamu, Liang-cu?" Suara terkekeh halus dan teguran itu menyadarkan Swi Liang yang segera membuka matanya.

"Ampunkan hamba... hamba... silau, seolah-olah melihat bidadari turun dari langit...."

Selir Kaisar itu tertawa senang. "Aihh, kata-katamu seperti seorang laki-laki saja! Hayo pijiti aku lagi dan jangan bersikap seperti orang gila!"

Swi Liang segera melakukan perintah ini dengan penuh gairah. Jari-jari tangannya kembali memijit betis dan paha, makin ke atas makin tersiksalah hatinya apalagi mendengar puteri itu terkekeh kegelian.

"Hi-hi-hik, kau begitu kuat, jari tanganmu juga tegang dan kuat seperti tangan laki-laki membelai...!" Yang Kui Hui membalikkan tubuhnya dan kini rebah terlentang, karena pakaian dalam yang tipis itu tersingkap membuat Swi Liang hampir tidak kuat menahan lagi. Cahaya kemerahan dari lampu merah di dalam kamar membuat tubuh yang membayang di balik pakaian tipis itu seolah-olah telanjang bulat di depannya!

"Nah, kaupijiti pahaku, pegal-pegal rasanya. Akan tetapi jangan kuat-kuat, perlahan saja, Liang-cu."

Dapat dibayangkan betapa tersiksa hati seorang pemuda yang sudah menjadi lemah karena dikuasai nafsu berahi seperti Swi Liang menghadapi Yang Kui Hui yang tanpa disengaja telah menimbulkan godaan dan tantangan yang demikian menggairahkan hati pria. Namun tentu saja Swi Liang tidak berani bertindak sembrono, dan sambil menguatkan hatinya dan menundukkan mukanya yang menjadi merah, menyembunyikan dadanya yang bergelombang dengan menunduk dan menahan nafsunya yang memburu, dia memijit paha yang gempal itu dan jari-jari tangannya seolah-olah bertemu langsung dengan kulit paha karena hanya tertutup sutera tipis.

Setiap sentuhan jarinya seolah-olah mendatangkan aliran hawa panas yang menjalar naik ke dada dan kepala melalui lengannya. Makin lama dia makin gelisah, tubuhnya panas dingin dan sama sekali dia tidak berani memandang wajah puteri itu karena takut kalau-kalau Sang Puteri marah.

Betapapun nafsu berahi telah menyundul sampai ke ubun-ubunnya, namun Swi Liang tidaklah demikian nekat untuk berani bertindak kurang ajar, tidak berani melakukan langkah pertama dan hanya menanti uluran tangan Sang Puteri, karena dia maklum bahwa sekali keliru bertindak tebusannya adalah nyawanya di samping kegagalan tugasnya.

"Kau memang aneh, Liang-cu. Benar kata-kata beberapa orang pelayan yang selama ini tidak kuperhatikan. Sekarang baru aku melihat sendiri. Kau seorang gadis yang aneh. Apakah seorang gadis kalau sudah mempelajari ilmu silat tinggi lalu berubah sifatnya, menjadi kejantan-jantanan? Kau patut menjadi seorang laki-laki. Suaramu agak berat, gerak-gerikmu kaku, tanganmu kuat dan kasar, dan pandang matamu... hemmm... engkau seolah-olah hendak menelanku bulat-bulat setiap kali kau melihatku! Hi-hik, aku sampai merasa sungkan dan malu!"

Swi Liang terkejut sekali, akan tetapi sambil membungkuk rendah dia berkata dan berusaha sedapatnya untuk meninggikan nada suaranya, "Harap Paduka ampunkan semua kekurangan hamba."

"Ah, tidak apa-apa, Liang-cu. Engkau sudah berjasa besar, dan... hem... keadaanmu yang kejantan-jantanan itu bukanlah hal yang tidak menyenangkan. Sayang sekali, kau seorang wanita dan sifat kejantananmu hanya karena kau seorang gadis kang-ouw yang berkepandaian silat tinggi. Kalau engkau seorang pria sejati, hi-hik, betapa lucunya... tentu akan lebih menyenangkan hatiku...."

Seketika terhenti jari-jari tangan yang tadi menari-nari dan memijiti paha kenyal itu. Jantung Swi Liang seperti berhenti berdetik mendengar ucapan Sang Puteri, kemudian berdebar-debar dengan kerasnya sehingga suara detak jantungnya memasuki kedua telinganya dengan amat nyaring. Kesempatan baik telah terbuka! Selir jelita ini telah membuka rahasia hatinya! Begitu menantang, seperti setangkai bunga yang tinggal memetik saja, tinggal mengulur tarigan dan akan terpenuhilah kedua cita-citanya, yaitu menikmati tubuh yang telah membuat tergila-gila ini dan sekaligus menyempurnakan tugasnya memikat hati Yang Kui Hui demi suksesnya siasat yang sedang dilakukan oleh subonya!

Tiba-tiba Swi Liang berlutut dan menempelkan dahinya di lantai dekat pembaringan. "Hamba... hamba rela mengorbakan nyawa demi Paduka, dan hamba siap sedia melakukan apa saja untuk menyenangkan hati Paduka. Akan hamba lakukan dengan taruhan nyawa dan hamba siap menanti perintah Paduka...."

"Hik-hik, Liang-cu, Engkau memang aneh. Betapapun juga, mana mungkin engkau menjadi laki-laki sejati?"

"Kalau Paduka kehendaki, pasti dapat terjadi. Perintah Paduka merupakan keputusan bagi hamba, seperti perintah dari langit."

Yang Kui Hui menjadi terheran-heran dan bangkit duduk, membiarkan pakaian dalamnya tersingkap lebar, tidak hanya pada pahanya, akan tetapi juga pada pundaknya sehingga setengah dadanya tampak jelas putih halus membusung. "Apa... maksudmu, Liang-cu?"

"Hamba telah mempelajari ilmu kesaktian dari Subo, sehingga kalau Paduka menghendaki, hamba dapat pian-hoa (mengubah diri) menjadi seorang pria sejati."

"Ehhh...?" Mata yang bening indah itu terbelalak, mulut yang kecil itu ternganga sehingga bibi merah membasah itu membentuk lingkaran memperlihatkan indah yang meruncing merah dan rongga mulut yang lebih merah lagi terhias deretan gigi seperti mutiara. Sinar mata Yang Kui Hui menjelajahi tubuh pembantunya yang berlutut itu, akhirnya dia dapat berkata, "Benarkah itu? Sungguh aneh da luar biasa! Coba kaubuktikan omonganmu, Liang-cu. Coba kau pian-hoa menjadi seorang pria!"

Swi Liang menekan jantungnya yang berdebar tegang, mengangkat mukanya dan berkata, "Hamba... hamba... mana berani kurang ajar...?"

"Lakukanlah! Ini merupakan perintah. Berdirilah dan pian-hoalah!" Yang Kui Hui berkata penuh nafsu karena dia ingin sekali menyaksikan apakah benar gadis ini dapat pian-hoa menjadi pria, hal yang hanya pernah didengar dalam dongeng kuno saja.

+++++++++++++++

"Kalau Paduka memerintahkan, hamba tidak berani membantah." Swi Liang lalu bangkit berdiri dan membungkuk. "Maafkan hamba...." Dia lalu melepas gelung rambutnya, menggosok bedak dan yanci dari mukanya, kemudian dengan wajah merah berseri dia berkata, "Hamba telah berubah menjadi seorang pria." Suaranya kini besar, suara seorang laki-laki tulen!

Yang Kui Hui memandang terbelalak. "Aihhh, mana aku bisa percaya? Hanya suaramu yang berubah, dan mukamu tanpa bedak dan yanci memang seperti muka pria, akan tetapi mana buktinya bahwa kau pria?"

Swi Liang mengerutkan aiisnya. "Paduka ingin bukti? Baiklah, maafkan kelancangan hamba!" Dia lalu merenggut pakaiannya, baju di bagian atas sehingga tanggal kancing-kancingnya dan terbukalah dadanya. Sebuah dada yang tegap dan bidang, tidak berbuah, dada seorang laki-laki tulen!

Wajah Yang Kui Hui berseri-seri, mulutnya tersenyum lebar ketika dia memandang dada yang bidang, tegap dan berkulit putih bersih itu. "Memang tidak salah lagi, tubuhmu bagian atas memang tubuh seorang pria. Akan tetapi aku belum puas, Liang-cu. Buka semua pakaianmu!"

Perintah ini sama sekali tidak disangka-sangka oleh Swi Liang. Biarpun sudah lama dia menghendaki terjadinya hal yang hanya dalam mimpi ini, namun sebagai seorang laki-laki, dia merasa jengah dan malu juga menerima perintah agar dia bertelanjang bulat seperti itu! Akan tetapi, gairah yang meluap-luap dan kegembiraannya mengusir semua rasa malu dan dengan jari tangan gemetar Swi Liang menanggalkan semua sisa pakaiannya sehingga tak lama kemudian dia telah berdiri membuktikan bahwa dirinya adalah seorang pria sejati di depan selir jelita itu.

"Ahhh..., Liang-cu... ke sinilah kau! Sungguh hebat... tak kusangka sama sekali. Rebahlah kau di sini, di sisiku, manis!"

Tanpa diperintah kedua kalinya karena memang itulah yang diinginkannya selama ini. Swi Liang lalu naik ke pembaringan dan merebahkan dirinya di sisi selir cantik itu. Yang Kui Hui terkekeh genit lalu menyambutnya dengan peluk cium ganas, menerkamnya seperti seekor harimau kelaparan, atau seperti seekor ular yang memagutnya dan membelit-belitnya.

Manusia, baik laki-laki atau kaya atau miskin, dari golongan ningrat maupun jembel terlantar, sekali dikuasai nafsu birahi akan menjadi lupa diri dan lupa segala. Pada saat seperti itu, lenyaplah duka, lenyap pula takut, hilang segala pertimbangan dan akal, yang ada hanyalah tindakan sebagai akibat dorongan nafsu birahi yang minta dilampiaskan. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0478 seconds (0.1#10.140)