Hadirnya Komunitas Edukasi Masyarakat Dinilai Penting untuk Tekan Angka Penderita AIDS

Selasa, 05 Desember 2023 - 17:56 WIB
loading...
Hadirnya Komunitas Edukasi Masyarakat Dinilai Penting untuk Tekan Angka Penderita AIDS
Komunitas pendamping penderita HIV adalah garda depan dalam respons HIV.
A A A
JAKARTA - Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Desember. Peringatan ini mengangkat tema 'Bergerak Bersama Komunitas: Akhiri AIDS 2030'. AIDS merupakan salah satu penyakit yang berpotensi tidak dapat diselesaikan akibat stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap Orang Dengan HIV (ODHIV).

Penilaian negatif dan perlakuan masyarakat, seperti menyalahkan, mengucilkan, dan bahkan menolak keberadaan ODHIV di lingkungan mereka, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penderita enggan untuk mengungkapkan, dan juga mengobati penyakitnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), estimasi ODHIV di Indonesia tahun 2023 berada di angka 515.455 orang, dengan 454.723 (88%) ODHIV yang hidup dan mengetahui statusnya, 209.288 (40%) ODHIV yang sedang dalam pengobatan ARV, serta 69.149 (33%) ODHIV yang dalam pengobatan ARV dengan hasil Viral Load (VL) tersupresi atau jumlah virus HIV dalam darahnya sangat rendah.

Pemerintah terus berupaya untuk menekan angka kasus HIV, dengan melakukan berbagai tindakan pencegahan, penemuan kasus, penanganan kasus, hingga promosi kesehatan. Dengan berbagai upaya dan tantangan dalam mengatasi penyakit ini, pemerintah menargetkan AIDS dapat dituntaskan di tahun 2030 mendatang.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, dr. Imran Pambudi, MPHM mengatakan, komunitas yang hidup dengan HIV, berisiko HIV, terkena dampak HIV, beserta pendampingnya adalah kelompok yang menjadi garda terdepan dalam respons HIV.

Bergerak Bersama Komunitas untuk Akhiri AIDS 2030 Komunitas ternyata memegang peranan yang cukup penting dan strategis dalam upaya penanggulangan HIV. Untuk itulah pada peringatan Hari AIDS Sedunia di Indonesia tahun ini mengusung tema "Bergerak Bersama Komunitas, Akhiri AIDS 2030".

Tujuannya adalah untuk memberikan peran yang lebih banyak kepada komunitas untuk bertindak dan memimpin dalam mengaktifkan, serta mendukung masyarakat untuk mengeluarkan seluruh potensi guna mengakhiri AIDS.

Mereka (komunitas) menjadi pusat informasi, menghubungkan masyarakat dengan layanan kesehatan yang berpusat pada masyarakat, membangun kepercayaan, berinovasi, memantau implementasi kebijakan dan layanan, serta menjaga akuntabilitas penyedia layanan.

“Komunitas memiliki peran penting dalam program intervensi,” ujarnya. Dalam rangka mengakhiri ending AIDS 2030 dan demi terciptanya kualitas manusia yang diharapkan, maka diperlukan upaya peningkatan penanggulangan HIV AIDS yang melibatkan semua mitra pembangunan nasional melalui program yang terarah, terpadu dan menyeluruh,” ungkapnya.

Adapun Upaya percepatan pencapaian indikator 95% ODHIV mendapatkan pengobatan ARV dan tentu berdampak pada capaian berikutnya yaitu 95% ODHIV on ARV dengan virus tersupresi, ODHIV yang memenuhi kriteria dapat diberikan antiretroviral multi bulan hingga 3 bulan adalah target yang harus dicapai pada tahun 2030.

“Jadi saat ini ada target global dunia namanya target triple 95, dimana pada tahun 2030 ditargetkan 95% orang HIV itu tahu statusnya, kemudian target 95% kedua mereka yang tahu status HIV nya itu menjalani pengobatan ARV dan yang ketiga 95% dari mereka yang menjalani pengobatan itu itu berhasil jumlah virusnya itu menjadi undertactable atau tidak terdeteksi, nah ini target besar yang harus dicapai,” kata Husein Habsyi, SKM. MHComm dari Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat usai Media Briefing tentang pesan kunci peringatan Hari AIDS Sedunia Tahun 2023, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Di Indonesia sendiri saat ini belum mencapai target yang diinginkan, yakni 95%. Dari tiga kategori yang menjadi focus, target pertama baru mencapai 88%, sementara target kedua sekitar 40% dan target ketiga berada di posisi 30%. Ini menjadi tugas besar dari semua pihak untuk mewujudkan HIV berakhir di Indonesia tahun 2030.

“Ternyata yang penting itu adalah pelibatan aktif dari komunitas-komunitas, ini bisa berarti adalah lembaga swadaya Masyarakat, bisa juga dari pihak keluarga relawan-relawan peduli HIV bahkan juga teman-teman media, untuk sama-sama bergerak agar target-target besar itu bisa tercapai,” ucap Husein Habsyi.

Melalui komunitas bisa memberikan edukasi berupa penyuluhan dan memastikan orang yang berisiko tertular HIV itu sadar dan untuk tidak takut testing karena kalau tahu status HIV nya bisa menerapkan perilaku hidup yang lebih baik dengan minum obat dan tidak mengeluarkan HIV ke orang lain.

Peran komunitas lainnya adalah memberikan pemahaman untuk rutin minum obat teratur dan tidak terputus. Kalau itu terjadi virus didalam tubuh akan kembali meningkat.

“Jangan sampai terputus obatnya karena hal itu akan merugikan penderita, mengingat virus akan bertambah lagi dan obat yang di konsumsi sangat mahal karena berbeda dengan obat yang diberikan pemerintah secara gratis,” ujarnya.

Sementara itu, Asep Eka Nur Hidayat, M. Kesos, Country Program Manager AHF Indonesia menyampaikan, salah satu yang menjadi resiko penularan adalah gaya hidup. Oleh karena itu, peran stakeholder dan para pemangku kepentingan terkait HIV/AIDS adalah bagimana memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat sehingga mengetahui seperti apa proses penularannya.

“Seperti yang disampaikan para narasumber bahwa kontak sosial tidak akan menularkan, penularan terjadi bisa melalui kontak seksual yang beresiko dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril,” katanya.

Asep Eka Nur Hidayat berpesan kepada ODHA, untuk tidak malu, khawatir dan takut dalam mengakses layanan kesehatan. Saat ini sudah tersedia obat gratis dari pemerintah dan layanan Kesehatan sudah tersebar, tidak hanya di rumah sakit besar tapi juga puskesmas bisa untuk mengakses layanan pengobatan, dukungan dan perawatan.

“Untuk masyarakat saya harapkan bisa mengurangi stigma dan diskriminasi terutama kepada orang dengan HIV dan kepada kelompok-kelompok beresiko yang tentunya kita perlu dukung bagaimana mereka bisa hidup lebih sehat bisa mengakses layanan kesehatan lebih teratur,” ujar Asep.

AHF merupakan salah satu NGO terbesar di dunia dan beroperasi di 45 negara. Awal fokus di HIV/AIDS dan saat ini merambah ke hal lain seperti covid, infeksi menular seksual dan lainnya. ke depan ahf akan mengintervensi masalah-masalah kesehatan Masyarakat lainnya dan memperluas wilayah cakupan yang tadinya 6 provinsi menjadi 10 provinsi di tahun 2026.

Untuk diketahui, HIV (Human Immunodefiency Virus) tidak dapat ditularkan melalui udara, air liur, keringat, air mata, gigitan nyamuk, maupun sentuhan fisik. Virus ini hanya berisiko tertular melalui hubungan seks berisiko dan penggunaan narkoba suntik.
(atk)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1526 seconds (0.1#10.140)