Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 17 Bagian 7

Kamis, 06 April 2017 - 18:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

"Hidup memang merupakan keadaan yang penuh bahaya, tergantung kita menghadapinya." Liu Bwee berkata. Memang bagi wanita yang sudah mengalami banyak kesengsaraan, apalagi sejak kecil tinggal di Pulau Es, bahaya bukanlah apa-apa dan merupakan hal yang wajar.

"Kalau begitu, mari kita ke telaga dan kita hadapi An Lu Shan sendiri. Setelah menghadapi dia, tugas kami berubah, tidak lagi melakukan penyelidikan melainkan kalau perlu menewaskan jenderal pemberontak itu!" Song Kiat berkata penuh semangat sambil mencabut pedangnya. Gerakan ini diikuti oleh tujuh belas orang sutenya dan dengan berlari cepat mereka kembali ke telaga di mana telah menanti An Lu Shan dan semua pembantunya.

Akan tetapi mereka tercengang ketika tiba di tempat itu, mereka melihat An Lu Shan sendiri diiringkan oleh puluhan orang yang bermacam-macam bentuk dan keadaannya, menanti dengan sikap tenang, sama sekali tidak memperlihatkan permusuhan, akan tetapi mereka juga melihat betapa tempat itu telah dikurung oleh banyak sekali orang-orang yang bersenjata lengkap! Delapan belas orang itu tidak tahu harus berkata apa, akan tetapi mereka sudah siap untuk melawan dengan nekat dan mati-matian apabila diserang oleh pasukan yang demikian banyaknya.

Ternyata memang An Lu Shan telah mengatur perangkap ini. Ketika mendengar pelaporan dari anak buahnya yang berhasil menyelamatkan diri betapa delapan belas orang pendekar dari Bu-tong-pai yang tadinya sudah hampir dapat dibasmi itu diselamatkan oleh dua orang laki-laki dan wanita yang memiliki kesakitan luar biasa, An Lu Shan merasa tertarik sekali dan cepat dia mengatur persiapan untuk menyambut mereka.

"Mereka tentu akan mengunjungi tempat ini," katanya. "Biarkan mereka menyeberang dan jangan menurunkan tangan besi sebelum mendapatkan perintahku. Aku ingin untuk bicara dulu dengan mereka, siapa tahu kita dapat membujuk mereka untuk bekerja sama, terutama dua orang sakti itu."

Demikianlah, karena memandang rendah kecerdikan An Lu Shan, delapan belas orang murid Bu-tong-pai itu masuk ke dalam perangkap yang memang telah dipasang oleh Jenderal itu. Kalau dia menghendaki, tadi ketika delapan belas orang itu membuat jembatan manusia, tentu dengan mudah dia akan membasmi mereka.

"Hemm, Cuwi tentulah Bu-tong Cap-pwe Enghiong yang gagah perkasa," terdengar An Lu Shan berkata dengan suaranya yang nyaring penuh wibawa, kasar dan tidak memakai banyak sopan santun pula. "Ada keperluan apakah Cuwi, mengunjungi tempat kami ini?"

Karena tidak mungkin lagi berpura-pura atau membohong, maka sesuai dengan wataknya sebagai pendekar, Song Kiat menjawab dengan suara lantang, "Kami datang untuk membunuh Jendral pembcrontak An Lu Shan!"

Tentu saja jawaban ini membuat marah para pembantu Jenderal itu, yang sudah kelihatan gatal tangan untuk membasmi musuh, akan tetapi An Lu Shan menggerakkan tangan ke atas mencegah dan dia berkata lagi, ditujukan kepada delapan belas orang pendekar itu, akan tetapi diam-diam matanya yang tajam menyapu dengan penuh selidik kepada laki-laki setengah tua yang memegang tombak dan wanita cantik yang memegang pedang di dekat delapan belas pendekar itu.

"Sungguh kami merasa heran sekali mengapa para orang gagah di Bu-tong-pai masih juga belum sadar? Pemerintah yang dikuasai Kaisar lalim selain menyia-nyiakan sebuah perkumpulan besar seperti Bu-tong-pai, juga tetah menghinanya menganggap Bu-tong-pai sebagai perkumpulan orang jahat. Sekarang, Cuwi malah membela Kaisar, bukankah itu namanya penjilatan? Apakah orang-orang gagah demikian rendah diri, menjilat-jilat kalau dihina oleh pihak yang lebih tinggi?"

"Kami bukan membela Kaisar atau pemerintah, kami membela rakyat dan negara dari gangguan pemberontak!" Song Kiat berteriak lantang.

An Lu Shan tertawa. "Ha-ha-ha, bagus sekali! Demikianlah semestinya watak seorang pendekar yang berjiwa pahlawan. Kalau begitu antara Cuwi dan kami terdapat kecocokan. Kami bukanlah pemberontak, melainkan pejuang yang memperjuangkan nasib rakyat kecil yang tertindas oleh kelaliman Kaisar yang hanya tahu bersenang-senang belaka. Marilah kita bersanrja-sama mengenyahkan pemerintahan lalim ini untuk membangun sebuah pemerintahan yang akan dapat mendatangkan kemakmuran kepada rakyat jelata. Dengan demikian, barulah tidak percuma kita hidup sebagai manusia, terutama sebagai manusia yang berjiwa gagah."

Ucapan yang keluar dari mulut An Lu Shan terdengar penuh semangat kepahlawanan dan memang Jendral ini merupakan seorang ahli bicara yang amat pandai sehingga sejenak delapan belas orang itu saling pandang dengan bingung. Tiba-tiba Liu Bwee yang biarpun hanya seorang wanita namun pernah menjadi Permaisuri Raja Pulau Es, yang merasa masih sedarah dengan Kaisar daratan besar, dan sudah banyak pula membaca kitab sejarah sehingga mengerti sedikit akan politik, berkata yang ditujukkan kepada delapan belas orang gagah itu, "Orang gagah harus memiliki pendirian. Sifat suka berbalik pikiran dan mudah terbawa angin adalah sifat ular kepala dua, dan merupakan sifat yang paling rendah dan berbahaya."

Mendengar ucapan ini, sadarlah pendekar dari Bu-tong-pai itu dan Song Kiat berteriak, "Jenderal An Lu Shan! Tidak ada gunanya engkau mencoba untuk membujuk kami! Kami tidak membutuhkan pangkat, tidak membutuhkan harta, tidak membutuhkan nama besar sebagai pemberontak! Kami harus mempertahankan pendirian kami, harus membela dan mematuhi perintah Ketua dan Guru kami dengan darah dan nyawa!"

Kedua pihak sudah "panas", akan tetapi An Lu Shan masih bersabar, mengangkat tangannya, menahan anak buahnya, lalu berkata, "Terserah pemilihan Cuwi dari Bu-tong-pai. Akan tetapi karena Jiwi yang datang bersama Bu-tong Cap-pwe Eng-hiong merupakan manusia-manusia sakti yang cerdik pandai, ingin kami mengenal mereka dan mengapa pula Jiwi mencampuri urusan Bu-tong-pai yang memusuhi kami."

"Kami berdua hanyalah orang-orang yang kebetulan lewat dan melihat kegagahan Bu-tong Cap-pwe Eng-hiong, kami berdua sudah mengambil keputusan untuk membantu mereka. Tentu saja ini adalah tanggung jawab kami dan tidak ada sangkut pautnya dengan kalian kata Ouw Sian Kok.

"Harap Jiwi suka mempertimbangkan, dan kami menjamin bahwa Jiwi kelak akan menerima penghargaan dari kekuasaan yang memerintah negara, dari rakyat dan dari dunia kang-ouw yang banyak membantu kami. Jiwi tidak perlu membantu kami menghadapi orang-orang Bu-tong-pai, asal Jiwi suka lepas tangan, kami sudah amat berterima kasih dengan Jiwi." An Lu Shan yang bermata tajam dan dapat menduga bahwa dua orang itu amat lihai, berusaha membujuk Ouw Sian Kok dan Liu Bwee.

"Jenderal An Lu Shan," tiba-tiba Liu Bwee berkata, suaranya penuh wibawa dan sikapnya agung seperti seorang ratu bicara kepada seorang bawahannya. "Engkau tentu maklum bagi seorang yang gagah perkasa dan budiman, janji adalah lebih berharga dari pada nyawa, dan bagi seorang gagah, nyawa bukan merupakan benda yang terlalu disayangkan, sedikitnya tidaklah melebihi kehormatan dan nama. Kematian bukan apa-apa dan kami yang sudah berjanji kepada Bu-tong Cap-pwe Eng-hiong, tentu tidak mungkin dapat mundur lagi. Nah, kami semua telah siap, apa pun yang akan kaulakukan, kami akan hadapi dengan pertaruhan nyawa."

An Lu Shan tercengang dan sampai lama tak mampu menjawab, memandang kepada Liu Bwee dengan penuh penyesalan. Mana hatinya tidak akan menyesal melihat seorang wanita sehebat itu berdiri di pihak musuh? Terpaksa dia menggerakkan tangannya dan bergeraklah para pengawalnya menerjang maju.!

Liu Bwee dan Ouw Sian Kok yang sudah bersatu hati itu seperti mengerti isi hati masing-masing, maka hampir berbareng mereka berdua menggerakkan kalu meloncat ke arah An Lu Shan. maklum bahwa menghadapi lawan yang jauh lebih besar jumlahnya, mereka harus berlaku cerdik dan sedapat mungkin mereka harus lebih dulu merobohkan pimpinan lawan. Kalau pemimpin seperti An Lu Shan itu dapat ditangkap, tentu yang lain akan tunduk, atau kalau sampai dapat dibunuh, hal ini tentu akan melumpuhkan semangat lawan.

Melihat gerakan mereka berdua. An Lu Shan terkejut. Memang dia sudah mendengar pelaporan anak buahnya bahwa dua orang ini lihai sekali, akan tetapi tidak disangkanya bahwa mereka akan dapat bergerak secepat itu, seperti dua sinar halilintar saja menyambar ke arahnya. Dia berteriak dan cepat menjatuhkan diri ke belakang sehingga dua orang penyerang itu langsung dihadapi oleh tokoh-tokoh kang-ouw yang berdiri di kanan kiri dan belakangnya. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.1015 seconds (0.1#10.140)