Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 18 Bagian 5

Selasa, 11 April 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

"Suheng, engkau... engkau kejam....!" Dan sekarang Swat Hong menangis betul-betul, sesenggukan dan menjatuhkan dirinya ke atas rumput, menutupi muka dengan kedua tangan, membiarkan air matanya membanjir keluar dari celah-celah jari tangannya.

Sin Liong mengerutkan alisnya, lalu menggeleng kepala. "Kejam...?" Dia seperti hendak bertanya kepada bayangannya sendiri, mengapa dia yang akan membela gadis itu bahkan dimaki kejam.

Swat Hong memeras air matanya, menghapus muka dengan saputangan, kemudian mengangkat mukanya memandang. "Suheng, kau memang kejam. Kau mau enakmu sendiri saja! Kau hendak membiarkan aku sengsara, meninggalkan aku kepada orang lain agar dapat bebas merantau seorang diri. Padahal engkau pun tahu bahwa aku tidak punya siapa-siapa lagi, aku hanya mempunyai engkau seperti engkau mempunyai aku. Akan tetapi... uh-uh-uh... kau ingin sekali mencampakkan aku agar dapat bebas. Kalau begitu, tinggalkan saja aku sekarang....!"

"Eh-eh, Sumoi..., bagaimana pula ini? Siapa yang akan memberikanmu kepada orang lain? Tentang pernikahan itu... tentu saja kalau engkau sudah bertemu dengan jodohmu, dengan seorang pria yang kau cinta. Aku berniat baik, sama sekali tidak ada keinginan hatiku untuk meninggalkanmu, sampai engkau berhasil memperoleh pilihan hatimu. Kalau engkau sudah menikah, apa kaukira aku harus menungguimu saja?"

"Tidak! Aku tidak akan menikah kalau hanya agar kau dapat bebas! Aku hanya akan menikah kalau engkau sudah menikah lebih dulu!" Kini Swat Hong bicara penuh semangat, seolah-olah dia merasa penasaran.

Sin Liong membelalakkan matanya memandang. "Eh? Mengapa begitu? Aku ...aku selamanya tidak akan menikah, Sumoi!"

Swat Hong menampar tanah. "Tass!!" lalu memandang dengan muka merah kepada suhengnya, disambung kata-kata nyaring, "Aku pun tidak akan menikah!"

"Wah, mana bisa? Aku seorang pria, Sumoi. Tidak menikah selamanya pun tidak apa-apa, akan tetapi engkau seorang wanita...."

"Apa bedanya? Kalau pria bisa tidak menikah selamanya, apakah wanita tidak bisa? Pendeknya, aku tidak akan menikah sebelum engkau menikah, Suheng!"

Sin Liong menarik napas panjang dan duduk bersandar pohon, tidak menjawab lagi. Gadis ini sedang marah, tidak baik kalau dilayani, pikirnya. Dia yakin bahwa ucapan sumoinya itu hanyalah terdorong oleh kemarahan. Kalau kelak sumoinya bertemu dengan seorang pemuda yang baik dan mereka saling mencinta, tentu pendirian sumoinya tentang pernikahan tidak seperti sekarang. Dia tidak mungkin dapat membayangkan seorang dara seperti sumoinya, cantik jelita, keturunan raja, pandai dan sukar dicari keduanya, sampai menjadi perawan tua atau bahkan tidak menikah sama sekali. Ngeri dia memikirkan ini!

Melihat sampai lama suhengnya hanya duduk termenung, agaknya Swat Hong mulai menyesali sikapnya. Air matanya sudah kering, sisanya dihapus dengan saputangan dan dia pindah duduk dekat suhengnya. Mereka berhadapan, akan tetapi Sin Liong pura-pura tidak memperhatikan ulah sumoinya.

"Suheng...."

"Hemmm....?"

"Kau marah kepadaku?"

Mau tidak mau Sin Liong tersenyum dan memandang wajah itu. Pada saat seperti itu, terasa benar olehnya betapa dia amat sayang kepada Swat Hong, sayang dan kasihan.

"Kalau ada seseorang yang marah di sini, agaknya engkaulah yang marah, Sumoi, bukan aku."

"Suheng, katakanlah. Mengapa engkau tidak mau menikah?"

Pertanyaan ini merupakan serangan tiba-tiba yang membuat Sin Liong bingung bagaimana untuk menjawabnya. Dia mengerutkan alisnya, menggosok-gosok dagunya sebelum menjawab, kemudian terpaksa menjawab juga karena sepasang mata bintang yang memandang tajam kepadanya itu sudah menanti jawaban dengan tidak sabar lagi.

"Aku tidak ingin menikah karena bagiku, pernikahan merupakan ikatan, Sumoi. Aku ingin bebas, bebas lahir batin dan betapa mungkin aku dapat bebas kalau aku menikah, berkeluarga dan mempunyai anak isteri? Bagaimana aku dapat bebas kalau aku memiliki harta benda, kedudukan dan lain ikatan duniawi lagi?"

Swat Hong termangu-mangu, agaknya tertegun mendengar jawaban suhengnya. Sampai lama dia diam saja, kemudian tiba-tiba bertanya, "Suheng, apakah engkau ingin menjadi pertapa?" (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0451 seconds (0.1#10.140)