Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 6 Bagian 2
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Ketua Pulau Neraka itu mengerutkan alisnya, lalu meiirik ke arah cucunya yang duduk di sebelahnya dan menundukkan kepala saja.
"Hemmm, boleh juga Sumoimu pergi. Biarpun dia puteri Han Ti Ong, akan tetapi mengingat akan jasamu, biarlah dia kami bebaskan. Akan tetapi kau... ah, aku sangat mengharapkan agar engkau menjadi... keluarga kami, orang muda." Kembali dia mengerling ke arah Soan Cu dan gadis itu makin menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali.
"Benar sekali, dia amat cocok menjadi jodoh Nona Ouw" beberapa orang pembantu berkata sambil tertawa-tawa, sikap mereka bebas terbuka.
"Aku tidak mau pergi!" tiba-tiba Swat Hong berkata lantang. "Kalau Suheng tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan, aku akan tinggal di sini juga sampai pelajaran itu selesai. Dan kalau... kalau ada pengantin di sini, kalau Suheng diambil mantu, aku pun harus menjadi saksinya!"
Ucapan itu sebetulnya dikeluarkan dengan gejolak kemarahan dan kepanasan hatinya, akan tetapi para pembantu Ouw Kong Ek menyambutnya dengan suara ketawa.
Tentu saja Sin Liong kaget sekali mendengar ucapan sumoinya itu. Ada kesempatan yang amat baik terbuka bagi Swat Hong untuk membebaskan diri dari pulau berbahaya itu, dah kesempatan itu, dibuang begitu saja oleh Swat Hong! Dia telah mengenal watak Swat Hong. Sekali bilang tidak mau, dipaksa pun sampai mati tidak akan mau tunduk! Maka dia menjadi bingung sekali.
"Tocu, karena Sumoi tidak mau pergi sendiri lebih dulu, maka biarlah perjanjian kita diubah. Aku akan memberi pelajaran ilmu pengobatan kepada Tocu, setelah Tocu mengenal bahan obat untuk melindungi penghuni pulau ini, aku dan Sumoi boleh pergi dengan bebas."
Ketua Pulau Neraka itu mengelus-elus dagunya dan alisnya berkerut, berkali-kali dia melirik ke arah cucunya. Dia adalah seorang yang sudah tua, biarpun tidak pernah terjun ke dunia ramai, namun dia tahu bahwa cucunya jatuh hati kepada pemuda yang hebat ini. Dan dia tidak melihat seorang pemuda lain di Pulau Neraka yang kiranya patut menjadi suami Cucunya! Tentu saja hatinya tidak rela kalau pemuda itu pergi meninggalkan pulau karena dia tahu bahwa hal itu tentu akan mengecewakan hati cucunya. Maka dia hanya menggeleng-geleng kepala, tanpa dapat menjawab.
Melihat keraguan ketuanya, seorang kakek berusia lima puluh tahun lebih melangkah maju. Orang ini kepalanya gundul botak akan tetapi mukanya penuh brewok, tubuhnya kurus kecil dan di lehernya ada seekor ular merah melingkar. Dia adalah pembantu utama dari Ouw Kong Ek, seorang yang lihai ilmu kepandaiannya dan bernama Lo Thong. Berbeda dengan Majikan Pulau Neraka itu yang merupakan keturunan orang buangan, maka Lo Thong sendiri adalah seorang buangan dari Pulau Es, tiga puluh tahun yang lalu dia dibuang dari Pulau Es karena sebagai seorang pemuda dia banyak melakukan kejahatan. Setelah berada di Pulau Neraka dia memperdalam ilmu-ilmunya dan menjadi orang ke dua yang terkuat setelah Ouw Kong Ek, yaitu sesudah putera Ouw Kong Ek yang bernama Ouw Sian Kok, ayah Soan Cu menjadi gila dan meninggalkan pulau. Maka dia diangkat sebagai pembantu utama oleh Ouw Kong Ek.
"Twako (Kakak)," Lo Thong berkata dan tidak seperti lain penghuni Pulau Neraka yang menyebut ketua mereka tocu (majikan pulau), dia menyebutnya kakak, "mengapa Twako bingung menghadapi urusan dua orang anak-anak ini? Betapapun juga, mereka berada di pulau ini dan seharusnya mereka tunduk kepada semua perintah Twako yang menjadi hukum di sini. Kalau mereka hendak mengambil keputusan sendiri, boleh saja akan tetapi mereka harus lebih dulu dapat mengalahkan kita!"
Ouw Kong Ek memandang pembatunya dengan muka berseri, seolah-olah dia terlepas dari keadaan yang ruwet. "Kalau begitu, bagaimana baiknya. Lo-tee?"
"Menurut saya, lebih baik diadakan pertandingan antara orang muda she Kwa ini dan Twako. Kalau dalam pertandingan itu dia kalah, maka dia dan Sumoinya harus selamanya tinggal di sini dan menjadi penghuni pulau ini seperti kita semua."
"He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa bilang Suhengku kalah oleh ketua kalian? Habis, kalau kemudian ketua kalian yang kalah, bagaimana?" Swat Hong berteriak nyaring.
"Twako kalah? Ha-ha mana mungkin?" Lo Theng menjawab. "Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah pemuda she Kwa ini mengajarkan ilmu pengobatan sampai Twako pandai, baru kalian berdua boleh pergi meninggalkan pulau ini dengan bebas."
"Usul yang bagus sekali!" Ouw Kong Ek berseru gembira. "Kwa Sin Liong, aku mendengar bahwa di dunia ramai, di daratan sana, orang-orang gagah menggunakan kepandaian untuk memutuskan sebuah perkara yang ruwet. Aku percaya bahwa engkau tentu seorang gagah pula, maka biarlah kita membereskan urusan ini dengan mengukur kepandaian masing-masing seperti yang diusulkan oleh pembantuku Lo Thong."
Sin Liong menggeleng kepalanya. To-cu, aku tidak suka menggunakan ilmu yang kupelajari untuk kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara kekerasan untuk menahan Kami berdua selamanya di pulau ini? Aku sudah bersedia mengajarkan ilmu pengobatan, maka sudah sepatutnya kalau Tocu membalasnya dengan membebaskan kami."
"Tidak kita harus saling mengukur kepandaian dulu!" ketua itu berkeras.
Tiba-tiba Swat Hong melompat ke tengah lapangan dan membusungkan dada menegakkan kepalaya. "Hayolah! Kalau Suheng tidak mau, biarlah aku yang melayanimu! Siapa sih takut kepada orang Pulau Neraka? Aku yang memasuki pertandingan itu, dan kalau kalah, boleh kalian berbuat apa saja sesuka kalian!"
"Sumoi...!!" Sin Liong menegur.
"Suheng, aku tidak takut!" Swat Hong membantah.
Ouw Kong Ek mengerutkan alisnya. "Soan Cu, majulah kaulayani bocah liar yang sombong ini!" katanya.
"Baik Kong-kong." Soan Cu bangkit berdiri dan melangkah maju, akan tetapi segera berhenti ketika mendengar suara Sin Liong,
"Soan Cu harap jangan bertanding. Di antara kita tidak ada permusuhan, bukan?"
Soan Cu meragu, memandang kepada kong-kongnya, kemudian kepada Sin Liong, dan akhirnya dia kembali duduk di tempatnya yang tadi.
"Soan Cu..." Kakeknya menegur.
"Kong-kong, aku tidak mau bertanding. Mereka bukan musuhku."
Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi dia tidak marah bahkan lalu tertawa bergelak. "Kau... kau lebih taat kepadanya? Ha-ha-ha-ha!" Dia tertawa karena sikap cucunya itu jelas membuktikan betapa cucunya benar-benar telah jatuh cinta kepada Sin Liong! Sampai-sampai berani membangkang terhadap perintahnya hanya karena Sin Liong menghendaki demikian. Makin panaslah hati Swat Hong. Tadinya dia sudah siap-siap untuk menjatuhkan cucu ketua Pulau Neraka itu, selain agar menang pertandingan juga hendak memperlihatkan kepada suhengnya bahwa dia lebih pandai daripada Soan Cu. Akan tetapi, ternyata suhengnya melarang Soan Cu dan dara Pulau Neraka itu begitu taat!
"Ouw Kong Ek, kalau Cucumu tidak berani maju, biarlah kau sendiri yang maju! Hayo tandingilah aku, puteri Raja Pulau Es!" Dia menantang-nantang dengan suara penuh kemarahanan. Sin Liong hanya menggeleng kepalanya dan bingung sekali bagaimana harus mencegah sumoinya.
Kembali kakek itu menjadi marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat Hong membuat mukanya merah dan telinganya panas. Akan tetapi betapa memalukan kalau dia harus menandingi seorang bocah perempuan yang usianya sebaya dengan cucunya sendiri!
"Twako, perkenankanlah saya menghajar bocah bermulut lancang ini!" Lo Thong berkata dan Ouw Kong Ek mengangguk, akan tetapi masih ingat dan memesan. "Akan tetapi cukup beri hajaran saja, jangan sampai dia terbunuh."
"Baik, saya mengerti, Twako." Lo Thong menjawab lalu sekali kakinya bergerak, tubuhnya sudah mencelat ke depan Swat Hong. Menyaksikan ginkang yang hebat ini diam-diam Sin Liong khawatir sekali, akan tetapi dia pun tidak dapat mencegahnya karena maklum kalau dia melarang, sumoinya tentu akan menjadi makin nekat saja. Maka dia hanya bangkit berdiri dan memandang dengan jantung berdebar tegang.
Swat Hong memandang kakek botak yang berdiri di depannya, lalu berkata, suaranya mengejek. "Apakah pertandingan ini akan memutuskan perjanjian tadi, bahwa kalau aku menang kami berdua boleh pergi dari sini?"
"Tidak," jawab Lo Thong. "Pertandingan ini hanya mengenai dirimu, kalau kau menang kau boleh pergi, kalau kau kalah, kau harus tinggai di sini selamanya dan menjadi muridku."
"Setan alas! Siapa takut padamu?" Swat Hong yang sudah kena dibakar hatinya itu membentak.
"Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh pergi sekarang juga!" Sin Liong berteriak.
"Tidak, Suheng. Aku merasa kurang terhormat kalau pergi begitu saja. Aku tidak sudi menerima kebaikan orang-orang Pulau Neraka. Kalau aku pergi berarti aku pergi mengandalkan kepandaianku sendiri, bukan karena kebaikan hati mereka. Hayo, Kakek botak, boleh kaukeluarkan segala ilmumu!"
"Bocah sombong, sambutlah ini!"
Le Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara remaja yang memandang rendah kepadanya itu. Akan tetapi dia pun maklum bahwa dara ini tentu memiliki kepandaian tinggi sebagai puteri Raja Pulau Es, maka sekali menyerang, dia telah mengeluarkan kepandaiannya, mengeluarkan jurus yang ampuh dan mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Wuuuuuttt... sirrr... desss!"
Mula-mula Lo Thong menggerakkan tubuhnya rendah ke bawah, seolah-olah lengan kirinya yang bergerak itu hendak menangkap kaki Swat Hong, akan tetapi tiba-tiba saja tubuhnya meninggi, tangan kanannya meluncur dan mencengkeram ke arah pinggang dara itu. Namun Swat Hong yang usianya masih muda sekali itu, belum lima belas tahun, telah mewarisi inti kepandaian dari ilmu-ilmu kesaktian Pulau Es. Dengan tenang dia melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang berbahaya melainkan tangan kanannya, maka dia cepat menarik kaki kiri dan menangkis dengan sabetan tangan miring dari samping yang mengenai lengan lawan. Lo Thong mencelat kebelakang dan inilah kehebatan ginkangnya. Gerakannya bukanlah langkah kaki, melainkan loncatan yang membuat tubuhnya mencelat ke sana-sini dengan amat cepatnya dan sama sekali tidak terduga-duga lawan.
"Sumoi awasilah gerakannya. Ginkang nya lihai!" Sin Liong berseru dan diam-diam Lo Thong mendongkol juga. Ternyata pemuda itu lihai sekali, baru segebrakan saja sudah mengenal di mana letak keampuhannya. Maka dia lalu menggereng dan menubruk maju, menghujani Swat Hong dengan serangan bertubi-tubi.
Swat Hong diam-diam terkejut juga. Ternyata bahwa pembantu utama dari Ketua Pulau Neraka ini hebat bukan main. Setiap gerakan tangannya mendatangkan angin keras menyambar dan kecepatannya membuat dia pening karena harus mengerahkan kekuatan matanya untuk mengikuti terus gerakan lawan. Namun, tentu saja dia tidak menjadi gentar. Sejak kecil dara remaja ini tidak pernah mengenal artinya takut, dan dia pun mengeluarkan kepandainnya untuk membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya.
Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh perhatian. Diam-diam Soan Cu merasa kagum sekali kepada Swat Hong dan dia harus mengaku dalam hatinya bahwa andaikata tadi dia yang maju, dia akan kalah menghadapi kelihaian dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin bersyukur kepada Sin Liong yang tadi mencegahnya maju melawan Swat Hong. Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa dia akan kalah kalau melawan Swat Hong? Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat betapa wajah pemuda yang tampan itu diliputi kekhawatiran, maka dia kembali menyaksikan pertandingan yang hebat itu.
Tubuh mereka berdua yang bertanding itu sudah tidak dapat kelihatan jelas, yang tampak hanya dua bayangan berkelebatan ke kanan kiri dengan cepat sekali. Ginkang yang dikuasai oleh Lo Thong memang hebat sekali, akan tetapi sekarang dia berhadapan dengan puteri Raja Han Ti Ong dari Pulau Es! Biarpun masih kalah sedikit namun Swat Hong dapat mengimbangi kecepatan lawan, bahkan dapat mendesak dengar, ilmu silatnya yang luar biasa dan tenaga sinkangnya yang berdasarkan hawa murni dari im-kang yang dingin. Ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong adalah Ilmu Silat tangan kosong Jit-cap-ji-seng (Tujuh Puluh Dua Bintang) yang mempunyai tujuh puluh dua jurus-jurus ampuh. Sebagai bekas penghuni Pulau Es sebelum Swat Hong terlahir, tentu Lo Thong mengenal ilmu ini, bahkan ilmu silatnya sendiri pun bersumber pada ilmu silat Pulau Es. Akan tetapi setelah dua puluh tahun lebih berada di Pulau Neraka dan mempelajari ilmu-ilmu dari Pulau Neraka, maka ilmu silatnnya menjadi campur aduk dan tentu saja kalah murni oleh ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong. Pula, Lo Thong dahulu belum mempelajari Jit-cap-ji-seng sampai habis, hal yang jarang dilakukan penghuni Pulau Es kecuali keluarga raja.
Mulailah Lo Thong terdesak oleh serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Swat Hong. Ingin sekali Lo Thong menggunakan senjatanya, yaitu ular hidup yang melingkar di lehernya, namun dia takut akan pesan ketuanya tadi, Kalau dia menggunakan senjata itu dan sekali lawan tergigit mati tentu dia akan mendapat marah besar. Maka dia lalu berteriak keras dan mengerahkan seluruh ilmunya meringankan tubuh.
"Aihhh...!" Swat Hong terkejut ketika melihat betapa tubuh lawan dapat bergerak lebih cepat lagi dan dalam serangkaian serangan yang tak terduga saking cepatnya, hampir saja pundaknya kena dicengkeram. Dia berseru sambil meloncat ke atas, tinggi sekali kemudian bagaikan seekor burung walet, tubuhnya sudah membalik di udara, menukik ke bawah dan dia sudah melancarkan serangan dengan jurus Kak-seng-jip-hai (Bintang Terompet Memasuki Laut), jurus terakhir yang paling ampuh dan yang dulu dilatihnya dengan ibu dan ayahnya sehingga dia mahir sekali mainkan jurus ini. Hebat bukan main daya serang jurus ini karena selagi tubuh meluncur turun dengan menukik ke bawah, kedua tangannya sudah bergerak mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala lawan yang botak itu!
"Hayaaa...!" Kini Lo Thong yang kaget ketika merasa ada hawa dingin menyentuh ubun-ubun kepalanya dari atas. Maklum bahwa serangan itu merupakan ancaman maut bagi dirinya, dia tidak berani lengah, cepat membuang diri ke belakang sehingga dia terjengkang, kemudian menggunakan ginkangnya untuk bergulingan di atas lantai. Dengan gerakan ini, biarpun pakaiannya kotor terkena debu, namun dia selamat dan dapat menghindarkan diri dari Serangan jurus Kak-seng-jip-hai tadi. Akan tetapi, betapa terkejutnya melihat dara itu sudah meloncat ke depan dan baru saja dia bangkit berdiri, Swat Hong sudah menghantamnya dengan kedua tangan didorongkan ke depan.
"Haiiiiiittt!!" Swat Hong berseru nyaring dan mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Sumoi, jangan...!" Sin Liong berteriak, kaget ketika melihat betapa sumoinya itu menggunakan tenaga Swat-im-sin-ciang (Tenaga Pukulan Inti Salju) yang merupakan sinking paling ampuh dari Pulau Es! Untuk melatih diri agar bisa menguasai tenaga im-kang yang amat kuat ini, orang harus bersamadhi di atas salju, tanpa pakaian, dan melewati malam-malam yang dinginnya menyusup tulang! Dan sebagai puteri Raja Han Ti Ong, tentu Swat Hong telah menguasai sinking itu yang kini dipergunakan untuk menyerang selagai lawan terdesak.
"Ciaaatttt...!" Lo Thong juga berteriak keras dan cepat dia menolah hawa serangan itu dengan dorongan kedua tangannya. Dua tenaga sinking bertemu tanpa kedua pasang telapak tangan itu bersentuhan dan akibatnya, Lo Thong terhuyung kebelakang dan dari ujung buburnya mengucur darah!
Sambil menggereng keras, Lo Thong yang merasa penasaran itu melompat ke depan menerkam, akan tetapi Swat Hong yang sudah siap menyambutnya dengan sebuah tendangan dari samping yang tepat mengenai pantat Lo Thong dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke arah tempat duduk Ouw Kong Ek! Ketua Pulau Neraka ini marah sekali, tangannya bergerak menyambut tubuh itu dan tahu-tahu tubuh Lo Thong sudah melayang lagi ke arah Swat Hong. Akan tetapi ternyata bahwa ketika menyambut tadi, Ouw Kang Ek yang lihai telah menotok dua jalan darah di punggung pembantunya yang seketika merasa dadanya lega kembali, begitu dia dilontarkan ke arah Swat Hong, dengan nekat dia sudah menyerang dengan kedua lengan dikembangkan, kedua tangan hendak, mencengkeram tubuh gadis itu. Swat Hong terkejut sekali, tidak menyangka bahwa tubuh lawan akan secepat itu melayang kembali ke arahnya, maka dia berteriak dan maklum akan bahaya yang mengancam karena dia tidak sempat mengelak lagi!
Akan tetapi tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Sin Liong telah berada di dekat sumoinya. Dengan tangan kiri dia menarik tubuh sumoinya dan dengan tangan kanan dia menyampok ka atas dan kedua tangan Lo Thong tertangkis, bahkan tubuh orang botak ini terdorong miring dan cepat dia meloncat ke atas lantai dengan mata terbelalak heran dan kagum akan kehebatan tenaga pemuda itu. Maklum bahwa dia tak mampu menang, dia lalu mengundurkan diri di dekat ketuanya dengan muka penuh keringat.
"Bagus! Puteri Man Ti Ong lumayan juga kepandaiannya, boleh coba-coba dengan aku sendiri!" Ouw Kong Ek turun dan kursinya dan melangkah ke tengah lapangan.
"Baik, majulah Aku tidak takut menghadapimu!" Swat Hong menantang.
"Sumoi, mundurlah! Biar aku menghadapi Ouw Tocu." Sin Liong mencegah sumoinya.
Tidak, aku akan menghadapi sendiri!" Sin Liong melangkah menghampiri Ouw Kong Ek dan berkata, "Ouw-tocu, benarkah Tocu menantang Sumoiku ini? Harap Tocu suka melihat baik-baik. Sumoiku adalah seorang anak perempuan yang usianya sebaya dengan cucumu, sehingga kalau Tocu menantangnya sama artinya dengan Tocu menantang seorang cucu! Kalau Tocu tidak malu bertanding dengan seorang anak perempuan yang sepatutnya menjadi cucumu, silakan. Kalau Tocu, cukup gagah, biarlah aku menerima tantanganmu tadi. Mari kita bertanding mengukur kepandaian. Kalau aku kalah, terserah kepada Tocu. Kalau aku menang, setelah aku mengajarkan ilmu pengobatan, Tocu akan membiarkan kami berdua pergi dari pulau ini dengan aman. Bagaimana?"
"Aku tidak takut! Suheng, biar aku melawan dia, aku tidak takut!" Swat Hong berteriak-teriak.
Ouw Kong Ek memandang kepada dara muda dan mukanya berubah merah. Memang tidak keliru omongan Sin Liong tadi. Bocah itu masih amat muda, masih kanak-kanak sebaya Soan Cu. Seorang anak-anak dan perempuan lagi? Tentu saja akan amat merendahkan dirinya kalau sampai dia menantang seorang anak perempuan kecil!
"Baiklah, mari kita mengadu kepandaian Kwa Sin Liong," katanya.
Sin Liong menoleh kepada sumoinya. "Nan, kau dengar. Yang ditantang adalah aku, bukan kau, Sumoi. Mundurlah."
Swat Hong membanting-banting kaki, terpaksa dia mundur akan tetapi lebih dulu dia berkata kepada Ouw Kong Ek, "Aku selalu masih siap untuk melayani jago Pulau Neraka yang manapun juga."
Ouw Kong Ek dan Sin Liong sudah saling berhadapan dan keduanya saling pandang tanpa bergerak, seolah-olah hendak mengukur dan menilai keadaan lawan dengan pandang matanya. Melihat sikap pemuda yang amat tenang itu, juga pancaran sinar matanya lembut dan bebas dari takut maupun kebencian dan kemarahan, hati Ouw Kong Ek menjadi makin suka. Melihat sikap pemuda ini, sukar untuk dipercaya bahwa pemuda ini adalah murid Han Ti Ong, Raja Pulau Es yang sakti. Kelihatannya hanya seperti seorang pemuda yang lemah, pantasnya seorang sastrawan yang bisanya hanya membaca sajak dan menulis huruf indah atau meniup suling.
"Orang muda, mulailah!" Ouw Kong Ek berkata ragu-ragu untuk menggunakan kepandaiannya menyerang orang yang kelihatannya lemah ini.
"Ouw-tocu, bukan aku yang menghendaki adu kepandaian ini maka biarlah aku hanya menjaga diri saja."
Jawaban yang keluar dengan suara lembut dan sejujurnya itu setidaknya memanaskan hati Ouw Kong Ek karena kedengarannya seolah-olah pemuda itu memandang rendah kepadanya. Pemuda ini sama sekali tidak gentar menghadapinya, hal itu sama saja memandang rendah!
"Kwa Sin Liong, sambutlah seranganku!" bentaknya dan tubuhnya sudah menerjang ke depan gerakannya perlahan saja namun didahului sambaran angina pukulan dari kedua telapak tangannya.
"Wuuttt... wuutt!!" Hawa pukulan yang dahsyat dua kali menyambar ke arah leher dan pusar Sin Liong ketika kakek itu menggerakan kedua tangannya memukul.
Dengan tubuh ringan sekali Sin Liong menggeser kaki dan berhasil mengelak sampai berturut-turut enam kali karena ternyata bahwa pukulan kakek itu begitu luput dari sasaran terus dilanjutkan dengan serangan berikutnya tanpa berhenti sedetik pun, sehingga enam kali berturut-turut kedua tangannya menyambar dahsyat dari segala jurusan! Barulah Sin Liong dapat membebaskan diri dari kepungan kedua tangan itu ketika dia meloncat jauh ke belakang, dan siap lagi menghadapi serangan berikutnya.
"Bagus!" Ouw Kong Ek berseru kagum melihat betapa pemuda itu dengan enak saja sudah berhasil menghindarkan diri dan serangkaian pukulannya yang dinamakan Jurus Pukulan Badai Mengamuk. Kemudian menerjang lagi, kini dia tidak bergerak lambat lagi, melainkan cepat sekali. Kaki tangannya bergerak cepatnya, gerakan yang aneh namun setiap gerakan mengandung daya serang yang amat berbahaya. Kembali Sin Liong menyambut serangan-serangannya itu dengan tenang dan hati-hati, mengelak ke sana-sini dan hanya kalau terpaksa menggunakan kedua tangannya untuk menangkis atau menyampok. Perlahan saja pemuda itu menangkis, namun selalu tangkisannya yang membawa hawa pukulan Im-kang itu berhasil menghalau tangan lawan!
Sampai tiga puluh jurus lebih Sin Liong selalu mengelak dan menangkis tanpa satu kalipun membalas serangan lawan! Tentu hal ini membuat Ouw Kong Ek kagum sekali. Pemuda ini sudah diserangnya dengan hebat, didesaknya sampai keadaannya berbahaya, namun tetap tidak mau membalas.
"Eh, Suheng, kau tidak membalas, apa kau merasa phai-seng-gi (sungkan) kepada orang yang hendak memungut mantu kepadamu?" Swat Hong berteriak-teriak penuh penasaran ketika melihat suhengnya bertempur seperti orang mengalah saja.
Merah muka Sin Liong. Memang dia tidak mau membalas karena dia selamanya belum pernah memukul orang! Dia memang mempelajari ilmu silat yang tinggi sekali tingkatnya, bahkan dari kitab-kitab lama yang rahasia dan tak pernah dibaca orang di dalam perpustakaan Pulau Es, dia menemukan ilmu-ilmu mujijat, di antaranya ilmu mengenal inti gerakan semua ilmu silat. Akan tetapi dia merasa sungkan dan ngeri kalau harus memukul orang lain, apalagi kepada kekek yang sama sekali tidak ada permusuhan apa-apa dengannya itu. Kini mendengar Swat Hong, dia merasa tidak enak dan hatinya terguncang. Guncangan memperlambat gerakan tangannya, maka ketika dia menangkis sebuah pukulan, tangkisannya meleset dan pukulan tangan kiri Ouw Kong Ek menyerempet pundaknya. Tubuhnya tergetar hebat dan dia terhuyung ke belakang.
Ouw Kong Ek yang merasa penasaran maklum bahwa kalau pemuda itu membalas serangannya, mungkin dia akan kalah! Maka melihat hasil pukulannya yang membuat Sin Liong terhuyung dia cepat mendesak maju. Dia harus mengalahkan pemuda ini karena dia ingin sekali pemuda ini menjadi penghuni Pulau Neraka, dan kalau mungkin menjadi suami Soan Cu. Dan untuk itu, dia harus lebih dulu merobohkannya. Maka dia cepat mendesak selagi tubuh Sin Liong terhuyung ke belakang itu.
"Wuuut-plak-plak! Wuuut-plak-plak!"
Pukulan-pukulan tangan Ouw Kong Ek hebat sekali dan setiap kali Sin Liong yang masih terhuyung itu mengelak, pukulan itu berubah menjadi cengkeraman yang amat lihai namun selalu tangan Sin Liong masih dapat menyampoknya! Bahkan pemuda itu berseru keras, tubuhnya melayang ke atas, berjungkir balik dua kali dan sudah turun lagi ke atas lantai dengan tubuh tegak dan sudah siap lagi! Ouw Kong Ek makin penasaran. Cepat ia menerjang maju, kedua kakinya bergerak cepat dan kuat sekali. Kedua kaki itu seperti kitiran saja sehingga kelihatannya kakek ini berkaki lebih dari dua yang bergerak susul menyusul melakukan tendangan ke arah bagian-bagian berbahaya dari tubuh Sin Liong.
"Siuut-siutt... dess!!"
Setelah berhasil mengelak ke kanan kiri, Sin Liong terdesak ke sudut dan terpaksa dia menggunakan kedua lengannya menangkis sambil mengerahkan tenaga Inti Salju. Tubuh Ouw Kong Ek menggigil, terasa dingin sekali tubuhnya, rasa dingin yang menjalar melalui kaki yang tertangkis. Dia menggoyang tubuhnya beberapa kali dan rasa dingin sudah terusir. Dia memandang lawannya dengan mata terbelalak lebar, kemudian kakek ini mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya sudah melayang ke atas kemudian menukik ke arah Sin Liong.
Sin Liong terkejut sekali. Dia maklum bahwa serangan terakhir ini bukan main hebatnya, maka dia pun lalu berteriak keras dan tubuhnya juga mencelat ke atas menyambut tubuh lawannya, kedua lengannya digerakkan di depan tubuhnya.
"Plak-plak... bruukkk!!" tubuh Ouw Kong Ek terbanting ke atas lantai, dan hanya setelah dia bergulingan beberapa kali saja dia dapat bangun dengan agak pening. Bukan main, pikirnya. Dia tadi melakukan serangan dahsyat, serangan maut yang akan sukar disambut oleh lawan yang sakti, akan tetapi pemuda itu menyambutnya di udara, memapaki pukulan dengan pukulan sehingga kedua telapak tangan mereka bertemu di udara dan akibatnya dia sendiri yang terbanting keras!
"Belum cukupkah, Tocu?" Sin Liong bertanya dengan suara penuh penyesalan karena dia dipaksa untuk bertempur, hal yang sama sekali tidak disukainya.
"Hemm, aku belum mengaku kalah, orang muda!" Dan kini kakek itu menyerang lagi dengan ilmu silat yang gerakannya cepat sekali, akan tetapi juga aneh. Swat Hong yang menonton di pinggir, memandang penuh perhatian dengan alis berkerut. Dia merasa heran sekali. llmu silat yang dimainkan oleh kakek itu seperti pernah dilihatnya, seperti bukan gerakan asing, namun mengapa begitu aneh dan sama sekali tidak dikenalnya? Memang tidak mengherankan hal ini terjadi pada Swat Hong karena ilmu silat yang dimainkan kakek itu memang bersumber pada ilmu silat Pulau Es, hanya sudah diubah banyak sekali, menjadi ilmu silat ciptaan nenek moyang Pulau Neraka!
Bahkan kini dari kedua, telapak tangan kakek itu mengepul uap hitam, dari mulutnya juga menyemburkan uap hitam yang kadang-kadang menyambar ke arah muka Sin Liong, Sebagai seorang ahli pengobatan Sin Liong segera mengenal hawa beracun keluar dari uap hitam itu, maka dia bersikap hati-hati, setiap kali ada uap hitam menyambar. Sementara itu, sambil mengelak dan menangkis dia mencurahkan seluruh perhatiannya dan dengan ilmu mujijat yang didapatkannya dari kitab, yaitu mengenal rahasia inti gerakan ilmu silat, dia sudah dapat mencatat dan hafal akan jurus-jurus yang dimainkan oleh lawannya.
"Suheng, balaslah lawanmu! Apa kau takut?" Swat Hong berteriak lagi.
Ouw Kong Ek yang sudah merah mukanya saking penasaran dan malu karena merasa dipandang rendah dan dipermainkan membentak, "Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku sehingga tidak mau balas menyerang?"
Sin Liong terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang mengalah dan tidak mau balas menyerang itu malah di anggap memandang rendah oleh kakek itu dan di anggap takut oleh Swat Hong! Tadinya dia hanya mengharapkan kakek itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek itu keras kepala dan tidak akan mengaku kalah kalau tidak dirobohkan! Dalam keadaan seperti itu, tidak ada pilihan bagi Sin Liong. Dia mengigit bibirnya menguatkan hati karena menyerang orang merupakan hal yang berlawanan dengan hatinya, lalu tangannya bergerak cepat sekali. Terdenganrlah seruan-seruan kaget dari mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus kemudian, setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak dan menangkis, kakek ini berseru keras dan tubuhnya terguling.
"Heiii... dari mana engkau mendapatkan ilmuku ini?" Kakek yang sudah terguling karena kedua lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi sambil bertanya dengan mata terbelalak dan penuh keheranan. Selama belasan jurus tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri dan pada jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua lututnya tertendang, membuat dia terguling dan kalau pemuda itu menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu pemuda itu dapat menyusulkan serangan maut yang dapat menewaskannya!
Sin Liong menjura dan melangkah mundur. "Aku hanya meniru-niru dari Tocu sendiri..."
Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian dia melangkah maju dan memegang kedua tangan pemuda itu. "Kwa Sin Liong... engkau hebat sekali! Aku mengaku kalah terhadap Kwa-taihiap (Pendekar Besar Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan dengan jurus-jurus ilmu silatku sendiri! Dia ini adalah seorang pendekat besar yang memiliki kesaktian seperti dewa!"
Semua penghuni Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat kepada Sin Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan mereka dengan memutar-mutar tubuhnya sambil berkata tersipu-sipu, "Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan berlebihan...,"
"Kwa-taihiap, aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah, Harap Taihiap suka mengajarkan ilmu pengobatan itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun yang banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham, kami akan mempersilakan Taihiap dan Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan aman,"
"Baik, Ouw-tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang racun-racun di pulau ini dan berusaha mencarikan obat penawarnya."
Soan Cu berlari menghampiri Sin Liong dari berkata, "Sin Liong, kau hebat sekali! Aku sungguh kagum kepadamu." Sambil berkata demikian, Soan Cu memegang kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang wajah Sin Liong penuh kekaguman.
"Ahhh, engkau terlalu memuji, Soan Cu. Sebetulnya adalah Kong-kongmu yang sengaja mengalah kepadaku," kata Sin Liong, dan mukanya menjadi merah. Dia maklum bahwa Soan Cu adalah seorang dara remaja yang berhati polos dan wajar, maka di depan semua orang tanpa segan-segan menyatakan kekagumannya dan memegang kedua tangannya begitu saja. Akan tetapi hal ini tentu saja menimbulkan anggapan salah dan dia sudah melihat betapa Swat Hong membuang muka dengan wajah diselubungi kemarahan, bahkan akhirnya dara itu lalu membalikkan tubuh dan berlari pergi!
***
Sampai tiga bulan lamanya Sin Liong dan Swat Hong di Pulau Neraka. Dengan teliti dan hati-hati Sin Liong melakukan penyelidikan tentang segala macam racun yang terdapat di pulau itu, kemudian dia mencarikan obat penawarnya dan menulis serta melukiskan nama dan bentuk daun, akar, bunga atau buah yang berkhasiat sebagai penawar racun-racun itu. Sibuklah ketua Pulau Neraka, dan para pembantunya mencarikan bahan-bahan obat itu dan setelah tiga bulan, barulah lengkap catatan Sin Liong.
Ketua Pulau Neraka itu mengerutkan alisnya, lalu meiirik ke arah cucunya yang duduk di sebelahnya dan menundukkan kepala saja.
"Hemmm, boleh juga Sumoimu pergi. Biarpun dia puteri Han Ti Ong, akan tetapi mengingat akan jasamu, biarlah dia kami bebaskan. Akan tetapi kau... ah, aku sangat mengharapkan agar engkau menjadi... keluarga kami, orang muda." Kembali dia mengerling ke arah Soan Cu dan gadis itu makin menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali.
"Benar sekali, dia amat cocok menjadi jodoh Nona Ouw" beberapa orang pembantu berkata sambil tertawa-tawa, sikap mereka bebas terbuka.
"Aku tidak mau pergi!" tiba-tiba Swat Hong berkata lantang. "Kalau Suheng tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan, aku akan tinggal di sini juga sampai pelajaran itu selesai. Dan kalau... kalau ada pengantin di sini, kalau Suheng diambil mantu, aku pun harus menjadi saksinya!"
Ucapan itu sebetulnya dikeluarkan dengan gejolak kemarahan dan kepanasan hatinya, akan tetapi para pembantu Ouw Kong Ek menyambutnya dengan suara ketawa.
Tentu saja Sin Liong kaget sekali mendengar ucapan sumoinya itu. Ada kesempatan yang amat baik terbuka bagi Swat Hong untuk membebaskan diri dari pulau berbahaya itu, dah kesempatan itu, dibuang begitu saja oleh Swat Hong! Dia telah mengenal watak Swat Hong. Sekali bilang tidak mau, dipaksa pun sampai mati tidak akan mau tunduk! Maka dia menjadi bingung sekali.
"Tocu, karena Sumoi tidak mau pergi sendiri lebih dulu, maka biarlah perjanjian kita diubah. Aku akan memberi pelajaran ilmu pengobatan kepada Tocu, setelah Tocu mengenal bahan obat untuk melindungi penghuni pulau ini, aku dan Sumoi boleh pergi dengan bebas."
Ketua Pulau Neraka itu mengelus-elus dagunya dan alisnya berkerut, berkali-kali dia melirik ke arah cucunya. Dia adalah seorang yang sudah tua, biarpun tidak pernah terjun ke dunia ramai, namun dia tahu bahwa cucunya jatuh hati kepada pemuda yang hebat ini. Dan dia tidak melihat seorang pemuda lain di Pulau Neraka yang kiranya patut menjadi suami Cucunya! Tentu saja hatinya tidak rela kalau pemuda itu pergi meninggalkan pulau karena dia tahu bahwa hal itu tentu akan mengecewakan hati cucunya. Maka dia hanya menggeleng-geleng kepala, tanpa dapat menjawab.
Melihat keraguan ketuanya, seorang kakek berusia lima puluh tahun lebih melangkah maju. Orang ini kepalanya gundul botak akan tetapi mukanya penuh brewok, tubuhnya kurus kecil dan di lehernya ada seekor ular merah melingkar. Dia adalah pembantu utama dari Ouw Kong Ek, seorang yang lihai ilmu kepandaiannya dan bernama Lo Thong. Berbeda dengan Majikan Pulau Neraka itu yang merupakan keturunan orang buangan, maka Lo Thong sendiri adalah seorang buangan dari Pulau Es, tiga puluh tahun yang lalu dia dibuang dari Pulau Es karena sebagai seorang pemuda dia banyak melakukan kejahatan. Setelah berada di Pulau Neraka dia memperdalam ilmu-ilmunya dan menjadi orang ke dua yang terkuat setelah Ouw Kong Ek, yaitu sesudah putera Ouw Kong Ek yang bernama Ouw Sian Kok, ayah Soan Cu menjadi gila dan meninggalkan pulau. Maka dia diangkat sebagai pembantu utama oleh Ouw Kong Ek.
"Twako (Kakak)," Lo Thong berkata dan tidak seperti lain penghuni Pulau Neraka yang menyebut ketua mereka tocu (majikan pulau), dia menyebutnya kakak, "mengapa Twako bingung menghadapi urusan dua orang anak-anak ini? Betapapun juga, mereka berada di pulau ini dan seharusnya mereka tunduk kepada semua perintah Twako yang menjadi hukum di sini. Kalau mereka hendak mengambil keputusan sendiri, boleh saja akan tetapi mereka harus lebih dulu dapat mengalahkan kita!"
Ouw Kong Ek memandang pembatunya dengan muka berseri, seolah-olah dia terlepas dari keadaan yang ruwet. "Kalau begitu, bagaimana baiknya. Lo-tee?"
"Menurut saya, lebih baik diadakan pertandingan antara orang muda she Kwa ini dan Twako. Kalau dalam pertandingan itu dia kalah, maka dia dan Sumoinya harus selamanya tinggal di sini dan menjadi penghuni pulau ini seperti kita semua."
"He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa bilang Suhengku kalah oleh ketua kalian? Habis, kalau kemudian ketua kalian yang kalah, bagaimana?" Swat Hong berteriak nyaring.
"Twako kalah? Ha-ha mana mungkin?" Lo Theng menjawab. "Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah pemuda she Kwa ini mengajarkan ilmu pengobatan sampai Twako pandai, baru kalian berdua boleh pergi meninggalkan pulau ini dengan bebas."
"Usul yang bagus sekali!" Ouw Kong Ek berseru gembira. "Kwa Sin Liong, aku mendengar bahwa di dunia ramai, di daratan sana, orang-orang gagah menggunakan kepandaian untuk memutuskan sebuah perkara yang ruwet. Aku percaya bahwa engkau tentu seorang gagah pula, maka biarlah kita membereskan urusan ini dengan mengukur kepandaian masing-masing seperti yang diusulkan oleh pembantuku Lo Thong."
Sin Liong menggeleng kepalanya. To-cu, aku tidak suka menggunakan ilmu yang kupelajari untuk kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara kekerasan untuk menahan Kami berdua selamanya di pulau ini? Aku sudah bersedia mengajarkan ilmu pengobatan, maka sudah sepatutnya kalau Tocu membalasnya dengan membebaskan kami."
"Tidak kita harus saling mengukur kepandaian dulu!" ketua itu berkeras.
Tiba-tiba Swat Hong melompat ke tengah lapangan dan membusungkan dada menegakkan kepalaya. "Hayolah! Kalau Suheng tidak mau, biarlah aku yang melayanimu! Siapa sih takut kepada orang Pulau Neraka? Aku yang memasuki pertandingan itu, dan kalau kalah, boleh kalian berbuat apa saja sesuka kalian!"
"Sumoi...!!" Sin Liong menegur.
"Suheng, aku tidak takut!" Swat Hong membantah.
Ouw Kong Ek mengerutkan alisnya. "Soan Cu, majulah kaulayani bocah liar yang sombong ini!" katanya.
"Baik Kong-kong." Soan Cu bangkit berdiri dan melangkah maju, akan tetapi segera berhenti ketika mendengar suara Sin Liong,
"Soan Cu harap jangan bertanding. Di antara kita tidak ada permusuhan, bukan?"
Soan Cu meragu, memandang kepada kong-kongnya, kemudian kepada Sin Liong, dan akhirnya dia kembali duduk di tempatnya yang tadi.
"Soan Cu..." Kakeknya menegur.
"Kong-kong, aku tidak mau bertanding. Mereka bukan musuhku."
Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi dia tidak marah bahkan lalu tertawa bergelak. "Kau... kau lebih taat kepadanya? Ha-ha-ha-ha!" Dia tertawa karena sikap cucunya itu jelas membuktikan betapa cucunya benar-benar telah jatuh cinta kepada Sin Liong! Sampai-sampai berani membangkang terhadap perintahnya hanya karena Sin Liong menghendaki demikian. Makin panaslah hati Swat Hong. Tadinya dia sudah siap-siap untuk menjatuhkan cucu ketua Pulau Neraka itu, selain agar menang pertandingan juga hendak memperlihatkan kepada suhengnya bahwa dia lebih pandai daripada Soan Cu. Akan tetapi, ternyata suhengnya melarang Soan Cu dan dara Pulau Neraka itu begitu taat!
"Ouw Kong Ek, kalau Cucumu tidak berani maju, biarlah kau sendiri yang maju! Hayo tandingilah aku, puteri Raja Pulau Es!" Dia menantang-nantang dengan suara penuh kemarahanan. Sin Liong hanya menggeleng kepalanya dan bingung sekali bagaimana harus mencegah sumoinya.
Kembali kakek itu menjadi marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat Hong membuat mukanya merah dan telinganya panas. Akan tetapi betapa memalukan kalau dia harus menandingi seorang bocah perempuan yang usianya sebaya dengan cucunya sendiri!
"Twako, perkenankanlah saya menghajar bocah bermulut lancang ini!" Lo Thong berkata dan Ouw Kong Ek mengangguk, akan tetapi masih ingat dan memesan. "Akan tetapi cukup beri hajaran saja, jangan sampai dia terbunuh."
"Baik, saya mengerti, Twako." Lo Thong menjawab lalu sekali kakinya bergerak, tubuhnya sudah mencelat ke depan Swat Hong. Menyaksikan ginkang yang hebat ini diam-diam Sin Liong khawatir sekali, akan tetapi dia pun tidak dapat mencegahnya karena maklum kalau dia melarang, sumoinya tentu akan menjadi makin nekat saja. Maka dia hanya bangkit berdiri dan memandang dengan jantung berdebar tegang.
Swat Hong memandang kakek botak yang berdiri di depannya, lalu berkata, suaranya mengejek. "Apakah pertandingan ini akan memutuskan perjanjian tadi, bahwa kalau aku menang kami berdua boleh pergi dari sini?"
"Tidak," jawab Lo Thong. "Pertandingan ini hanya mengenai dirimu, kalau kau menang kau boleh pergi, kalau kau kalah, kau harus tinggai di sini selamanya dan menjadi muridku."
"Setan alas! Siapa takut padamu?" Swat Hong yang sudah kena dibakar hatinya itu membentak.
"Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh pergi sekarang juga!" Sin Liong berteriak.
"Tidak, Suheng. Aku merasa kurang terhormat kalau pergi begitu saja. Aku tidak sudi menerima kebaikan orang-orang Pulau Neraka. Kalau aku pergi berarti aku pergi mengandalkan kepandaianku sendiri, bukan karena kebaikan hati mereka. Hayo, Kakek botak, boleh kaukeluarkan segala ilmumu!"
"Bocah sombong, sambutlah ini!"
Le Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara remaja yang memandang rendah kepadanya itu. Akan tetapi dia pun maklum bahwa dara ini tentu memiliki kepandaian tinggi sebagai puteri Raja Pulau Es, maka sekali menyerang, dia telah mengeluarkan kepandaiannya, mengeluarkan jurus yang ampuh dan mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Wuuuuuttt... sirrr... desss!"
Mula-mula Lo Thong menggerakkan tubuhnya rendah ke bawah, seolah-olah lengan kirinya yang bergerak itu hendak menangkap kaki Swat Hong, akan tetapi tiba-tiba saja tubuhnya meninggi, tangan kanannya meluncur dan mencengkeram ke arah pinggang dara itu. Namun Swat Hong yang usianya masih muda sekali itu, belum lima belas tahun, telah mewarisi inti kepandaian dari ilmu-ilmu kesaktian Pulau Es. Dengan tenang dia melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang berbahaya melainkan tangan kanannya, maka dia cepat menarik kaki kiri dan menangkis dengan sabetan tangan miring dari samping yang mengenai lengan lawan. Lo Thong mencelat kebelakang dan inilah kehebatan ginkangnya. Gerakannya bukanlah langkah kaki, melainkan loncatan yang membuat tubuhnya mencelat ke sana-sini dengan amat cepatnya dan sama sekali tidak terduga-duga lawan.
"Sumoi awasilah gerakannya. Ginkang nya lihai!" Sin Liong berseru dan diam-diam Lo Thong mendongkol juga. Ternyata pemuda itu lihai sekali, baru segebrakan saja sudah mengenal di mana letak keampuhannya. Maka dia lalu menggereng dan menubruk maju, menghujani Swat Hong dengan serangan bertubi-tubi.
Swat Hong diam-diam terkejut juga. Ternyata bahwa pembantu utama dari Ketua Pulau Neraka ini hebat bukan main. Setiap gerakan tangannya mendatangkan angin keras menyambar dan kecepatannya membuat dia pening karena harus mengerahkan kekuatan matanya untuk mengikuti terus gerakan lawan. Namun, tentu saja dia tidak menjadi gentar. Sejak kecil dara remaja ini tidak pernah mengenal artinya takut, dan dia pun mengeluarkan kepandainnya untuk membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya.
Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh perhatian. Diam-diam Soan Cu merasa kagum sekali kepada Swat Hong dan dia harus mengaku dalam hatinya bahwa andaikata tadi dia yang maju, dia akan kalah menghadapi kelihaian dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin bersyukur kepada Sin Liong yang tadi mencegahnya maju melawan Swat Hong. Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa dia akan kalah kalau melawan Swat Hong? Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat betapa wajah pemuda yang tampan itu diliputi kekhawatiran, maka dia kembali menyaksikan pertandingan yang hebat itu.
Tubuh mereka berdua yang bertanding itu sudah tidak dapat kelihatan jelas, yang tampak hanya dua bayangan berkelebatan ke kanan kiri dengan cepat sekali. Ginkang yang dikuasai oleh Lo Thong memang hebat sekali, akan tetapi sekarang dia berhadapan dengan puteri Raja Han Ti Ong dari Pulau Es! Biarpun masih kalah sedikit namun Swat Hong dapat mengimbangi kecepatan lawan, bahkan dapat mendesak dengar, ilmu silatnya yang luar biasa dan tenaga sinkangnya yang berdasarkan hawa murni dari im-kang yang dingin. Ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong adalah Ilmu Silat tangan kosong Jit-cap-ji-seng (Tujuh Puluh Dua Bintang) yang mempunyai tujuh puluh dua jurus-jurus ampuh. Sebagai bekas penghuni Pulau Es sebelum Swat Hong terlahir, tentu Lo Thong mengenal ilmu ini, bahkan ilmu silatnya sendiri pun bersumber pada ilmu silat Pulau Es. Akan tetapi setelah dua puluh tahun lebih berada di Pulau Neraka dan mempelajari ilmu-ilmu dari Pulau Neraka, maka ilmu silatnnya menjadi campur aduk dan tentu saja kalah murni oleh ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong. Pula, Lo Thong dahulu belum mempelajari Jit-cap-ji-seng sampai habis, hal yang jarang dilakukan penghuni Pulau Es kecuali keluarga raja.
Mulailah Lo Thong terdesak oleh serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Swat Hong. Ingin sekali Lo Thong menggunakan senjatanya, yaitu ular hidup yang melingkar di lehernya, namun dia takut akan pesan ketuanya tadi, Kalau dia menggunakan senjata itu dan sekali lawan tergigit mati tentu dia akan mendapat marah besar. Maka dia lalu berteriak keras dan mengerahkan seluruh ilmunya meringankan tubuh.
"Aihhh...!" Swat Hong terkejut ketika melihat betapa tubuh lawan dapat bergerak lebih cepat lagi dan dalam serangkaian serangan yang tak terduga saking cepatnya, hampir saja pundaknya kena dicengkeram. Dia berseru sambil meloncat ke atas, tinggi sekali kemudian bagaikan seekor burung walet, tubuhnya sudah membalik di udara, menukik ke bawah dan dia sudah melancarkan serangan dengan jurus Kak-seng-jip-hai (Bintang Terompet Memasuki Laut), jurus terakhir yang paling ampuh dan yang dulu dilatihnya dengan ibu dan ayahnya sehingga dia mahir sekali mainkan jurus ini. Hebat bukan main daya serang jurus ini karena selagi tubuh meluncur turun dengan menukik ke bawah, kedua tangannya sudah bergerak mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala lawan yang botak itu!
"Hayaaa...!" Kini Lo Thong yang kaget ketika merasa ada hawa dingin menyentuh ubun-ubun kepalanya dari atas. Maklum bahwa serangan itu merupakan ancaman maut bagi dirinya, dia tidak berani lengah, cepat membuang diri ke belakang sehingga dia terjengkang, kemudian menggunakan ginkangnya untuk bergulingan di atas lantai. Dengan gerakan ini, biarpun pakaiannya kotor terkena debu, namun dia selamat dan dapat menghindarkan diri dari Serangan jurus Kak-seng-jip-hai tadi. Akan tetapi, betapa terkejutnya melihat dara itu sudah meloncat ke depan dan baru saja dia bangkit berdiri, Swat Hong sudah menghantamnya dengan kedua tangan didorongkan ke depan.
"Haiiiiiittt!!" Swat Hong berseru nyaring dan mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Sumoi, jangan...!" Sin Liong berteriak, kaget ketika melihat betapa sumoinya itu menggunakan tenaga Swat-im-sin-ciang (Tenaga Pukulan Inti Salju) yang merupakan sinking paling ampuh dari Pulau Es! Untuk melatih diri agar bisa menguasai tenaga im-kang yang amat kuat ini, orang harus bersamadhi di atas salju, tanpa pakaian, dan melewati malam-malam yang dinginnya menyusup tulang! Dan sebagai puteri Raja Han Ti Ong, tentu Swat Hong telah menguasai sinking itu yang kini dipergunakan untuk menyerang selagai lawan terdesak.
"Ciaaatttt...!" Lo Thong juga berteriak keras dan cepat dia menolah hawa serangan itu dengan dorongan kedua tangannya. Dua tenaga sinking bertemu tanpa kedua pasang telapak tangan itu bersentuhan dan akibatnya, Lo Thong terhuyung kebelakang dan dari ujung buburnya mengucur darah!
Sambil menggereng keras, Lo Thong yang merasa penasaran itu melompat ke depan menerkam, akan tetapi Swat Hong yang sudah siap menyambutnya dengan sebuah tendangan dari samping yang tepat mengenai pantat Lo Thong dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke arah tempat duduk Ouw Kong Ek! Ketua Pulau Neraka ini marah sekali, tangannya bergerak menyambut tubuh itu dan tahu-tahu tubuh Lo Thong sudah melayang lagi ke arah Swat Hong. Akan tetapi ternyata bahwa ketika menyambut tadi, Ouw Kang Ek yang lihai telah menotok dua jalan darah di punggung pembantunya yang seketika merasa dadanya lega kembali, begitu dia dilontarkan ke arah Swat Hong, dengan nekat dia sudah menyerang dengan kedua lengan dikembangkan, kedua tangan hendak, mencengkeram tubuh gadis itu. Swat Hong terkejut sekali, tidak menyangka bahwa tubuh lawan akan secepat itu melayang kembali ke arahnya, maka dia berteriak dan maklum akan bahaya yang mengancam karena dia tidak sempat mengelak lagi!
Akan tetapi tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Sin Liong telah berada di dekat sumoinya. Dengan tangan kiri dia menarik tubuh sumoinya dan dengan tangan kanan dia menyampok ka atas dan kedua tangan Lo Thong tertangkis, bahkan tubuh orang botak ini terdorong miring dan cepat dia meloncat ke atas lantai dengan mata terbelalak heran dan kagum akan kehebatan tenaga pemuda itu. Maklum bahwa dia tak mampu menang, dia lalu mengundurkan diri di dekat ketuanya dengan muka penuh keringat.
"Bagus! Puteri Man Ti Ong lumayan juga kepandaiannya, boleh coba-coba dengan aku sendiri!" Ouw Kong Ek turun dan kursinya dan melangkah ke tengah lapangan.
"Baik, majulah Aku tidak takut menghadapimu!" Swat Hong menantang.
"Sumoi, mundurlah! Biar aku menghadapi Ouw Tocu." Sin Liong mencegah sumoinya.
Tidak, aku akan menghadapi sendiri!" Sin Liong melangkah menghampiri Ouw Kong Ek dan berkata, "Ouw-tocu, benarkah Tocu menantang Sumoiku ini? Harap Tocu suka melihat baik-baik. Sumoiku adalah seorang anak perempuan yang usianya sebaya dengan cucumu, sehingga kalau Tocu menantangnya sama artinya dengan Tocu menantang seorang cucu! Kalau Tocu tidak malu bertanding dengan seorang anak perempuan yang sepatutnya menjadi cucumu, silakan. Kalau Tocu, cukup gagah, biarlah aku menerima tantanganmu tadi. Mari kita bertanding mengukur kepandaian. Kalau aku kalah, terserah kepada Tocu. Kalau aku menang, setelah aku mengajarkan ilmu pengobatan, Tocu akan membiarkan kami berdua pergi dari pulau ini dengan aman. Bagaimana?"
"Aku tidak takut! Suheng, biar aku melawan dia, aku tidak takut!" Swat Hong berteriak-teriak.
Ouw Kong Ek memandang kepada dara muda dan mukanya berubah merah. Memang tidak keliru omongan Sin Liong tadi. Bocah itu masih amat muda, masih kanak-kanak sebaya Soan Cu. Seorang anak-anak dan perempuan lagi? Tentu saja akan amat merendahkan dirinya kalau sampai dia menantang seorang anak perempuan kecil!
"Baiklah, mari kita mengadu kepandaian Kwa Sin Liong," katanya.
Sin Liong menoleh kepada sumoinya. "Nan, kau dengar. Yang ditantang adalah aku, bukan kau, Sumoi. Mundurlah."
Swat Hong membanting-banting kaki, terpaksa dia mundur akan tetapi lebih dulu dia berkata kepada Ouw Kong Ek, "Aku selalu masih siap untuk melayani jago Pulau Neraka yang manapun juga."
Ouw Kong Ek dan Sin Liong sudah saling berhadapan dan keduanya saling pandang tanpa bergerak, seolah-olah hendak mengukur dan menilai keadaan lawan dengan pandang matanya. Melihat sikap pemuda yang amat tenang itu, juga pancaran sinar matanya lembut dan bebas dari takut maupun kebencian dan kemarahan, hati Ouw Kong Ek menjadi makin suka. Melihat sikap pemuda ini, sukar untuk dipercaya bahwa pemuda ini adalah murid Han Ti Ong, Raja Pulau Es yang sakti. Kelihatannya hanya seperti seorang pemuda yang lemah, pantasnya seorang sastrawan yang bisanya hanya membaca sajak dan menulis huruf indah atau meniup suling.
"Orang muda, mulailah!" Ouw Kong Ek berkata ragu-ragu untuk menggunakan kepandaiannya menyerang orang yang kelihatannya lemah ini.
"Ouw-tocu, bukan aku yang menghendaki adu kepandaian ini maka biarlah aku hanya menjaga diri saja."
Jawaban yang keluar dengan suara lembut dan sejujurnya itu setidaknya memanaskan hati Ouw Kong Ek karena kedengarannya seolah-olah pemuda itu memandang rendah kepadanya. Pemuda ini sama sekali tidak gentar menghadapinya, hal itu sama saja memandang rendah!
"Kwa Sin Liong, sambutlah seranganku!" bentaknya dan tubuhnya sudah menerjang ke depan gerakannya perlahan saja namun didahului sambaran angina pukulan dari kedua telapak tangannya.
"Wuuttt... wuutt!!" Hawa pukulan yang dahsyat dua kali menyambar ke arah leher dan pusar Sin Liong ketika kakek itu menggerakan kedua tangannya memukul.
Dengan tubuh ringan sekali Sin Liong menggeser kaki dan berhasil mengelak sampai berturut-turut enam kali karena ternyata bahwa pukulan kakek itu begitu luput dari sasaran terus dilanjutkan dengan serangan berikutnya tanpa berhenti sedetik pun, sehingga enam kali berturut-turut kedua tangannya menyambar dahsyat dari segala jurusan! Barulah Sin Liong dapat membebaskan diri dari kepungan kedua tangan itu ketika dia meloncat jauh ke belakang, dan siap lagi menghadapi serangan berikutnya.
"Bagus!" Ouw Kong Ek berseru kagum melihat betapa pemuda itu dengan enak saja sudah berhasil menghindarkan diri dan serangkaian pukulannya yang dinamakan Jurus Pukulan Badai Mengamuk. Kemudian menerjang lagi, kini dia tidak bergerak lambat lagi, melainkan cepat sekali. Kaki tangannya bergerak cepatnya, gerakan yang aneh namun setiap gerakan mengandung daya serang yang amat berbahaya. Kembali Sin Liong menyambut serangan-serangannya itu dengan tenang dan hati-hati, mengelak ke sana-sini dan hanya kalau terpaksa menggunakan kedua tangannya untuk menangkis atau menyampok. Perlahan saja pemuda itu menangkis, namun selalu tangkisannya yang membawa hawa pukulan Im-kang itu berhasil menghalau tangan lawan!
Sampai tiga puluh jurus lebih Sin Liong selalu mengelak dan menangkis tanpa satu kalipun membalas serangan lawan! Tentu hal ini membuat Ouw Kong Ek kagum sekali. Pemuda ini sudah diserangnya dengan hebat, didesaknya sampai keadaannya berbahaya, namun tetap tidak mau membalas.
"Eh, Suheng, kau tidak membalas, apa kau merasa phai-seng-gi (sungkan) kepada orang yang hendak memungut mantu kepadamu?" Swat Hong berteriak-teriak penuh penasaran ketika melihat suhengnya bertempur seperti orang mengalah saja.
Merah muka Sin Liong. Memang dia tidak mau membalas karena dia selamanya belum pernah memukul orang! Dia memang mempelajari ilmu silat yang tinggi sekali tingkatnya, bahkan dari kitab-kitab lama yang rahasia dan tak pernah dibaca orang di dalam perpustakaan Pulau Es, dia menemukan ilmu-ilmu mujijat, di antaranya ilmu mengenal inti gerakan semua ilmu silat. Akan tetapi dia merasa sungkan dan ngeri kalau harus memukul orang lain, apalagi kepada kekek yang sama sekali tidak ada permusuhan apa-apa dengannya itu. Kini mendengar Swat Hong, dia merasa tidak enak dan hatinya terguncang. Guncangan memperlambat gerakan tangannya, maka ketika dia menangkis sebuah pukulan, tangkisannya meleset dan pukulan tangan kiri Ouw Kong Ek menyerempet pundaknya. Tubuhnya tergetar hebat dan dia terhuyung ke belakang.
Ouw Kong Ek yang merasa penasaran maklum bahwa kalau pemuda itu membalas serangannya, mungkin dia akan kalah! Maka melihat hasil pukulannya yang membuat Sin Liong terhuyung dia cepat mendesak maju. Dia harus mengalahkan pemuda ini karena dia ingin sekali pemuda ini menjadi penghuni Pulau Neraka, dan kalau mungkin menjadi suami Soan Cu. Dan untuk itu, dia harus lebih dulu merobohkannya. Maka dia cepat mendesak selagi tubuh Sin Liong terhuyung ke belakang itu.
"Wuuut-plak-plak! Wuuut-plak-plak!"
Pukulan-pukulan tangan Ouw Kong Ek hebat sekali dan setiap kali Sin Liong yang masih terhuyung itu mengelak, pukulan itu berubah menjadi cengkeraman yang amat lihai namun selalu tangan Sin Liong masih dapat menyampoknya! Bahkan pemuda itu berseru keras, tubuhnya melayang ke atas, berjungkir balik dua kali dan sudah turun lagi ke atas lantai dengan tubuh tegak dan sudah siap lagi! Ouw Kong Ek makin penasaran. Cepat ia menerjang maju, kedua kakinya bergerak cepat dan kuat sekali. Kedua kaki itu seperti kitiran saja sehingga kelihatannya kakek ini berkaki lebih dari dua yang bergerak susul menyusul melakukan tendangan ke arah bagian-bagian berbahaya dari tubuh Sin Liong.
"Siuut-siutt... dess!!"
Setelah berhasil mengelak ke kanan kiri, Sin Liong terdesak ke sudut dan terpaksa dia menggunakan kedua lengannya menangkis sambil mengerahkan tenaga Inti Salju. Tubuh Ouw Kong Ek menggigil, terasa dingin sekali tubuhnya, rasa dingin yang menjalar melalui kaki yang tertangkis. Dia menggoyang tubuhnya beberapa kali dan rasa dingin sudah terusir. Dia memandang lawannya dengan mata terbelalak lebar, kemudian kakek ini mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya sudah melayang ke atas kemudian menukik ke arah Sin Liong.
Sin Liong terkejut sekali. Dia maklum bahwa serangan terakhir ini bukan main hebatnya, maka dia pun lalu berteriak keras dan tubuhnya juga mencelat ke atas menyambut tubuh lawannya, kedua lengannya digerakkan di depan tubuhnya.
"Plak-plak... bruukkk!!" tubuh Ouw Kong Ek terbanting ke atas lantai, dan hanya setelah dia bergulingan beberapa kali saja dia dapat bangun dengan agak pening. Bukan main, pikirnya. Dia tadi melakukan serangan dahsyat, serangan maut yang akan sukar disambut oleh lawan yang sakti, akan tetapi pemuda itu menyambutnya di udara, memapaki pukulan dengan pukulan sehingga kedua telapak tangan mereka bertemu di udara dan akibatnya dia sendiri yang terbanting keras!
"Belum cukupkah, Tocu?" Sin Liong bertanya dengan suara penuh penyesalan karena dia dipaksa untuk bertempur, hal yang sama sekali tidak disukainya.
"Hemm, aku belum mengaku kalah, orang muda!" Dan kini kakek itu menyerang lagi dengan ilmu silat yang gerakannya cepat sekali, akan tetapi juga aneh. Swat Hong yang menonton di pinggir, memandang penuh perhatian dengan alis berkerut. Dia merasa heran sekali. llmu silat yang dimainkan oleh kakek itu seperti pernah dilihatnya, seperti bukan gerakan asing, namun mengapa begitu aneh dan sama sekali tidak dikenalnya? Memang tidak mengherankan hal ini terjadi pada Swat Hong karena ilmu silat yang dimainkan kakek itu memang bersumber pada ilmu silat Pulau Es, hanya sudah diubah banyak sekali, menjadi ilmu silat ciptaan nenek moyang Pulau Neraka!
Bahkan kini dari kedua, telapak tangan kakek itu mengepul uap hitam, dari mulutnya juga menyemburkan uap hitam yang kadang-kadang menyambar ke arah muka Sin Liong, Sebagai seorang ahli pengobatan Sin Liong segera mengenal hawa beracun keluar dari uap hitam itu, maka dia bersikap hati-hati, setiap kali ada uap hitam menyambar. Sementara itu, sambil mengelak dan menangkis dia mencurahkan seluruh perhatiannya dan dengan ilmu mujijat yang didapatkannya dari kitab, yaitu mengenal rahasia inti gerakan ilmu silat, dia sudah dapat mencatat dan hafal akan jurus-jurus yang dimainkan oleh lawannya.
"Suheng, balaslah lawanmu! Apa kau takut?" Swat Hong berteriak lagi.
Ouw Kong Ek yang sudah merah mukanya saking penasaran dan malu karena merasa dipandang rendah dan dipermainkan membentak, "Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku sehingga tidak mau balas menyerang?"
Sin Liong terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang mengalah dan tidak mau balas menyerang itu malah di anggap memandang rendah oleh kakek itu dan di anggap takut oleh Swat Hong! Tadinya dia hanya mengharapkan kakek itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek itu keras kepala dan tidak akan mengaku kalah kalau tidak dirobohkan! Dalam keadaan seperti itu, tidak ada pilihan bagi Sin Liong. Dia mengigit bibirnya menguatkan hati karena menyerang orang merupakan hal yang berlawanan dengan hatinya, lalu tangannya bergerak cepat sekali. Terdenganrlah seruan-seruan kaget dari mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus kemudian, setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak dan menangkis, kakek ini berseru keras dan tubuhnya terguling.
"Heiii... dari mana engkau mendapatkan ilmuku ini?" Kakek yang sudah terguling karena kedua lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi sambil bertanya dengan mata terbelalak dan penuh keheranan. Selama belasan jurus tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri dan pada jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua lututnya tertendang, membuat dia terguling dan kalau pemuda itu menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu pemuda itu dapat menyusulkan serangan maut yang dapat menewaskannya!
Sin Liong menjura dan melangkah mundur. "Aku hanya meniru-niru dari Tocu sendiri..."
Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian dia melangkah maju dan memegang kedua tangan pemuda itu. "Kwa Sin Liong... engkau hebat sekali! Aku mengaku kalah terhadap Kwa-taihiap (Pendekar Besar Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan dengan jurus-jurus ilmu silatku sendiri! Dia ini adalah seorang pendekat besar yang memiliki kesaktian seperti dewa!"
Semua penghuni Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat kepada Sin Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan mereka dengan memutar-mutar tubuhnya sambil berkata tersipu-sipu, "Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan berlebihan...,"
"Kwa-taihiap, aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah, Harap Taihiap suka mengajarkan ilmu pengobatan itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun yang banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham, kami akan mempersilakan Taihiap dan Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan aman,"
"Baik, Ouw-tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang racun-racun di pulau ini dan berusaha mencarikan obat penawarnya."
Soan Cu berlari menghampiri Sin Liong dari berkata, "Sin Liong, kau hebat sekali! Aku sungguh kagum kepadamu." Sambil berkata demikian, Soan Cu memegang kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang wajah Sin Liong penuh kekaguman.
"Ahhh, engkau terlalu memuji, Soan Cu. Sebetulnya adalah Kong-kongmu yang sengaja mengalah kepadaku," kata Sin Liong, dan mukanya menjadi merah. Dia maklum bahwa Soan Cu adalah seorang dara remaja yang berhati polos dan wajar, maka di depan semua orang tanpa segan-segan menyatakan kekagumannya dan memegang kedua tangannya begitu saja. Akan tetapi hal ini tentu saja menimbulkan anggapan salah dan dia sudah melihat betapa Swat Hong membuang muka dengan wajah diselubungi kemarahan, bahkan akhirnya dara itu lalu membalikkan tubuh dan berlari pergi!
***
Sampai tiga bulan lamanya Sin Liong dan Swat Hong di Pulau Neraka. Dengan teliti dan hati-hati Sin Liong melakukan penyelidikan tentang segala macam racun yang terdapat di pulau itu, kemudian dia mencarikan obat penawarnya dan menulis serta melukiskan nama dan bentuk daun, akar, bunga atau buah yang berkhasiat sebagai penawar racun-racun itu. Sibuklah ketua Pulau Neraka, dan para pembantunya mencarikan bahan-bahan obat itu dan setelah tiga bulan, barulah lengkap catatan Sin Liong.
(dwi)