Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 3 Bagian 1

Kamis, 16 Februari 2017 - 07:03 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

"BANGSAT kecil, engkau siapakah berani mencampuri urusan kami dan memaki kami?" bentak Pat-jiu Kai-ong sambil mengusap pundaknya yang berdarah.

"Apa kau memiliki kepandaian maka berani mencela kami, tikus kecil?" bentak pula Thian-he Te-it yang masih ngilu rasa pahanya, dan untung bahwa pahanya itu tidak patah tulangnya.

Laki-laki itu melangkah maju menghampiri mereka dengan langkah tegap dan sikap sama sekali tidak takut, bahkan wajahnya itu berseri-seri memandang mereka seorang demi seorang. Kemudian, setelah berada di tengah-tengah sehingga terkurung, dia berkata, "Tadinya aku hanya mendengar bahwa ada seorang anak baik terancam oleh perebutan orang-orang pandai di dunia kang-ouw. Ketika tiba di sini dan melihat lagak kalian, mau tidak mau aku masuk dan hatiku memang penasaran menyaksikan gerakan kalian yang sungguh-sungguh masih mentah. Ilmu tongkat dia ini tentu Pat-mo-tung-hoat yang berdasarkan Ilmu Pedang Pat-mo-kiam-hoat," katanya sambil menuding ke arah Pat-jiu Kai-ong. Raja pengemis itu terkejut sekali melihat orang mengenal ilmu tongkatnya, padahal tadi mereka bertujuh bertanding dengan kecepatan luar biasa, bagaimana orang ini dapat mengenal ilmu tongkatnya?

"Dan ilmu tongkat dia itu lebih lucu dan kacau lagi. Meniru gerakan Kauw Cee Thian Si Raja Monyet, akan tetapi kaku dan mentah, tidak pantas menjadi gerakan Raja Monyet, pantasnya menjadi gerakan Raja Tikus!" Dia menuding arah Thian-tok.

"Brakkk!!" Batu besar yang berada di samping Thian-tok hancur berantakan karene dipukul oleh tongkatnya. Dia marah sekali mendengar ucapan yang dianggapnya menghina itu. "Manusia lancang, berani kau menghina Thian-tok?" bentaknya dan tongkatnya sudah diputar hendak menyerang.

Akan tetapi orang itu membentak, "Berhenti!" Dari aneh, suaranya demikian berwibawa sehingga Thian-tok, sendiri sampai tergetar dan menghentikan gerakan tongkatnya. "Aku melihat kalian masing-masing memiliki kepandaian khusus namun masih mentah semua. Aku tidak membohong dan kalau tidak percaya, marilah kalian maju seorang demi seorang, akan kuperlihatkan kementahan ilmu silat kalian yang kalian pergunakan dalam pertandingan kacau balau tadi. Hayo siapa yang maju lebih dulu, akan kulayani dengan ilmu silat kalian sendiri!"

Ucapan ini lebih mendatangkan rasa heran dan tidak percaya daripada kemarahan, maka Pat-jiu Kai-ong melupakan pundaknya yang terluka, cepat dia sudah meloncat ke depan, melintangkan tongkatnya di depan dada sambil berseru, "Nah, coba kaubuktikan kementahan ilmu tongkatku!" Setelah berkata demikian, Raja Pengemis ini menyerang, menggunakan tongkatnya untuk menusuk, kemudian gerakan ini dilanjutkan dengen memutar tongkat ke atas menghantam kepala. Memang gerakan tongkatnya adalah gerakan pedang, dia ambil dari Ilmu Pedang Pat-mo-kiam-hoat. Hal ini adalah rahasianya, maka dia heran sekali mendengar orang tampan gagah itu mengenal ilmu tongkatnya dan sekaligus membuka rahasianya.

Enam orang tokoh yang lain adalah orang-orang yang telah terkenal, maka mereka menahan kemarahan dan menonton untuk melihat apakah orang yang tidak terkenal ini benar-benar memiliki kepandaian aneh dan apakah benar-benar selihai mulutnya yang amat sombong itu.

Serangan Pat-jiu Kiam-ong itu tidak ditangkis, akan tetapi tubuh orang itu tiba-tiba saja lenyap! Semua orang kaget dan bengong melihat betapa tubuh orang itu tahu-tahu telah melayang turun dari atas pohon, di tangannya terdapat sebatang cabang pohon, yang daunnya telah dibersihkan. Demikian cepatnya dia tadi meloncat sehingga tidak tampak, dan entah bagaimana cepatnya tahu-tahu dia telah membikin sebatang tongkat yang ukurannya sama dengan tongkat yang dipegang Pat-jiu Kai-ong. Begitu dia turun, Pat-jiu Kai-ong telah menyerang nya dengan kemarahan meluap.

"Nah, lihatlah. Bukankah ini Pat-mo-kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Iblis) yang kaurubah menjadi Pat-mo-tung-hoat?" Dan orang itu pun kini mengimbangi permainan ilmu tongkat Pat-jiu Kai-ong dengan gerakan yang sama! Jurus demi jurus dimainkan orang itu untuk menangkis dan balas menyerang, namun bedanya, serangannya jauh lebih cepat dan lebih kuat tenaga sinkang yang menggerakkan tongkat itu! Tokoh-tokoh lain hanya menduga-duga, mengira orang baru itu meniru gerakan Pat-jiu Kai-ong, akan tetapi Raja Pengemis ini sendiri mengenal gerakan orang itu yang bukan lain adalah ilmu tongkatnya sendiri yang digubahnya sendiri! Dia menjadi bingung dan heran, apalagi serangan orang itu cepatnya melebihi kilat dan dalam belasan jurus saja, tiba-tiba terdengar suara keras, tongkat di tangan Pat-jiu Kai-ong patah dan Si Raja Pengemis ini sendiri terpelanting dan mukanya pucat sekali karena tadi ujung tongkat lawannya telah menyambar dahinya tepat di antara mata dan kalau dikehendakinya, tentu dia telah tewas, akan tetapi orang aneh itu hanya mengguratnya saja sehingga kulit di bagian itu robek dan berdarah. Tahulah dia bahwa dia telah berhadapan dengan seorang yang memiliki ilmu kepandaian yang jauh melampauinya, tahu pula bahwa nyawanya diampuni maka tanpa banyak cakap dia lalu mundur dan berdiri dengan muka pucat dan mulut berbisik, "Aku mengaku kalah!"

Tentu saja hal ini mengejutkan enam orang tokoh yang lain! Mereka tadi, dalam pertandingan kacau balau, telah beradu senjata dengan Si Raja pengemis dan mereka maklum bahwa selain ilmu tongkatnya amat lihai, juga tongkat itu sendiri merupakan senjata pusaka yang kuat menangkis senjata tajam, di samping tenaga sinkang Si Kakek Jembel yang amat kuat. Namun, dalam belasan jurus saja kakek jembel itu mengaku kalah, tongkatnya patah dan di antara alisnya terluka, sedangkan tadinya mereka mengira bahwa orang yang baru datang itu hanya meniru-niru ilmu silat Pat-jiu Kai-ong!

"Si Jembel tua bangka memang tolol!" Tiba-tiba Thian-he Te-it Ciang Ham meloncat ke depan, tombaknya melintang di tangannya, sedangkan tangan kirinya dikepal, tangan kiri yang mengandung tenaga mujijat dan terkenal dengan sebutan Kang-jiu (Lengan Baja) yang kuat menangkis senjata tajam!

Orang itu tersenyum sabar. "Hemm, jadi tadi adalah Pat-jiu Kai-ong, ketua Pat-jiu Kai-pang yang terkenal? Heran, ilmunya masih serendah itu sudah berani malang melintang di Heng-san. Dan kau ini siapakah? Ginkangmu cukup lumayan akan tetapi permainan tombakmu belum patut disebut Sin-jio (Tombak Sakti), dan pukulan itu, tentu yang dinamakan Lengan Baja, sayangnya tidak cocok dengan sebutannya karena terlalu temah, hemm, terlalu lemah..!"

Muka Ciang Ham imenjadi merah sekali saking marahnya. Sudah menjadi kebiasaannya kalau dia lagi marah, matanya mendelik dan kumisnya yang jarang itu bergoyang-goyang menurutkan bibir atasnya yang tergetar! "Si keparat sombong! Tahukah engkau dengan siapa engkau berhadapan? Aku adalah Thian-he Te-it (Nomor Satu Sedunia) ketua dari Kang-Jiu-pang di Secuan! Bersiaplah untuk mampus di tanganku!"

Kembali orang itu meloncat ke atas, kini semua orang yang sudah memperhatikan seluruh gerak-geriknya melihat bahwa orang itu benar-benar memiliki ginkang yang sukar dipercaya. Hanya dengan mengenjot ujung kaki, tubuhnya melesat dengan kecepatan yang luar biasa sekali, lenyap ke dalam pohon besar dan tak lama kemudian sudah melayang, turun membawa sebatang cabang yang panjangnya sama dengan tombak di tangan Ciang Ham, bahknn ujungnya juga sudah diruncingkan, entah bagaimana caranya!

"Nah, coba mainkan ilmu tombakmu dan pukulan Lengan Bajumu yang masih mentah itu."

Thian-he Te-it Ciang Ham bukan main marahnya. Sambil mengeluarkan gerengan keras dia menerjang, tombaknya bergerak dahsyat sehingga mata tombak berubah menjadi belasan banyaknya, semua mata tombak itu seolah-olah menyerang bagian-bagian tertentu dari lawannya! Namun orang itu pun menggerakkan tombak cabang pohon dengan gerakan yang sama, bahkan mata "tombaknya" berubah menjadi dua puluh lebih, membentuk bayangan tombak yang menyilaukan mata dan terjadilah pertandingan tombak yang amat aneh karena gerakan mereka sama.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Thian-he Te-it Ciang Ham. Ilmu tombak itu adalah ciptaannya sendiri dan selama ini belum pernah diajarkan kepada siapapun juga, merupakan kepandaian khasnya yang ampuh. Akan tetapi sekarang dia melihat orang ini mainkan ilmu tombaknya dengan gerakan yang lebih cepat dan lebih kuat!

Marahlah dia. "Setan kau!" dia memaki dan kini tombaknya membuat lingkaran besar, menyambar-nyambar di atas kepala sedangkan lengan kirinya melakukan pukulan maut karena lengan itu seolah-olah merupakan sebuah senjata baja yang kuat sekali.

"Bagus," orang itu berseru, tombaknya bergerak pula menyambut tombak lawan, dan terdengar suara "krekkk" ketika ujung tombak Thian-he Te-it patah disusul bertemuhya dua buah lengan.

"Desss...!!" Thian-he Te-it Ciang Ham mengaduh, melemparkan tombaknya yang patah, menggunakan tangan kanan mengurut-urut lengan kirinya. Lengan kiri yang terkenal dengan sebutan Lengan Baja itu, yang berani menangkis senjata tajam lawan, begitu bertemu dengan lengan lawan, berubah menjadi seperti bambu bertemu besi. Tulangnya retak dan sakitnya bukan main! Dia pun bukan anak kecil, seketika tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan seorang yang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi, membuat dia seolah-olah berhadapan dengan gurunya, maka dia meloncat ke belakang, meringis dan berkata nyaring. "Aku kalah!"

Hening sejenak. Lima orang tokoh lain terheran-heran, hampir tidak dapat percaya akan peristiwa yang telah terjadi. Biarpun mereka mulai merasa heran dan gentar, namun rasa penasaran membuat mereka lupa akan kenyataan bahwa orang itu benar-benar lihai. Mereka hendak membuktikan sendiri apakah benar orang aneh ini dapat memainkan ilmu istimewa mereka yang selama ini mengangkat nama mereka di tempat tinggi di dunia kang-ouw.

"Hayo, siapa lagi yang ingin memamerkan ilmunya yang masih mentah?" Orang itu sengaja menantang sambil melemparkan tombak cabang pohon yang telah berhasil mematahkan ujung tombak pusaka di tangan Ciang Ham tadi.

"Aku ingin mencoba!" Thian-tok sudah melompat ke depan dengan gerakan seperti seekor kera dan tangan kirinya manggaruk-garuk pantat, tangan kanan memegang tongkat Kim-kauw-pang itu memutar-mutar tongkatnya.

"Nanti dulu," kata orang itu. "Yang bertombak tadi, bukankah dia yang terkenal sekali sebagai ketua kang-jiu-pang di Secuan? Harap Pangcu (Ketua) menjaga agar anak buahmu tidak merendahkan nama Kang-jiu-pang dengan melakukan perbuatan melanggar hukum dan memperbaiki ilmu silatnya."

Ciong Ham tidak menjawab, hanya kumisnya bergoyang-goyang karena marahnya.

"Dan Anda ini, apakah mempunyai Kudis di pantat, ataukah memang hendak meniru lagak seekor monyet? Kalau begitu, tentulah Anda yang berjuluk Thian-tok, yang kabarnya menjadi pemuja Kauw Gee Thian, terkenal dengan Ilmu Tongkat Kim-kauw-pang dan Ilmu Silat Sin-kauw-kun."

"Dugaanmu benar, akulah Thian-tok! Siapakan namamu, manusia sombong?" Thiah-tok Bhong Sek Bin membentak marah, "ataukah kau tidak berani mengakui namamu dan bersikap sebagai seorang pengecut tukang mencuri ilmu orang lain?"

Biarpun diserang dengan kata-kata yang menghina itu, orang ini tersenyum saja dan menjawab, "Namaku tidak ada perlunya kauketahui. Kalau aku tidak mampu mengalahkan engkau dengan ilmumu sendiri, barulah aku akan memperkenalkan diri dan boleh kauperbuat sesukamu terhadap diriku."

Thian-tok lalu mengeluarkan suara memekik nyaring seperti seekor kera marah, akan tetapi sebelum dia menyerang laki-laki aneh itu telah menyambar tombak cabang pohon yang tadi dilemparnya ke atas tanah. Tombak itu panjang dan sekali dia menggerakan jari tangannya, ujung tombak cabang yang runcing itu telah patah dan berubahlah tombak itu menjadi sebatang tongkat yang panjangnya sama dengan Kim-kauw-pang di tangan Thian-tok! Thian-tok sudah menerjang dengan gerakan lincah sekali. Kim-kauw-pang ditangannya diputar-putar sedemikian rupa, mulutnya mengeluarkan pekik-pekik dahsyat dan tubuhnya sampai lenyap terbungkus gulungan sinar tongkat sendiri. Namun, dengan enaknya orang itu pun memutar tongkatnya, serupa benar dengan gerakan Thian-tok bahkan mulutnya juga mengeluarkan pekik seperti monyet itu dan terjadilah pertandingan yang aneh dan lucu, seolah-olah bukan sedang bertanding, melainkan Thian-tok sedang berlatih silat dengan gurunya! Gerakan mereka sama, akan tetapi gerakan orang itu lebih cepat dan lebih mantap. Kembali belum sampai dua puluh jurus terdengar suara keras, Kim-kauw-pang di tangan Thian-tok patah-patah menjadi tiga potong dan Si Racun Langit itu terhuyung mundur dengan muka pucat karena tulang pundaknya hampir patah terpukul tongkat lawan!

Melihat betapa bekas suhengnya kalah, Tee-tok marah sekati. Siang-kiam dipunggungnya telah dicabutnya dan tanpa banyak cakap lagi dia telah meloncat maju.

"Keluarkan senjatamu, manusia licik! Akulah Tee-tok, hayo lawan siang-kiam-ku ini kalau kau memang gagah!"

Orang itu menjura, "Aha, kiranya Tee-tok Siangkoan Houw yang terkenal. Kulihat tadi ilmu pedangmu adalah pecahan dari Hui-liong-kiamsut, dan kau pandai pule menggunakan Ilmu Silat Pek-lui-kun. Akan tetapi seperti yang lain, gerakanmu masih mentah."

"Tak usah banyak cakap! Lawanlah ilmuku!" Bentak Tee-tok dengan marah dan dia sudah menerjang maju.

Laki-laki itu mematahkan tongkatnya menjadi dua potong tongkat yang sama dengan pedang-pedang di kedua tangan Tee-tok, dan begitu dia menggerakkan kedua tangannya, tampaklah sinar-sinar bergulung dengan gerakan yang persis seperti gerakan Tee-tok yang rncmutar sepasang pedangnya.

Kembali terjadi pertandingan yang hebat, seru dan aneh. Berkali-kali terdengar suara nyaring bertemunya pedang dengan tongkat, namun anehnya, tongkat dari cabang pohon itu sama sekali tidak dapat terbabat putus, bahkan kedua tangan Tee-tok selalu terasa panas dan perih setiap kali pedangnya bertemu tongkat! Dengan teliti Tee-tok memperhatikan gerakan orang dan dia terkejut. Memang benar bahwa orang itu mainkan jurus-jurus ilmu pedangnya! Dan bukan hanya mainkan jurus ilmu pedangnya, bahkan telah mendesaknya dengan tekanan yang hebat karena orang itu jauh lebih lincah dan lebih kuat daripada dia. Lewat lima belas jurus, Tee-tok berseru, "Aku mengaku kalah!" Dia meloncat mundur, menyimpan pedangnya dan mengangkat tangan menjura ke arah orang itu sambil berkata, "Harap kau menerima penghormatanku dengan Pek-lui-kun!" Kelihatannya saja dia memberi, hormat dengan menangkat kedua tangan ke depan dada, namun dari kedua telapak tangannya itu menyambar hawa pukulan maut yang mendatangkan hawa panas dan yang dapat membunuh lawan dari jarak tiga empat meter tanpa tangannya menyentuh tubuh lawan! Itulah pukulan Pek-lui-kun (Kepalan Kilat) yang mengandung tenaga sakti yang amat kuat!

Orang itu sudah melempar sepasang tongkat pendeknya, sambil tersenyum dia pun menjura dengan gerakan yang sama.

Terjadilah adu tenaga yang tidak tampak oleh mata. Di tengah udara, di antara kedua orang itu terjadi benturan tenaga dahsyat dan akibatnya membuat Tee-tok terpental ke belakang, terhuyung dan dari mulutnya muntah darah segar! Dia tidak terluka hebat karena tenaganya Pek-lui-kun membalik, hanya tergetar hebat dan mukanya makin pucat.

"Engkau hebat! Aku bukan tandinganmu!" kata Tee-tok dengan jujur, dan memandang dengan mata terbelalak penuh kagum dan juga penasaran.

"Engkau luar biasa sekali dan aku amat kagum kepadamu, sahabat!" Gin-siauw Siucai berkata sambil melangkah maju, "Aku tahu bahwa agaknya aku pun bukan tandinganmu, akan tetapi hatiku penasaran sebelum melihat engkau mainkan ilmu-ilmuku yang tentu kauanggap masih mentah pula. Aku adalah Gin-siauw Siucai dari Beng-san, senjataku adalah suling dan pensil bulu entah kau bisa mainkannya atau tidak."

"Gin-siauw Siucai, sudah lama aku mendengar namamu yang terkenal. Jangan khawatir, aku tentu saja dapat mainkan ilmumu. Dengan ranting pendek ini aku meniru sulingmu, dan aku pun memiliki sebatang pensil bulu." Orang itu memungut sebatag ranting yang panjangnya sama dengan suling perak di tangan Gin-siauw Siucai juga dia mencabut keluar pensil bulu yang tadi dia pergunakan untuk mencoret-coret ketika tujuh orang tokoh sakti itu sedang saling bertempur. Akan tetapi kalau pensil bulu di tangan Gin-siauw Siucai adalah pensil yang dibuat khas, bukan hanya untuk menulis akan tetapi juga dipergunakan sebagai senjata sehingga gagangnya terbuat dari baja tulen, adalah pensil di tangan orang itu hanyalah sebatang pensil biasa saja.

Berkerut alis Gin-siauw Siucai. Orang itu dianggapnya terlalu memandang rendah kepadanya. Akan tetapi karena orang itu tersenyum-senyum dan meniru menggerak-gerakkan pensil dan "suling" di tangannya, dia lalu berkata, "Apa boleh buat, engkau sudah memperoleh kemenangan. Kalau kau kalah, orang akan menyalahkan aku yang menggunakan senjata lebih kuat. Kalau aku yang engkau akan menjadi makin terkenal, sungguhpun kami belum tahu siapa kau. Nah, mulailah!" Siucai ini cerdik dan dia sengaja menentang agar lawannya bergerak lebih dulu.

Akan tetapi orang itu tersenyum dan sambil menggerakkan kedua senjata istimewa itu berkata, "Lihat baik-baik, Siucai. Bukankah ini jurus terampuh dari suling dan pensilmu?" Kedua orang itu bergerak dan Gin-siauw terkejut mengenal jurus-jurus maut dari kedua senjatanya dimainkan oleh orang itu untuk menyerangnya! Tentu saja dia dapat memecahkan jurus ilmunya sendiri dan berhasil menangkis kedua senjata lawan, akan tetapi seperti juga yang lain tadi, dia merasa betapa kedua lengannya tergetar hebat, tanda bahwa dalam hal sinkang, dia masih kalah jauh. Namun, Siucai ini merasa penasaran sekali. Puluhan tahun dia bertapa di Beng-san menciptakan ilmu-ilmu silat tinggi yang dirahasiakan dan belum pernah diajarkan kepada siapapun juga. Bagaimana sekarang telah dicuri oleh orang ini tanpa dia mengetahuinya? Dia melawan mati-matian, mengeluarkan jurus-jurus paling ampuh dari kedua senjatanya, namun karena kalah tenaga, setiap kali tertangkis dia terhuyung. Seperti juga yang lain, dia tidak mampu bertahan lebih dari dua puluh jurus. Terdengar suara keras dan kedua senjatanya itu, suling dan pensil, patah-patah bertemu dengan senjata lawan yang sederhana itu. Dia meloncat ke belakang, menjura dan berkata,

"Kepandaian Taihiap (Pendekar Besar) memang amat hebat aku yang bodoh mengaku kalah,"

Orang itu tersenyum dan memuji, "Tidak percuma julukan Gin-siauw Siucai, karena memang hebat kepandaianmu." Ucapan itu dengan jelas menunjukkan kekaguman, bukan ejekan, maka Gin-siauw Siucai menjadi makin kagum dan terheran-heran.

"Sekarang tiba giliran pinto untuk kaukalahkan, sahabat yang gagah. Akan tetapi karena sepasang senjata pinto adalah hudtim dan kipas, yang tentu saja tidak dapat kautiru, bagaimana kalau kita bertanding dengan tangan kosong? Hendak kulihat apakah kau mampu mengalahkan pinto dengan ilmu silat tangan kosong pinto sendiri?"

Orang itu masih tersenyum, akan tetapi diam-diam ia terkejut. Tak disangkanya tosu ini amat cerdik. Dia belum pernah melihat tosu ini mainkan ilmu silat tangan kosong, bagaimana dia akan dapat menirunya? Akan tetapi dengan tenang dia menjawab, "Tentu saja saya akan melayani kehendak Totiang, akan tetapi sebelum bertanding, saya harap Totiang tidak keberatan untuk memperkenalkan nama."

"Siancai...! Anda licik, sobat. Semua orang hendak dikenal namanya, akan tetapi engkau sendiri menyembunyikah nama. Baiklah, pinto adalah Lam-hai Seng-jin yang berkepandaian rendah...."

"Aihh, kiranya Tocu (Majikan Pulau) dari Pulau Kura-kura? Telah lama mendengar nama Totiang, dan girang hati saya dapat bertemu dan bermain-main sebentar dengan Totiang."

"Nah, siaplah?" Lam-hai Seng-jin sudah memasang kuda-kuda sambil memandang tajam ke arah lawan karena dia ingin sekali tahu apakah benar lawan ini akan dapat menjatuhkan dia dengan ilmu silatnya sendiri!

Diam-diam orang itu memperhatikan dan tersenyum, lalu dia pun memasang kuda-kuda yang sama, kuda-kuda dari ilmu Silat Tangan Kosong Bian-sin-kun (Tangan Kipas Sakti), semacam ilmu silat yang berdasarkan sinkang tinggi sekali tingkatnya sehingga telapak tangan menjadi halus seperti kapas, namun mengandung daya pukulan maut yang dahsyat sekali.

"Hiaaaatt...." Tosu itu sudah menerjang dengan pukulan mautnya. Tampak olehnya lawannya mengelak cepat dengan gerakan aneh, sama sekali bukan gerakan ilmu silatnya, akan tetapi betapa kagetnya melihat bahwa begitu mengelak, lawan itu dalam detik berikutnya sudah menerjangnya dengan jurus yang sama, jurus yang baru saja di pergunakan! Maklum akan hebatnya jurus ini, dia pun cepat mengelak dan biarpun dia cepat mengelak untuk memecahkan ilmunya sendiri, namun harus diakui bahwa elakan orang tadi dengan gerakan aneh jauh lebih cepat dan bahkan sambil mengelak orang itu dapat balas menyerang!

Kembali Lam-hai Seng-jin menyerang dengan jurus lain yang lebih dahsyat, dan seperti juga tadi lawannya meloncat dan tahu-tahu telah membalasnya dengan serangan dari jurus yang sama! Tentu saja dia dapat pula menghindarkan diri dan makin lama dia menjadi makin penasaran. Dikeluarkan semua ilmu simpanan, jurus-jurus maut dari Bian-sin-kun sampai delapan jurus bayaknya. Semua jurus dapat dihindarkan orang itu dan tiba-tiba orang itu berseru, "Totiang, jagalah serangan Ilmu Silat Bian-sin-kun!" Dan dengan gencar kini orang itu menyerangnya dengan jurus-jurus yang tadi sudah dikeluarkannya, delapan jurus paling ampuh dari Bian-sin-kun. Karena gerakan orang itu cepat bukan main, Lam-hai Seng-jin sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk balas menyerang sehingga dia terancam dan terdesak hebat oleh ilmu silatnya sendiri. Biarpun dia tahu bagaimana untuk memecahkan jurus-jurus serangan dari Bian-sin-kun, namun karena kalah tenaga dan kalah cepat, akhirnya punggungnya kena ditampar dan dia terpelanting, mukanya pucat dan dia harus cepat-cepat mengatur pernapasannya agar isi dadanya tidak terluka.

"Siancai... engkau benar-benar seorang manusia ajaib...," akhirnya dia berkata sambil bangkit perlahan-lahan.

"Lepaskan aku..." tiba-tiba terdengar seruan halus dan semua orang menengok ke arah Sin-tong dan melihat betapa anak ajaib itu telah dlipondong oleh lengan kiri Kiam-mo Cai-li.

"Hei, lepaskan dia!" Enam orang kakek sakti maju berbareng.

"Mundur Kiam-mo Cai-li membentak dan menempelkan ujung payung pedang di tangan kanan itu ke leher Sin Liong. "Mundur kalian, kalau tidak dia akan mati!"

Melihat ancaman ini enam orang itu terpaksa melangkah mundur semua. Laki- laki aneh itu memandang dengan sinar mata berkilat, kemudian dia melangkah maju dan suaranya halus namun penuh wibawa ketika dia berkata, "Kiem-mo Cai-li, lepaskan bocah yang tidak berdosa itu!"

"Hi-hik, enak saja kau. Mundur, atau dia akan mampus di ujung payungku!" Dia menempelkan ujung payung yang runcing itu ke leher Sin Liong yang tak mampu bergerak dalam pelukan lengan kiri yang kuat itu.

Akan tetapi, tidak saperti enam orang kakek yang lain, laki-laki itu masih terseyum dan masih melangkah maju, membuat Kiam-mo Cai-li mundur-mundur dia berkata, "Bocah itu tidak ada apa-apa dengan aku. Kalau kau dia, bunuhlah. Akan tetapi demi aku akan menangkapmu dan akan memberikan tubuhmu kepada Biruang Es untuk menjadi makanannya!" Berkata demikian, laki-laki itu menanggalkan jubah luarnya.

"Kau... kau... Pangeran Han Ti Ong....."

"Pangeran Han Ti Ong...!' Para tokoh kang-ouw itu berteriak.

"Pangeran Pulau Es...!"

Kiam-mo Cai-li yang tadinya sudah merasa bahwa bocah ajaib itu tentu dapat dibawanya, menjadi marah sekali. Dia menjerit dengan lengking panjang, rambutnya menyambar ke depan, ke arah leher Pangeran Han Ti Ong, dan pedang payungnya juga meluncur dengan serangan yang dahsyat.

Laki-laki itu, yang disebut Pangeran Han Ti Ong, tenang-tenang saja, tidak mengelak ketika ujung rambut yang tebal itu seperti seekor ular membelit lehernya, akan tetapi ketika pedang payung berkelebat menusuk, dia menangkap payung itu dan sekali menggerakkan tangan pedang payung itu membabat putus rambut yang melibat lehernya. Tangannya tidak berhenti sampai di situ saja, Selagi Kiam-mo Cai-li menjerit melihat rambut yang dibanggakan dan andalkan itu putus setengahnya, kedua tangan Pangeran Han Ti Ong bergerak, dan tahu-tahu tubuh Sin Liong dapat di rampasnya setelah lebih dulu dia menampar punggung wanita iblis itu sehingga tubuh Kiam-mo Cai-li menjadi lemas dan seperti lumpuh!

Dengan Sin Liong dalam pondongan lengan kirinya, kini Pangeran Han Ti Ong membalik dan menghadapi tujuh arang itu, tidak mempedulikan Kian-mo Cai-li yang mengeluh dan merangkak bangun.

"Apakah masih ada di antara kalian yang hendak mengganggu anak ini? Sekali ini aku tentu tidak akan bersikap halus lagi!"

"Siancai...!" Lam-hai Sian-jin menjura, "Harap Ong-ya maafkan pinto yang tidak mengenal Ong-ya sehingga bersikap kurang ajar."

"Maafkan aku, Pangeran."

"Maafkan saya...."

Enam orang kakek itu menggumam maaf, hanya Kiam-mo Cai-li saja yang tidak minta maaf, bahkan wanita ini berkata, "Pangeran Han Ti Ong, kau tunggu saja, Kiam-mo Cai-li tidak biasa membiarkan orang menghina tanpa membalas dendam!"

"Hemmm, terserah kepadamu. Aku selalu berada di Pulau Es. Nah, pergilah kalian, orang-orang tua yang tak tahu diri, tega mengganggu seorang bocah."

Dengan kepala menunduk, tujuh orang tokoh kang-ouw yang namanya terkenal itu meninggalkan Hutan Seribu Bunga. Karena mereka mempergunakan kepandaiannya, maka hanya nampak bayangan-bayangan mereka berkelebat dan sebentar saja sudah lenyap dari tempat itu.
(lop)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0503 seconds (0.1#10.140)