Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 24 Bagian 8
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Melihat bahwa tidak ada orang yang menjawab pertanyaan Ketua Hoa-san-pai itu, Thian-he Tee-it Ciang Ham yang datang bersama lima orang muridnya, mengacungkan tombak di tangan kanannya, ke atas dan berteriak, "Totiang, sebagai Ketua Hoa-san-pai tentu saja kau berhak mengetahui sepak terjang muridmu, akan tetapi kalau urusan ini tidak menyangkut Hoa-san-pai, bagaimana kami dapat bicara denganmu? Ini adalah urusan pribadi, urusan Liem Toan Ki sendiri, maka suruh dia keluar agar kami dapat bicara dengan dia! Kalau Totiang bersikeras, berarti Hoa-san-pai akan mencampuri urusan pribadi!"
Berkerut alis Ketua Hoa-san-pai itu. Ucapan tadi, biarpun tidak secara langsung, sudah merupakan tantangan dan hanya terserah kepada Hoa-san-pai untuk melayani tantangan itu ataukah tidak. Maka dia tidak mau bertindak sembrono dan ingin melihat dulu bagaimana duduknya perkara. Ketua Hoa-san-pai ini memang belum sempat diberi tahu oleh Liem Toan Ki dan isterinya tentang pusaka Pulau Es itu.
"Supek, biarlah teecu berdua yang menghadapi mereka!" Tiba-tiba terdengar suara orang dan muncullah Liem Toan Ki dan isterinya dari dalam, mereka sudah kelihatan mempersiapkan diri dengan senjata pedang di pinggang dan pakaian ringkas. Wajah mereka agak pucat, namun sikap mereka gagah dan tidak jerih.
Liem Toan Ki meloncat ke depan, di atas ruangan depan itu berdampingan dengan isterinya, menghadapi orang-orang kang-ouw itu sambil berkata, "Sayalah Liem Toan Ki dan isteri saya Bu Swi Nio. Tidak tahu uruaan apakah yang membawa Cu-wi sekalian datang mencari kami di Hoa-san?"
Hiruk pikuklah para tamu itu setelah mereka melihat sepasang suami isteri muda muncul dari dalam. Pertama-tama yang berteriak adalah Thian-tok Bhong Sek Bin, "Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio, Kalian telah berani melukai muridku! Aku baru bisa mengampuni kalian kalau kalian menyerahkan pusaka-pusaka yang kaubawa itu!"
Liem Toan Ki tersenyum. "Hemm, kami terpaksa melukai muridmu karena dia menyerang kami, Locianpwe. Pusaka apa yang Locianpwe maksudkan?"
"Pura-pura lagi, keparat! Pusaka Pulau Es!" teriak Thian-tok marah.
"Serahkan Pusaka Pulau Es kepada kami!"
"Kepada kami!"
"Bagi-bagi rata!"
"Dijadikan sayembara!"
Macam-macam teriakan para tokoh kang-ouw dan Liem Toan Ki mengangkat kedua lengannya ke atas. "Cu-wi sekalian, apa buktinya bahwa kami berdua menyimpan Pusaka Pulau Es?"
"Orang she Liem, kau masih berpura-pura lagi bertanya? Aku dan banyak orang melihat betapa gadis Pulau Es itu menyerahkan pusaka itu kepadamu!" Tiba-tiba terdengar suara orang yang bukan lain adalah Thio Sek Bi, murid Thian-tok yang pernah berusaha merampok pusaka itu.
Mendengar ucapan ini dan melihat munculnya murid Thian-tok dan beberapa orang bekas pengawal yang dulu ikut bertempur di istana The Kwat Lin, tahulah Toan Ki dan Swi Nio bahwa memenyangkal tidak akan ada gunanya lagi.
"Kita harus mempertahankan mati-matian," bisik Swi Nio kepada suaminya yang mengangguk dan berkata dengan suara lantang,
"Cu-wi sekalian! Kami berdua tidak menyangkal lagi bahwa memang kami telah dititipi pusaka oleh Nona Han Swat Hong, dua tahun yang lalu. Akan tetapi, kami tidak akan menyerahkan pusaka itu kepada siapapun juga kecuali kepada yang berhak, yaitu Nona Han Swat Hong!"
Teriakan-teriakan hiruk pikuk menyambut ucapan lantang ini. "Kalau begitu, kalian akan menjadi tawananku!" Thian-tok membentak marah sambil melangkah ke depan, akan tetapi gerakannya ini segera diikuti oleh banyak orang dan jelas bahwa mereka hendak memperrebutkan Liem Toan Ki dan isterinya agar menjadi orang tawanan mereka, tentu untuk dipaksa menyerahkan pusaka!
"Siancai... harap Cu-wi bersabar dulu...!" Tiba-tiba dengan suara yang halus namun berpengaruh, Ketua Hoa-san-pai berkata sambil mengangkat kedua tangan ke atas, "Biarkan pinto bicara dulu!"
"Totiang, kau hendak bicara apa lagi?" Thian-tok membentak marah, alisnya berdiri dan matanya melotot.
"Pinto mengakui bahwa urusan Pusaka Pulau Es itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Hoa-san-pai dan Hoa-san-pai pun tidak mengetahuinya. Maka sebagai Ketua Hoa-san-pai, pinto hendak bertanya dulu kepada murid Liem Toan Ki. Ini adalah urusan dalam dari Hoa-san-pai, kiranya Cu-wi tidak akan mencampurinya!"
Terdengar teriakan-teriakan, "Silakan! Silakan, tapi cepat dan serahkan mereka kepada kami!" (Bersambung)
Melihat bahwa tidak ada orang yang menjawab pertanyaan Ketua Hoa-san-pai itu, Thian-he Tee-it Ciang Ham yang datang bersama lima orang muridnya, mengacungkan tombak di tangan kanannya, ke atas dan berteriak, "Totiang, sebagai Ketua Hoa-san-pai tentu saja kau berhak mengetahui sepak terjang muridmu, akan tetapi kalau urusan ini tidak menyangkut Hoa-san-pai, bagaimana kami dapat bicara denganmu? Ini adalah urusan pribadi, urusan Liem Toan Ki sendiri, maka suruh dia keluar agar kami dapat bicara dengan dia! Kalau Totiang bersikeras, berarti Hoa-san-pai akan mencampuri urusan pribadi!"
Berkerut alis Ketua Hoa-san-pai itu. Ucapan tadi, biarpun tidak secara langsung, sudah merupakan tantangan dan hanya terserah kepada Hoa-san-pai untuk melayani tantangan itu ataukah tidak. Maka dia tidak mau bertindak sembrono dan ingin melihat dulu bagaimana duduknya perkara. Ketua Hoa-san-pai ini memang belum sempat diberi tahu oleh Liem Toan Ki dan isterinya tentang pusaka Pulau Es itu.
"Supek, biarlah teecu berdua yang menghadapi mereka!" Tiba-tiba terdengar suara orang dan muncullah Liem Toan Ki dan isterinya dari dalam, mereka sudah kelihatan mempersiapkan diri dengan senjata pedang di pinggang dan pakaian ringkas. Wajah mereka agak pucat, namun sikap mereka gagah dan tidak jerih.
Liem Toan Ki meloncat ke depan, di atas ruangan depan itu berdampingan dengan isterinya, menghadapi orang-orang kang-ouw itu sambil berkata, "Sayalah Liem Toan Ki dan isteri saya Bu Swi Nio. Tidak tahu uruaan apakah yang membawa Cu-wi sekalian datang mencari kami di Hoa-san?"
Hiruk pikuklah para tamu itu setelah mereka melihat sepasang suami isteri muda muncul dari dalam. Pertama-tama yang berteriak adalah Thian-tok Bhong Sek Bin, "Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio, Kalian telah berani melukai muridku! Aku baru bisa mengampuni kalian kalau kalian menyerahkan pusaka-pusaka yang kaubawa itu!"
Liem Toan Ki tersenyum. "Hemm, kami terpaksa melukai muridmu karena dia menyerang kami, Locianpwe. Pusaka apa yang Locianpwe maksudkan?"
"Pura-pura lagi, keparat! Pusaka Pulau Es!" teriak Thian-tok marah.
"Serahkan Pusaka Pulau Es kepada kami!"
"Kepada kami!"
"Bagi-bagi rata!"
"Dijadikan sayembara!"
Macam-macam teriakan para tokoh kang-ouw dan Liem Toan Ki mengangkat kedua lengannya ke atas. "Cu-wi sekalian, apa buktinya bahwa kami berdua menyimpan Pusaka Pulau Es?"
"Orang she Liem, kau masih berpura-pura lagi bertanya? Aku dan banyak orang melihat betapa gadis Pulau Es itu menyerahkan pusaka itu kepadamu!" Tiba-tiba terdengar suara orang yang bukan lain adalah Thio Sek Bi, murid Thian-tok yang pernah berusaha merampok pusaka itu.
Mendengar ucapan ini dan melihat munculnya murid Thian-tok dan beberapa orang bekas pengawal yang dulu ikut bertempur di istana The Kwat Lin, tahulah Toan Ki dan Swi Nio bahwa memenyangkal tidak akan ada gunanya lagi.
"Kita harus mempertahankan mati-matian," bisik Swi Nio kepada suaminya yang mengangguk dan berkata dengan suara lantang,
"Cu-wi sekalian! Kami berdua tidak menyangkal lagi bahwa memang kami telah dititipi pusaka oleh Nona Han Swat Hong, dua tahun yang lalu. Akan tetapi, kami tidak akan menyerahkan pusaka itu kepada siapapun juga kecuali kepada yang berhak, yaitu Nona Han Swat Hong!"
Teriakan-teriakan hiruk pikuk menyambut ucapan lantang ini. "Kalau begitu, kalian akan menjadi tawananku!" Thian-tok membentak marah sambil melangkah ke depan, akan tetapi gerakannya ini segera diikuti oleh banyak orang dan jelas bahwa mereka hendak memperrebutkan Liem Toan Ki dan isterinya agar menjadi orang tawanan mereka, tentu untuk dipaksa menyerahkan pusaka!
"Siancai... harap Cu-wi bersabar dulu...!" Tiba-tiba dengan suara yang halus namun berpengaruh, Ketua Hoa-san-pai berkata sambil mengangkat kedua tangan ke atas, "Biarkan pinto bicara dulu!"
"Totiang, kau hendak bicara apa lagi?" Thian-tok membentak marah, alisnya berdiri dan matanya melotot.
"Pinto mengakui bahwa urusan Pusaka Pulau Es itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Hoa-san-pai dan Hoa-san-pai pun tidak mengetahuinya. Maka sebagai Ketua Hoa-san-pai, pinto hendak bertanya dulu kepada murid Liem Toan Ki. Ini adalah urusan dalam dari Hoa-san-pai, kiranya Cu-wi tidak akan mencampurinya!"
Terdengar teriakan-teriakan, "Silakan! Silakan, tapi cepat dan serahkan mereka kepada kami!" (Bersambung)
(dwi)